webnovel

Kau adikku

"Tidak mungkin!!!"

"Reynald sudah mati..Tidak mungkin..!!! Kamu bohong. adikku sudah mati, tidak mungkin dia hidup lagi." Kata Ronald sambil mengelengkan kepalanya perlahan, tatapannya masih tertuju pada sosok yang mengaku sebagai adiknya. Ingatannya melambung pada sebuah kejadian yang membuatnya frustasi.

Flasback On.

"Ronald!!Apa yang kau lakukan." Kata Handoko sambil berlari ke arah seorang bayi berusia satu tahun.

"Biarkan dia mati, ayah.. Biarkan Rey mati."

"Apa yang kamu katakan, dia adalah adikmu." Handoko mendekap bayi kecil bernama Rey.

"Biarkan dia mati, Ayah, dia akan diculik dia akan disiksa kalau dia besar sepertiku, Ayah." Luruh sudah air mata Handoko, dia benar-benar hancur kini, baru saja dia memakamkan istri tercintanya, yang meninggal karena bunuh diri, istrinya tidak kuat menahan kesedihan melihat putranya mengalami depresi akibat penculikan yang dia alami.

Flashback Off.

"Adikku sudah mati, bahkan tangan ini yang membunuhnya."

Wajah tampan yang biasa tersenyum cerah kini menunduk sambil menatap kedua tangannya. Tangan yang menurutnya telah membunuh adik kesayangannya, dan kini tiba-tiba seseorang dihadapannya, mengaku sebagai adikknya? sungguh sulit untuk dia percaya. dia sendiri yang membekap wajah sang adik dengan selimut, lalu bagaimana adiknya bisas hidup lagi, Sedangkan ayahnya sendiri yang bilang padanya kalau adiknya sudah mati. Walau terbesit pertanyaan dalam hatinya, kenapa ayahnya tidak marah padanya jika memang Ronald lah yang membunuh adiknya. Bagaimana Ayahnya masih bisa tersenyum dengan hangat padanya setiap hari.

Ronald mendongakkan wajahnya menatap lekat seeorang yang ada dihadapannya, yang mengaku sebagai adiknya. Benarkah?

"Kakak tidak percaya padaku? lihatlah kak kita punya tanda lahir yang sama." Ronald membuka kancing kemejanya, dan menunjukkan sebuah tanda lahir berwarna hitam di atas perut sebelah kiri. lagi-lagi Ronald mengelengkan kepalanya perlahan, Benarkah? Penculikan yang pernah dia alami membuat trauma yang begitu mendalam hingga sulit baginya untuk mempercayai seseorang. Satu-satunya orang yang dia percaya selain ayahnya adalah Danil. Danil dan Ayahnyalah yang selalu ada untuk Ronald.

Rey bingung harus melakukan apa lagi agar kakaknya mengingatnya. Lalu dia teringat pada liontin yang diberikan ayahnya.

"Apa kakak tau ini?,Kata ayahbenda ini akan menyatukan kita." Rey menjulurkan tangannya, memberikan liontin pada Ronald, yang mematung memandang benda yang kini ada di gengamannya.

Ronald ingat betul, apa benda itu, air matanya menetes melihat benda itu, perlahan dia membuka liontin itu, persis apa yang ada di pikirannya, foto anak kecil dan seorang bayi mungil yang lucu sedang tersenyum bahagia. Ronald ingat, benda itu ia minta dari ayahnya, dan diberikan pada adik kecil kesayangannya.

"Kau benar adikku, Rey? adik kecilku." Ronald mengulurkan kedua tangannya, dia ingin memeluk adik kesayangnnya, adik yang dia pikir sudah mati, yang membuatnya menyesal seumur dia hidup. Rey menyambut pelukan dari kakaknya. Mereka menangis bahagia, Ronald tidak pernah menduga baghwa dia akan bertemu dengan adiknya lagi. Adik kecilnya masih hidup. Ya.. Dia memeluk sedang memeluk adik kecilnya.

Ceklek.

Pintu ruangan VVIP itu terbuka, pria paruh baya masuk dengan didorong menggunakan kursi roda, dibelakangnya ada Yogi dan Brian asisten ayahnya. Ronald dan Rey, mengurai pelukan mereka, menatap kearah pria yang duduk di kursi roda yang sedang tersenyum ke arah mereka. Rey bangkit dan berjalan kearah ayahnya.

"Ayah.." Rey berjongkok, meraih tangan ayahnya dan mencium tangan renta itu lama. Tuan Handoko membelai rambur anaknya yang kini berada dipangkuannya, anak yang tak pernah tumbuh besar bersamanya, anak yang tak pernah merasakan kasih sayang dari keluarga kandungnya. Air mata kedua pria beda usia itu mengalir begitu juga dengan Ronald yang menatap keduanya dengan rasa haru dan bahagia yang membuncah. ayah dan adiknya, keluarganya.

"Maafkan ayah, karena ayah tidak bisa menjaga kalian."

"Ayah adalah ayah terbaik, Rey mengerti kenapa ayah memberikan aku pada keluarga sahabat ayah, Rey tidak menyalahkan ayah, dan apa yang terjadi pada kak Ronald itu sudah takdir dari Allah, itu ujian untuk keluarga kita ayah."

"Ayah harus berterima kasih pada Tuan Sanjaya karena telah merawatmu dan mendidikmu dengan baik, ayah memberikanmu pada orang yang tepat."

Mendengar nama Sanjaya di sebut, hati Ronald berdenyut seakan ada rasa sakit dan sesak disana. Sanjaya, nama itu berputar di pikirannya.

'Apakah, Tuan Sanjaya ayah dari Jelita.' kata Ronald dalam hati, Jika benar rivalnya, orang yang ingin dia habisi adalah saudara angkat adiknya, bagaimana dia bisa menghadapi hal itu. Bagaimana dia akan berhadapan dengan orang tua Jelita, orang yang berjasa membesarkan dan merawat adik kesayangannya. Bagaimana jika Rey tau apa yang menyebabkan dia masuk rumah sakit ini. Semua itu benar-benar menghantuinya.

"Ayah, kenapa ayah pakai kursi roda? apa ayah sakit?" Tanya Rey.

"Ayah tidak apa-apa, ayah hanya kecapekan."

"Terakhir kita bertemu kan, Rey sudah bilang agar ayah pensiun saja, biar kak Ronald yang urus usaha ayah."

"Hey, Adik kecil, apa kau tidak mendengar dokter tadi bicara apa? Kakiku ini belum bisa berjalan, bagaimana aku bisa bekerja."

"Aku sudah besar kak, kenapa kau panggil aku adik kecil, Lagi pula yang sakit itu cuma kaki dan sedikit kepalamu yang bocor, kedua tanganmu masih berfungsi dengan baik." Jawab Rey berapi-api.

"Kenapa kamu tidak membantu kakakmu dikantor, Rey, bahkan ayah sudah lama menginginkan itu sejak lama, tapi kau selalu menolaknya."

"Maafkan aku ayah, tapi untuk saat ini aku belum bisa."

"Apa kau masih bekerja bersama adikmu?"

"Iya ayah, aku juga sangat menyayanginya, aku tak tega jika dia harus bekerja keras sendirian."

"Tapi setidaknya, kau bisa membagi waktumu untuk membantu mengurusi kantor ayah, saat ini ayah benar-benar membutuhkanmu."

"Apa yang ayah katakan itu benar, bantulah ayah, paling tidak selama aku sakit."

"Baiklah, aku akan coba membagi waktu, bekerja di dua kantor berbeda mungkin asyik juga, paling tidak akan menambah tabunganku."

"Bahkan tanpa kau bersusah payah bekerja Ayah bisa memberikanmu uang, kalau itu yang kamu mau."

"Tidak ayah, aku ingin mencari sendiri, aku ingin mandiri, biarkan aku seperti ini, Ayah, Kak Ronald." Kata Rey dengan menatap keduanya secara bergantian.

Dalam hati Tuan Handoko, dia sangat bangga pada anaknya ini, begitu dewasa, mandiri, bener-benar dia harus segera menemui tuan Sanjaya untuk berterimakasih padanya.

Ronald bahagia melihat adiknya yang kini tumbuh menjadi pria tampan dan dewasa, dia harus bertemu dengan orang tua angkat adiknya. Dia ingin tau sosok yang gtelah membesarkan adiknya, dan menjawab pertanyaan dalam hatinya, apakah Tuan Sanjaya yang dimaksud adalah ayah jelita atau bukan.

Siguiente capítulo