Waktu terasa begitu cepat berlalu, tak terasa Ahmad sudah memasuki semester enam di Universitas ternama itu.
Dia mengambil jurusan arsitektur, setiap paginya anak muda itu pergi kuliah dan sore harinya dia pergi menasmi'kan hafalan Al Qur'annya ke sebuah pusat Pembelajaran Al Qur'an yang terkemuka di Kota Medan yaitu Islamic Centre salah satu guru tahfizh nya adalah Ustadz Maratua Daulaey yang berasal dari daerah Tapanuli.
Sehingga dalam waktu yang sangat singkat anak muda itu sudah dapat menyempurnakan hafalan Al Qur'an nya menjadi 30 juz.
Pagi ini cuaca agak dingin dan berembun, setelah selesai melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, Pak Nashir dan Ahmad duduk berdampingan seperti biasanya mereka lakukan, setiap selesai Sholat Subuh keduanya selalu bercerita membahas tentang apa yang terjadi di negara ini.
Mulai dari masalah bisnis sampai kepada masalah agama dan politik.
Buk Salehah hanya menjadi pendengar yang baik apabila ke duanya sudah mengeluarkan argumen masing-masing, maklumlah pengusaha itu memang pakarnya masalah bisnis.
Namun dalam pembicaraan mereka, ada suatu hal yang terasa ganjil disebut oleh Pak Nashir,"ada seseorang yang datang menghampiriku membawa sebuah mahkota, nampaknya dia akan memakaikannya kepadaku"Sebut pria itu dengan nada bercanda, sehingga Ahmad dan Buk Salehah tidak menganggapnya sebagai sebuah ucapan yang begitu berarti.
Biasanya seseorang yang akan meninggal dunia akan menampakkan tanda-tandanya.
40 hari sebelum meninggal dia akan menampakkan ciri-cirinya, tetapi tidak semua orang memahami akan tanda-tanda itu.
"Udah jam, 06:30 WIB," Bapak siap-siap dulu untuk berangkat ke kantor, kamu kuliah hari ini Mad?"Tanya Pak Nashir.
"Ia Pak," jawab Ahmad singkat.
Lalu pengusaha itu beranjak dan masuk ke dalam kamarnya, Buk Salehah pun berjalan menuju dapur untuk mempersiapkan sarapan pagi buat suami dan anak angkatnya itu.
"Pak, sarapannya sudah siap," sebut wanita paruh baya itu memberi tau suaminya yang belum kunjung keluar dari kamar.
Tak berapa lama, laki-laki berjanggut putih itu keluar dari dalam kamarnya, dan dia melihat rupanya Ahmad sudah berada di meja makan menunggu kedatangannya untuk makan bersama.
Semenjak Ahmad datang dan tinggal di rumah itu, mereka tidak pernah meninggalkan makan bersama dalam satu meja.
Memang sangat banyak manfaat yang diperoleh dengan makan secara bersama-sama, diantaranya adalah rasa kasih sayang akan terjalin antara orang tua dan anaknya, momen yang paling baik untuk menyampaikan nasehat adalah ketika makan.
Pak Nashir memandangi isterinya penuh arti, lama dia memandangi wajah isterinya itu, sehingga membuat wanita Buk Salehah salah tingkah diperlakukan sedemikian oleh suaminya.
"Ayo makan Pa, sudah jam, 07:00 WIB tuh, ntar terlambat sampai di kantor," tutur Buk Salehah.
Laki-laki berdasi itupun tersadar dan mengalihkan tatapan matanya ke anak muda yang sedari tadi memperhatikannya.
"Ayo dimakan nak,"sebut pengusaha itu sambil menyendokkan nasi ke dalam piringnya.
Setelah selesai makan, Ahmad berpamitan untuk berangkat ke kampus duluan, dia menyalami dan mencium tangan Pak Nashir, baru selanjutnya beralih ke tangan Buk Salehah.
" Ahmad berangkat dulu Pak...Buk!, kata Ahmad sambil berjalan keluar dari rumah.
"Hati-hati di jalan ya nak," sambut Buk Salehah.
"Ia Buk,"balas Ahmad.
Lain halnya dengan Pak Nashir yang seakan-akan enggan untuk bangkit dari tempat duduknya untuk pergi berangkat kerja.
"Bapak sakit? " Nggak usah ke kantor aja Pak, "kata Buk Salehah kuatir.
" Papa harus ke kantor Ma, karena ada janji dengan klien dari perusahaan kita, Papa berangkat dulu ya Ma,"Assalamu'alaikum, "ucap Pak Nashir sambil bergegas.
" Wa'alaikumsalam warahmatullahi wa barokatuh."Hati-hati di jalan ya Pak, jalanan agak berkabut,"sambut isterinya.
Pak Nashir tidak melihat ke belakang untuk menjawab perkataan isterinya, dia genggam tasnya dan langsung masuk ke dalam mobil seolah-olah sudah ada Malaikat Maut yang sudah datang menantinya.
Kira-kira setengah jam setelah kepergiannya ke kantor, berdering telepon rumahnya.
"Hallo..., apakah ini rumahnya Pak Nashir?" tanya seseorang dari seberang telepon.
"Ia benar," jawab Buk Salehah.
"Maaf Buk, ini dari rumah sakit, Bapak telah tiada Buk, karena mengalami kecelakaan di persimpangan.
Wanita paruh baya itu tidak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun, air mata yang terus menetes membasahi pipinya sebagai jawaban keperihan dan kesedihan hatinya.
Seolah-olah tidak percaya dengan musibah yang menimpanya, telepon itupun terlepas dari genggaman tangannya, tubuhnya dia dudukkan ke atas kursi untuk menenangkan batinnya.
Air mata bercucuran membasahi jilbabnya," Papa...!
Hanya satu kata itu yang terucap keras mengiringi air matanya yang terus berurai.
Sesaat dia menenangkan hatinya, baru bergegas untuk pergi ke rumah sakit dengan mengendarai mobil xenia berwarna silver.
Sesampainya di rumah sakit, wanita itu langsung menuju ke kamar mayat, alangkah hancur perasaannya ketika melihat suami yang di cintainya terbaring kaku sudah mengenakan kain kapan berwarna putih membalut sekujur tubuhnya.
Tangis pun meledak tak terbendung, dia peluk dan cium jasad suaminya yang sudah menutup mata untuk selamanya.
Setelah menyelesaikan administrasi dengan pihak rumah sakit, jasad almarhum Pak Nashir langsung di bawa ke rumah duka ditemani oleh isteri tercintanya, tak henti-hentinya perempuan dengan umur telah mencapai kepala 5 itu menatapi wajah suaminya yang pergi untuk selamanya.
Alangkah terkejutnya Ahmad ketika pulang kuliah melihat ada bendera hijau bertuliskan "innaa lillaahi wa innaa ilaihi rooji'uun, berada di depan rumahnya.
Begitu juga banyaknya papan bunga yang berbaris di seputaran rumah bertuliskan" Turut Berduka Cita"yang dikirimkan oleh para teman dan kerabat almarhum sebagai tanda ikut berbela sungkawa, ditambah lagi dengan silih bergantinya para pelayat berdatangan memenuhi rumah Bapak angkatnya itu.
Anak muda itu lalu melangkah ke dalam rumah, setiap orang menyalaminya dan mengucapkan,
"Sabar ya nak"
Ahmad hanya menampakkan mata yang berkaca-kaca seolah dia sudah tau arti dari bendera hijau dan sebab berkerumun nya orang-orang di rumahnya.
Sesampainya di pintu rumah, dia melihat sesosok tubuh sudah tidak berdaya berada di tengah-tengah orang yang membacakan surat yasin untuknya, dia melihat Buk Salehah menatapnya dengan berurai air mata, seakan-akan air mata itu memberi tau kepada si Ahmad bahwa si Bapak telah tiada.
Dilepaskannya sepatunya, dia peluk erat tubuh almarhum Bapak angkatnya, air mata mengalir deras membasahi wajahnya membuat orang-orang yang ada di sana terbawa suasana dan ikut meneteskan air mata.
Kemudian Ahmad duduk di dekat pembaringan Bapak angkatnya.
Matahari sudah menampakkan bayang-bayang,jarum jam sudah berada di angka 12, maka fardhu kifayahnya yang pertama pun akan dilaksanakan.
Ahmad yang langsung memandikannya, kemudian mengkafani sekaligus yang menjadi imam untuk menyolatkannya.
Masyarakat secara berbondong-bondong mengantarkan beliau ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Setelah masuk ke empat hari sesudah wafatnya pengusaha itu, Buk Salehah masuk ke kamarnya ketika membuka laci almarinya, dia melihat sebuah surat yang di tujukan untuk anak angkatnya Ahmad, dia buka lipatan surat itu lalu mulai membacanya,
"Ahmad...!
Sudah sekian lama kamu tinggal bersama kami, saya menganggap bahwa kamu adalah bagian dari keluarga kami.
Kasihan rasanya mendengar tentang sengsaranya kehidupan yang kamu jalani mulai dari kecil, makan dari sisa -sisa orang, di usir berkali-kali dari kontrakan karena tidak sanggup membayar sewanya.
Dicemooh oleh orang-orang, dikatakan sebagai anak seorang babu bahkan untuk biaya berobat orang tuamu pun tidak ada.
Yang paling meneteskan air mata saya, kamu dan Emakmu harus diusir paksa dari rumah orang yang kamu mencintai anak gadisnya.
Saya sangat iba sekaligus terpukul mendengarkan cerita yang kamu sampaikan kepada Buk Salehah isteri saya.
Nak...!
Seandainya umur saya tidak panjang lagi, dalam surat ini saya nyatakan bahwa perusahaan saya serahkan atas namamu, kembangkanlah bisnis ini nak, dan bantu ke dua orang tuamu, bangun untuk mereka rumah yang layak sebagai tempat tinggalnya.
Obatkan penyakit Ayahmu ke dokter, serta haji kan mereka ke Baitullah sebagai wujud baktimu kepada ke dua orang tua.
Kemudian pengharapanku, tolong jaga dan perhatikan Buk Salehah, Ibu angkatmu yang tidak memiliki siapa-siapa lagi kecuali engkau sebagai anaknya.
Anggaplah ia sebagai Ibu kandungmu, dan jangan sempat kamu sia-siakan dia dimasa tuanya.
Mobil yang sering saya bawa ke kantor, jadikanlah sebagai kendaraan mu untuk menjalankan bisnis keluarga kita, satu lagi pintaku nak, apabila kamu pulang ke kampung kelak tolong sampaikan salamku kepada ke dua orang tuamu.
Medan, 10 Desember 2009
(Ir.Nashir)
Berlinang air mata Buk Salehah membaca surat wasiat yang di tulis suaminya di atas materai 6000 itu.
Kemudian di usapnya air matanya, lalu berjalan ke ruang tamu untuk menemui Ahmad yang sedang membaca Al Qur'an, seraya memberikan sepucuk surat itu kepada anak muda yang sudah dia anggap sebagai anak kandungnya.
Ahmad tak kuasa menahan air mata ketika membaca surat yang disuguhkan untuknya,
" Terimakasih Pak...!
Semoga Allah memberikan kelapangan kepadamu di dalam kubur, "pintanya dalam hati.
🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫🛫