webnovel

I FEEL ALONE - Sampah

Mereka bertiga menatap gue dengan tatapan yang sangat tidak bersahabat. Gue gak tahu siapa saja mereka dan gue juga tidak mau tahu siapa mereka.

"Punya dukungan dari siapa dan dari mana sampai lo berani bersikap belagu di sekolah ini?" tanya orang itu lagi. Gue yakin dia adalah leader-nya jika di antara mereka bertiga, sebab dialah yang paling songong di antara yang ada.

"Bahkan satu teman pun tak ada di samping lo, tapi kenapa lo belagu?" tanyanya sambil menunjukkan jari telunjuknya itu tepat ke arah samping gue.

Gue tahu kalau gue sendiri, tapi ketika ada yang memberitahu kalau gue sendiri, gue merasa jauh lebih sunyi dari sebelumnya. Entah kenapa yang jelas gue jauh lebih kesepian dari sebelumnya.

Gue tahu gue memang sendiri, tapi hati gue merasa tidak terima saat ada yang mengatakan kalau gue itu sendiri. Sungguh aneh bukan?

"Urusannya dengan lo apa?" tanya gue yang langsung memasang nada yang begitu sinis.

Awalnya gue memang sedang berusaha untuk menahan emosi gue, tapi saat mereka mengusik kesendirian gue, maka gue bakalan merasa jauh lebih emosi lagi.

"Gak usah bersikap belagu deh lo di sekolah ini! Lo itu bukan apa-apa, lo itu hanya sebatas sampah sekolah!" ucap dia dengan nada yang begitu sombong.

Hati gue sesak saat harus menahan sakit dari ucapan yang telah ia ucapkan barusan. Dia melangkah dan hendak berjalan meninggalkan gue.

"Bahkan lo lebih rendah dari gue, itu artinya lo lebih rendah dari sampah!" ucap gue dengan penuh penekanan sambil memegang bahu dia yang semula hendak pergi. Dia terlihat begitu kesal, namun dia tidak menjawab apa pun lagi. Dia hanya bisa melanjutkan langkahnya.

Gue gak melanjutkan langkah gue, gue berhenti dan duduk di kursi yang tersedia di lorong koridor ini. Gue memilih duduk di sini, karena di sini tempatnya begitu sepi dan sunyi.

'Lo hanya sebatas sampah sekolah' kata-kata itu terus terngiang-ngiang di otak gue. Kata-kata itu seakan punya kartu memori tersendiri di otak gue.

"Kamu ini gak ada gunanya di rumah ini! Kamu gak ada gunanya sama sekali di keluarga ini dan hanya kamu yang tak berguna di sini! Kamu hanya sebatas sampah keluarga!" ucap Mamah dengan nada yang begitu tinggi.

Kalimatnya barusan tak layak jika disebutkan sebagai ucapan, karena nada bicaranya membuat ucapan yang sudah ia ucapkan lebih layak dikatakan sebagai bentakan.

"Argh!!" Kata-kata itu, ternyata benar kata-kata itu pernah diucapkan oleh orang di waktu dulu. "Gue bukan sampah!" ucap gue setengah berteriak. Tak ada orang yang akan mendengar ucapan gue, karena koridor ini kosong.

"Lo emang sampah," ucap seseorang dengan nada yang dingin. Saat mendengar suara itu, gue sepintas tahu siapa orang itu.

Gue meliriknya, ternyata benar dugaan gue orang itu adalah Reynard. Reynard sedang berdiri di hadapan gue, mungkin tadi dia berucap sambil menatap gue.

Gue menatap dia dengan tatapan yang kebingungan. Gue bingung sebab ucapannya tak jauh berbeda dengan ucapan yang sudah Mamah dan cewek tadi keluarkan, tapi kenapa hati gue tak merasa emosi, bahkan hati gue malah merasa tenang?

Gila ya hati gue sudah gak normal atau bagaimana sih ini? Masa iya hati gue merasa tenang saat ada orang yang berucap seperti barusan.

"Tapi sampah masih bisa daur ulang," ucap dia sambil memberikan sebungkus kecil tissue. Gue tak menjawab ucapannya, gue hanya memikirkan apa makna dari ucapannya barusan.

"Perbaiki yang buruk dan buat mereka menyesal," ucap dia dingin.

Gue mengambil tissue itu dan menyeka beberapa tetes air mata yang semula sudah turun membasahi pipi gue. Dia berjalan meninggalkan gue setelah gue menerima tissue yang telah ia berikan.

Gue memikirkan perkataan yang sudah Reynard katakan barusan. Kenapa dia hadir di saat gue tengah jatuh? Ucapannya terdengar begitu menyakitkan seharusnya, tapi bukannya gue merasa terluka akan ucapannya. Apa yang sudah ia ucapkan tadi membuat gue berpikir keras. Gue memikirkan apa arti dari setiap ucapannya?

Sekian banyak orang yang pernah mengatai gue sampah, tapi kenapa hanya ucapan dia yang terus gue pikirkan. Kata-kata dia sama dengan yang lain, yaitu MENYAKITKAN.

Tapi perkataannya tak memberi luka baru di hati gue, bahkan hati gue tak terluka oleh ucapannya dan mungkin hati gue merasa sedikit terobati. Apa benar hati gue sudah eror ya? Mungkin hati gue eror karena sudah terlalu banyak luka di dalamnya.

Gue berniat buat bolos sekarang. Gue tengah berjalan mengendap-endap menuju ke gerbang belakang. Rencananya gue berniat untuk kabur sekarang.

"Gak usah bolos!" ucap seseorang dengan nada yang begitu dari arah belakang yang membuat gue turun kembali dari atas gerbang yang semula sudah gue panjat dan hampir selesai sampai ke atasnya.

"Suka hati gue lah!" jawab gue ketus sambil menatap Reynard dengan tatapan sinis, sedangkan Reynard? Dia hanya menatap gue dengan tatapannya yang dingin.

"Gue bakal laporin biar lo di hukum," ucapnya dengan nada yang sedikit mengancam, namun tetap saja dengan nada datarnya.

"Gue gak takut!" ucap gue sambil menatap Reynard dengan tatapan yang seolah menantangnya. Gue gak percaya kalau dia bakalan laporin gue, makanya gue berani menatap dia dengan wajah yang menantang.

"Laporin kalau berani!" tantang gue pada Reynard.

"Kalian anggota OSIS bukan?" tanya dia pada dua orang yang tengah berjalan sambil mengenakan jas OSIS SMA ini.

"Iya Kak," jawab mereka berdua secara bersamaan.

"Nih urus, dia mau kabur," ucap Reynard sambil melirik ke arah gue.

Gila ya nih orang. Gumam gue dalam hati saat tahu bahwa ucapannya benar-benar serius bukan hanya sebatas ancaman.

Dua orang yang memakai jas itu berjalan mendekat ke arah gue. Mata gue membelalak saat melihat tulisan 'keamanan' tertera di jas mereka.

Mampus deh gue. Gumam gue lagi.

Author POV

Peyvitta tengah berdiri di tengah lapangan sambil menghormat tiang bendera. Cuacanya sangat panas sekarang. Sinar matahari yang terik seakan mampu membakar kulit Peyvitta.

Sekarang sudah pukul 11: 24 jadi sangat tak diherankan jika sinar matahari terasa begitu terik untuk Peyvitta. Reynard ada di sana, ia memperhatikan Peyvitta dari luar lapangan, karena kelasnya sedang free sekarang.

Peyvitta sudah merasa sangat gerah sekarang. Tangan Peyvitta terasa seperti sudah keram, karena sudah hampir 30 menit ia menghormat bendera, bahkan matanya sudah merasa sangat silau untuk menatap bendera dengan cahaya matahari seterang ini.

Peyvitta sudah merasakan pening di kepalanya. Kepalanya sudah terasa lebih berat dari sebelumnya. Pandangannya mulai buram, namun Peyvitta terus berusaha menahan tubuhnya agar terus berdiri tegak.

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

HAI BALIK LAGI NIH, RINDU GAK?

Hehe, maaf late update-nya soalnya lagi banyak kesibukan. hehe. setrlah ini Up-nya bakalan aeperti biasa lagi kok.

gimana penasaran gak sama kelanjutan ceritanya?

gimana penasaran gak sama kehidupan Peyvitta selanjutnya seperti apa?

tunggu ya, bbye:*

Van_Pebriyancreators' thoughts
Siguiente capítulo