webnovel

Ingin Tahu

"Jangan baris di dekatku," pinta Moon, menengadah kepada Earth.

"Kenapa?"

"Aku sedang kesal denganmu."

***

"Aku sangat mengenali suara Earth."

"Mengenali suara Earth?" tanya Moon tetap saja ia penasaran.

Cloud menoleh pada Moon dan tersenyum.

"Sudah kuduga, kamu akan menanyakan hal ini padaku," tutur Cloud.

"Hhhng …," gumam Moon, ia semakin bingung.

"Aku dan Earth sudah saling kenal sejak lama, Moon."

Hati Moon memberontak sangat ingin tahu, namun ia berusaha untuk menahan dan tidak bertanya lebih lanjut lagi. Ia tidak ingin Cloud menilainya sebagai wanita yang tidak tahu apa-apa tentang Earth, sementara dirinya sudah mendampingin Earth selama tiga tahun lamanya.

"Aku sudah selesai, apa boleh pergi meninggalkan tempat?" tanya Moon, mengalihkan pembicaraan. Ia ingin pergi saja agar tidak terlalu dalam membicarkan tentang Earth yang sama sekali ia tidak tahu kalau Earth dan Cloud saling mengenal.

"Silakan. Jangan lupa sore ini kita punya kencan," ujar Cloud mengingatkan kencan mereka.

Moon hanya tersenyum, tidak membalasnya. Ia kemudian pergi dan berlalu meninggalkan Cloud yang kini masih menatap punggung Moon hingga menjauh dan tidak terlihat lagi.

Sementara itu, Moon berlalu dengan tangan yang mengepal kuat, raut yang cemberut dan juga hati serta pikiran yang kacau. Ia benar-benar ingin tahu mengapa Earth tidak menceritakan perihal Cloud. Karena Earth selalu bercerita semua tentang temannya, namun mengapa tidak dengan Cloud.

***

Moon keluar dari barisan dan menghampiri Earth yang sedang berdiri di depan gerbang kampus. Earth yang heran mengapa Moon berada dibarisan mahasiswa yang tidak membawa kendaraan, seperti dirinya.

"Kamu kenapa baris di sana, Moon?" tanya Earth.

"Aku mencarimu," jawab Moon, rautnya masih terlihat kesal.

"Masih marah padaku?"

"Ayo pulang!" ajak Moon, menarik pergelangan tangan Earth menuju ke area parkir dimana Moon memarkirkan mobilnya.

Moon meminta Earth untuk segera masuk ke dalam mobilnya dan ia juga bergegas masuk ke dalam mobil. Moon juga lekas memakai seat belt dan mengemudikan mobilnya berlalu dari kampus.

Earth masih bingung dan juga tidak berani bertanya kepada Moon. Jelas terlihat dari rautnya, kalau Moon sedang tidak baik-baik saja. Bahkan ketika Moon mengemudikan mobilnya bukan menuju ke arah rumah Earth, Earth hanya diam saja dan tidak berani menegurnya.

"Kenapa diam?" tanya Moon.

"K—kamu kenapa, Moon?" Earth balik bertanya.

Ckiiittt!

Moon menginjak pedal rem sekaligus dan membuat Earth tersentak.

"Ada apa, Moon?" tanya Earth melihat ke arah depan mobil, memastikan tidak ada apa-apa atau siapapun di depan sana.

"Tidak ada apa-apa," balas Moon.

"Lalu, mengapa kamu—"

"Ada yang ingin aku tanyakan padamu, Earth," sahut Moon, menyela.

"A—apa itu?"

"Apa kamu dan Cloud saling mengenal sebelumnya?"

Earth menarik bibirnya tipis dan memalingkan pandangannya.

"Kenapa tidak menatapku?" tanya Moon.

Earth kembali menoleh pada Moon, berusaha untuk menatap gadis kecintaannya itu.

"Katakan, Earth," pinta Moon melemah.

"Cloud … adalah tetangga lamaku, Moon. A—aku dna keluarga pindah rumah ke tempat tinggal kami yang sekarang dan sejak itu aku dan Cloud tidak pernah saling memberi kabar. Lagipula … aku tidak akrab dengannya, jadi menurutku wajar saja kalau aku tidak menceritakannya padamu," tutur Earth, ia menjawab dengan penjelasan yang cukup detail.

"Apa benar begitu?" tanya Moon, masih belum merasa yakin dengan cerita dari Earth.

"Moon, apa ada yang dikatakan oleh Cloud? Katakan saja padaku, aku akan menjawabnya," ujar Earth memintanya.

"Tidak ada," jawab Moon memalingkan pandangannya. Ia tidak lagi melihat Earth dan memilih untuk kembali mengemudikan mobilnya. "Ia hanya mengatakan kalau dirinya masih mengenali suaramu saat ditelpon," lanjut Moon.

Earth tersenyum, ia membelai rambut Moon dan mengusap kepalanya.

"Jika ada yang membuatmu merasa tidak nyaman, tolong katakan saja, ya. Jangan dibebankan sendiri," pinta Earth.

"Iya, Earth. Kalau begitu, aku akan mengantarmu pulang sekarang."

***

Cklek

"Pulang cepat? Bukankah hari ini adalah hari terakhir orientasi?"

"Aku ada janji."

"Apa kau sedang mengejar gadis?"

"Sky, apapun yang aku lakukan, sebaiknya kau tak perlu ikut campur, ya," pinta Cloud, terlihat jengah kepada adiknya yang banyak bertanya. "Aku akan bersiap-siap, tolong katakan pada mama, aku tidak makan malam di rumah."

Cloud menarik handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandinya. Meninggalkan sang adik dalam kebingungan. Sky menggelengkan kepala dan segera keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju ke dapur, dimana mamanya tengah masak untuk makan malam mereka.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya Sky, menawarkan jasanya untuk membantu mamanya.

"Sky … tidak perlu. Mama bisa melakukannya sendiri," balas sang mama.

"Hmmm, Kak Cloud bilang, ia tidak akan makan malam di rumah, Ma. Jadi hanya kita saja berdua," ujar Sky, menyampaikan pesan dari kakaknya.

"Oh, begitu … apa kakakmu sedang mengejar seorang gadis? Tidak biasanya ia pergi selepas dari kampus."

"Aku mencurigainya seperti itu juga, Ma," balas Sky berbisik.

"Mama jadi ingin tahu … kamu carikan informasi mengenai ini, kemudian ceritakan kepada Mama, ya," pinta sang mama yang sangat ingin tahu dengan percintaan Cloud saat ini.

Cloud adalah pria dingin yang terlalu dingin, sehingga tiada siapapun yang ingin dekat dengannya. Wajahnya yang rupawan memang membuat wanita mengejarnya, namun siapa yang tahan dengan sikapnya yang bagai es batu yang tidak pernah dikeluarkan dari dalam freezer? Seumur hidupnya, Cloud sama sekali belum pernah mengenal yang namanya pasangan, berpacaran, jatuh cinta, kencan dan apapun yang berbau dengan percintaan, sehingga bukan hanya mama dan adiknya saja yang heran dengan perubahan sikapnya, namun teman satu kampusmya juga ikut senang karena Cloud sangat berani dan terang-terangan mengajak seorang gadis kencan.

"Sore, Ma," sapa Cloud, terlihat sudah rapi dengan kemeja hitam lengan panjang dan rambutnya yang sudah klimis, juga parfumnya yang begitu menyengat.

"Adikmu bilang, kamu akan pergi kencan dan tidak akan makan malam di rumah malam ini," tutur sang mama, mengatakannya tidak sesuai dengan yang disampaikan oleh Sky.

"Ken—can?" tanya Cloud mengernyit.

"Ma, aku tidak bilang kalau Kak Cloud akan pergi kencan, bukan?" sanggah Sky.

"Tapi kita menerkanya seperti itu, bukan?" balas sang mama, lagi-lagi menggoda Cloud.

"Ma, aku hanya ingin pergi dengan temanku. Jangan berpikiran terlalu jauh," pintanya menggerutu.

Cloud mengambil gelas, kemudian berjalan menuju ke lemari es, untuk mengambil sebotol air minum dingin yang kemudian ia tuangkan pada gelas yang sudah ada ditangannya.

"Pergi dengan siapa, Cloud?" tanya mamanya, lagi-lagi memancing karena terlalu ingin tahu.

Cloud menyegerakan minumnya dan kemudian meletakkan kembali botol tersebut ke dalam lemari es dan menyimpan gelasnya di wastafel.

"Pergi dengan mahasiswa baru. Ia akan seangkatan dengan Sky nanti."

Siguiente capítulo