Pagi menjelang. Matahari bersinar terang adir balik tirai putih mewah yang terbuka separuh. Sinarnya menerpa ujung tempat tidur yang berantakan akibat permainan kasar semalam. Bercak cahaya mengenai wajah Lisa yang lencu, sangat menyilaukan. Lisa langsung membuka kelopak matanya perlahan. Matanya terasa sangat berat. Rasanya seperti tidak tidur semalaman.
Lisa mendongak melihat ke sebuah jam besar di dinding. Sudah jam 10 pagi. Ia benar – benar kesiangan hari ini! Lisa bangkit dari tempat tidurnya perlahan – lahan. Tubuhnya masih terasa sangat pegal dan nyeri akibat permainan kasar yang dilancarkan oleh suaminya semalam.
Ia menoleh ke sisi kiri tempat tidur, Oscar sudah tidak ada di kamarnya. Bahkan jubah tidur dan koper pria itu sudah menghilang! Entah kemana pria itu pergi, Lisa tidak terlalu mempedulikannya pagi ini.
Wanita itu bangkit dari kasur dan melangkah ke dalam kamar mandi. Ia membasuh wajahnya yang lencu dengan air dingin. Menggosok gigi. Tidak lupa menyisir rambut berantakannya. Lisa menatap bayangan wajahnya lekat – lekat di depan kaca raksasa di kamar mandi.
Terdapat bekas gigitan di bibir bawahnya. Lehernya penuh dengan bekas ruam yang ditinggalkan oleh Oscar semalam. Ketika Lisa duduk di toilet, bokongnya terasa sangat perih. Nampaknya ada beberapa luka di sana.
Ia tidak berani melihat sekujur tubuhnya yang mirip seperti orang babak belur. Lisa tidak mengira suaminya bisa sesadis semalam. Ia kembali menatap wajahnya dengan tatapan menyedihkan. Napasnya mulai tersendat ketika menatap bayang wajahnya.
"Apa salah gue sehingga Oscar berani nyiksa gue sampe ancur gini!?" Lisa menggebrak meja riasnya. Kedua tangannya ditangkupkan, menutupi wajahnya yang berlumur air mata. Ia menangis sepanjang pagi hingga seseorang datang mengetuk pintu kamarnya.
Seorang petugas hotel tengah membawakannya sebuah nampan. Pria itu meminta izin untuk meletakkan nampan berisi sarapan pagi di atas meja hotel kemudian berterima kasih dan pergi.
Lisa melihat nampan itu dengan tatapan heran. Setahunya ia tidak menelepon bagian restoran untuk mengirimkan sarapan. Siapa yang memberinya makan pagi ini?
Sebuah nampan berisi mangkuk sup, sepotong roti dan mentega, tidak lupa dengan telur mata sapi dan beberapa potong sosis, di sampingnya sebuah gelas berisi susu segar. Lisa mengambil secarik kertas yang ada di atas nampan. Dibukanya secarik kertas itu, sebuah tulisan yang familier baginya.
Makanlah, kamu pasti sangat kewalahan semalam. Salam, Oscar
"Dasar bajingan!" Lisa merobek secarik kertas tersebut dengan jengkel dan melemparkannya ke dalam keranjang sampah. Ia sangat ingin menghempaskan nampan berisi sarapan paginya ke lantai, namun ia menahan diri untuk tidak membuat kekacauan.
Lisa tidak tahan menahan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Ia kembali menangis dan berlutut. Tangannya menutup wajahnya yang berantakan berlumur air mata.
"Cowok bajingan! Semalem lo udah nyakitin gue sekarang lo ngebaikin gue pake ngirim sarapan kayak gini!? Bangsat!" Lisa melemparkan garpu ke pintu. Emosinya sudah tidak terbendung lagi. Ia meringkuk dan menangis lebih keras dari sebelumnya.
Beberapa saat kemudian, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Ia membukakan pintu, ternyata Dani.
"Nona Lisa, maaf mengganggu tetapi saya cuma mau mengingatkan untuk bersiap – siap mengemas semua barang – barang nona. Oh dan jangan lupa sarapan nona, perjalanan dari Bandung ke Jakarta lumayan memakan waktu karena jalan tol katanya macet hari ini!" jelas pria itu tanpa ekspresi.
"Tunggu, Pak Oscar, ke mana dia?"
"Beliau sudah kembali ke Jakarta duluan subuh tadi. Beliau ada keperluan mendadak jadi beliau izin pamit lebih awal. Oh satu lagi," ucap si raksasa. "Sesampainya di Jakarta, nona Lisa akan saya antar ke rumah Pak Oscar, beliau meminta saya begitu."
Lisa mengusap air mata dari pipinya. Ia hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Pintu kembali diututup. Lisa menarik napas panjang, menahannya sesaat dan menghembuskannya. Ia berusaha menenangkan pikirannya yang acak kadut pagi itu.
Hari ini adalah hari terakhir karyawan dan karyawai Petersson Communication menginap di Parahyangan Resort. Lisa segera menyelesaikan sarapan paginya dengan sedikit hati yang kesal kemudian mengemas semua barang bawaannya.
***
Pukul 12 siang, jajaran bus sudah parkir di halaman parkir Parahyangan Resort. Seluruh karyawan dan karyawati Petersson Communication telah berkumpul lengkap dan check-out dari kamar mereka masing – masing. Di lobby Lisa berdiri dengan wajah sedih dan mata sembab. Andien langsung menghampiri sahabatnya itu.
"Hey Lisa! Kok loyo sih? Lo semaleman begadang ya? Abis nonton bola lo?" tanya Andien dengan riang.
"Enggak Ndien, gue bete abis hari ini. Gue tuh udah nggak ngerti apa yang hidup ini lakuin ke gue Ndien!" jawab Lisa dengan nada kesal.
"Elah ada apalagi sih. Karina pasti? Ceritain dong!"
"Nggak bisa gue Ndien, nggak bisa di sini. Ntar ada yan nguuping!"
"Ooh, pasti tentang 'itu' "
"Ya lo tau sendiri lah. Udah gue lagi nggak mau ngebahas itu. Jadi gimana Ndien liburan di Parahyangan Resort? Seru nggak?"
"Gokil abis Lis! Akhirnya otak gue bisa refreshing setelah jenuh kerja dari pagi sampe malem!"
"Laptopnya udah lo mainin belom?"
"Udah dong, gila memang canggih parah itu laptop! Duh kalo ada acara kayak gini tiap bulan gue mah semangat banget ikutan!"
Tak lama setelah kedua sahabat itu berbincang. Bus sudah akan berangkat. Seluruh karyawan dan karyawati bergegas memasukkan koper dan barang – barang mereka ke dalam bagasi kemudian naik ke dalam bus.
Kali ini Andien duduk di samping Lisa. Andien tahu Oscar sudah pergi terlebih dahulu, jadi ia menemani sahabatnya yang tampak sedih dan lencu itu.
"Lihat Lis, gue duduk bareng lo hari ini. Jangan marah ya, sorry gue pas berangkat sengaja nggak duduk sama lo!" goda Andien, suaranya riang wajahnya berseri – seri.
***
Setibanya di Jakarta, semua karyawan dan karyawati Petersson Communication kembali pulang ke rumahh mereka masing – masing dengan transportasi pilihan mereka. Ada yang dijemput oleh suami atau sanak saudaranya. Ada yang pulang menggunakan kendaraan pribadi. Ada pula yang memilih naik kendaraan umum seperti Andien.
Andien mengucapkan salam kepada Lisa. Ia berharap kawannnya itu kembali ceria setelah ini. Dipeluknya Lisa erat – erat dan wanita bertubuh sintal itu berkata, "Hati – hati di jalan ya Lis, semoga hubungan lo sama 'itu' langgeng!" Andien langsung berlari menghampiri ojek daring yang baru saja datang.
Lisa hanya terkekeh melihat sahabatnya itu. Pikirannya masih campur aduk akan Oscar. Lisa benar – benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ia sampai rumah dan bertemu dengan suaminya itu. Sejenak firasat Lisa mengatakan sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya.
Apakah Oscar menikahiku karena cinta? Ataukah agar reputasinya tidak hancur?