"Lisa, apa kau sudah siap?" Oscar melontarkan pertanyaan itu sekali lagi.
"Siap tidak siap," jawab Lisa di sampingnya. Dari kemarin Lisa menunjukkan keraguan acap kali Pria itu bertanya tentang hari di mana mereka akan menikah. Lisa kembali mengingat betapa bodohnya dia saat mabuk di Sky Lounge demi menghapus jejak mantan kekasih. Baiklah, mabuk memang tindakan bodoh tetapi mabuk hingga hamil anak orang seperti ini menurutnya adalah tindakan gila!
Sebelum pergi ke kantor pencatatan sipil untuk memperoleh akta nikah, Oscar dan Lisa terlebih dahulu melakukan upacara pernikahan di hunian Oscar. Tidak ada pesta meriah, tidak ada resepsi, tidak ada tamu undangan terkecuali Kumala dan pelayan yang bekerja di hunian Oscar. Sungguh pernikahan yang menyedihkan bagi Lisa.
Dahulu ketika Lisa masih seorang gadis, ia selalu berangan – angan menikahi seorang lelaki tampan dengan acara resepsi meriah di sebuah gedung mewah. Namun hal tersebut hanya nyata dalam mimpi. Kecuali ia menikah dengan seorang lelaki tampan berparas ningrat.
Lisa tidak mengenakan gaun layaknya seorang pengantin. Ia hanya mengenakan rok sepan selutut dipadu dengan blazer hitam andalannya. Nyaris tidak ada bedanya dengan pakaian sehari – hari di kantor. Begitu pula dengan sang mempelai pria.
Beberapa menit telah berlalu, sang penghulu pun datang dan memulai upacara pernikahan. Proses upacara pernikahan itu berjalan dengan sangat singkat. Ucapan janji suci dari kedua belah pihak tercatat dan mereka segera berangkat ke Kantor Pencatatan Sipil.
***
Sepuluh menit kemudian, Lisa dan Oscar memasuki pintu Kantor Pencatatan Sipil bersama-sama. Tidak seperti orang lain yang datang dan pergi berpasangan, mereka berpegangan tangan dan bahu-membahu. Mereka sepertinya tidak mengenal siapa pun. Orang asing, datanglah ke tempat di mana prosedur dilakukan satu demi satu!
Setibanya di Kantor Pencatatan Sipil. Oscar dan Lisa langsung melangkah menuju ruang pencatatan. Diserahkannya semua berkas untuk mendapatkan akta nikah kepada seorang petugas pencatatan.
Petugas itu kemudian mendengus melihat Oscar bersanding dengan Lisa. "Dasar bule ya doyan sama yang muka lokal! Haha paling ntar ditinggalin kalo udah punya anak!"
Kalimat itu terasa panas membakar telinga Lisa. Berani – beraninya petugas itu mengejeknya! Lisa menatap marah petugas itu, memberinya isyarat kepalan tinju di wajahnya.
"Lisa, sudah hentikan. Tidak ada gunanya berurusan dengan orang sipil sepertinya!" Jemari ramping Oscar menggenggam tangan Lisa yang mengepal dan menurunkannya.
Lisa berdecak, kesal tidak sanggup membalas kalimat tidak menyenangkan yang dilontarkan si petugas. Oscar mengajaknya duduk sembari menunggu panggilan terakhir untuk mengambil akta nikah.
Entah sudah berapa jam lamanya, akhirnya petugas yang sama memanggil kedua pasangan itu. Diserahkannya dua buah buku nikah kepada Oscar dan Lisa. Tidak banyak ba bi bu, pasangan yang baru saja menikah itu bergegas kembali ke hunian mereka.
"Kukira hari pernikahan bakal seistimewa seperti cerita – cerita di FTV!" tukas Lisa.
Oscar yang resmi menjadi suami Lisa tertawa kecil saat mendengar omongan Lisa. Meski sudah dewasa, Lisa masih menampakkan sisi kepolosannya seperti ketika ia masih belia. Pria itu merangkulkan lengannya ke pundak Lisa, mendekatkan wanita itu ke dadanya.
"Yang terpenting nama kita berdua resmi tercatat di Kantor Catatan Sipil. Dengan begini kamu tidak perlu khawatir soal masa depan anak kita kelak."
Pria itu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam map. Ia membacakannya untuk Lisa. "Lisa dengarkan aku baik – baik, ini adalah perjanjian pasca nikah. Aku minta tolong agar kau membacanya dengan seksama. Setelah itu kau tanda tangan di atas materai yang sudah kutempel di halaman akhir!"
Alis Lisa bertaut keheranan. Untuk apa perjanjian pasca nikah pikirnya. Lisa mengambil lembar perjanjian pasca nikah itu dari tangan Oscar. Ia membuka halaman pertama dan membacanya.
Pertama – tama, Oscar akan membiayai biaya asuransi untuk melindungi anak mereka selama Lisa hamil.
Kedua, dua bulan sebelum persalinan Oscar akan membayar seluruh biaya periksa kandungan dan sejenisnya.
Ketiga, setelah anak mereka lahir Oscar akan menafkahi Lisa dan anak mereka secara penuh, sehingga Lisa tidak perlu susah payah bekerja.
Keempat, jika di kemudian hari Lisa dan Osacr bercerai maka hak asuh anak sepenuhnya akan menjadi milik Oscar. Sebagai gantinya, Oscar akan tetap membiayai Lisa selama Lisa masih belum menikah dengan pria lain.
Surat perjanjian yang sangat aneh pikir Lisa. Ssatu yang Lisa mengerti dengan pasti dari surat yang dibacanya, Lisa tidak diperbolehkan bekerja lagi selepas menikah oleh Oscar.
Sebenarnya tugas Oscar sebagai suami di dalam perjanjian pasca nikah yang dirancangnya itu sudah tepat. Hanya saja, Lisa tidak ingin melepaskan pekerjaannya begitu saja setelah anak yang ada di dalam kandungannya lahir nanti!
Belum lagi jika mereka berdua bercerai di kemudian hari, hak asuh menjadi milik Oscar sepenuhnya. Lisa kan juga ibu dari anak mereka berdua! Harusnya ia mendapatkan separuh dari hak asuh itu! Lisa pun protes kepada Oscar.
Oscar meliriknya dengan tatapan dalam seraya berkata, "Saya juga ayah dari anak yang ada di dalam perutmu itu Lisa. Lagipula, tanpaku gaji bulananmu tidak cukup untuk membiayai anak kita!"
"Hih! Kamu boleh sombong seperti demikian, tetapi aku masih bisa merawat anak itu meski dengan gaji yang pas pasan!" jawab Lisa tajam.
"Heh, baiklah terserah kamu. Kamu boleh mengabaikan surat perjanjian ini, tetapi jika suatu hari kau datang kepadaku meminta bantuan lagi sudah pasti akan kutolak!" Oscar menatapnya dingin. Wajah mereka kini hanya berjarak satu sentimeter saja.
Lisa menatap kedua mata biru itu lekat – lekat. Pancaran sinar matanya sangat tajam. Lisa sampai bergidik ketakutan.
"Cepat tanda tangani materai ini!" Tangan Oscar menggerakkan tangan Lisa yang menggenggam bolpoin ke atas materai. Lisa menuruti perintah Oscar, dibubuhkannya tanda tangan Lisa.
"Baik, perjanjian telah resmi disetujui!"