Aku melangkah keluar Markas, Kupikir semua akan baik-baik saja mengingat perlakuan Michael tadi. Semoga saja tidak akan membawa dampak apapun, namun nyatanya tubuhku melemah. Aku sendiri tidak tau apa yang terjadi, sebelumnya aku baik-baik saja. Semakin lama, paru-paruku terasa kosong. Ada apa sebenarnya denganku?
Taksi pesananku tiba tepat di depan halte tempatku duduk saat ini, aku menaiki taksi itu lalu mengatakan alamat tujuanku pada supir taksi. Lalu taksi pun melaju dengan kecepatan normal, mengantarkanku ke tempat yang ingin kudatangi.
30 menit kemudian, aku sampai di yayasan milik mama. Aku membayar taksi itu, lalu keluar dan melangkah menuju rumah yang cukup luas itu. Ya, tempat ini memang tidak berubah. Masih saja sama, seperti sebelumnya.
Tokk.. Tokk..
Aku mengetuk pintu yang tertutup itu, tidak lama pintu terbuka dan menampilkan wanita setengah baya dengan senyumnya.
"nona kau datang? Ayo masuk, anak-anak sedang makan malam bersama." ucap bu Mira ramah.
Aku mengangguk, lalu masuk dan menghampiri kumpulan anak-anak yang sedang asik menyantap makan malam. Sesaat aku tersenyum tipis melihat anak-anak itu menyambutku, lalu mereka kembali menyantap makanannya.
"bagaimana makanannya?" tanyaku pada anak-anak itu.
"enak kak, wahh aku suka sekali." jawab salah seorang anak laki-laki dengan senyumnya.
"baguslah, ya sudah jangan lupa sikat gigi dan segera tidur ya?" ingatku pada mereka.
Anak-anak itu langsung menurut, mereka melangkah masuk ke kamar masing-masing. Setelah itu tak ada lagi suara gaduh yang terdengar, lalu aku membantu bu Mira mencuci peralatan makan yang kotor dan menumpuk.
"eh nona, jangan! Biar ibu saja, aduh! Nanti tangan nona kotor, sudah biar ibu saja. Nona lebih baik beristirahat saja, biar ibu saja yang membereskan semuanya." ucap bu Mira tidak enak denganku.
"tidak apa-apa bu, aku hanya ingin membantu sedikit saja." balasku dengan santai.
"dasar kau ini" keluh bu Mira padaku.
Aku hanya tersenyum tipis menanggapi keluhan bu Mira terhadap kekeras kepalaanku, memang inilah aku. Dan aku mengakui jika diriku menyebalkan, ya memang begitu.
Selesai merapikan alat-alat makan, kulihat bu Mira sudah menguap kelelahan. Aku tidak tega melihatnya, jadi aku memintanya untuk beristirahat saja. Dan sekalian juga aku pamit padanya, karna sudah malam.
"ibu istirahat lah, aku juga pamit pulang." ucapku pada bu Mira.
"loh, kenapa nona tidak menginap saja?" tanya bu Mira tenang.
"tidak untuk malam ini, nanti kapan-kapan aku kembali." balasku seadanya.
"baiklah, nona hati-hatilah." ucap bu Mira khawatir.
"ya, aku pamit." izinku, lalu aku keluar dari rumah ini dan melangkah pulang ke rumah sewaanku.
Aku baru saja memasuki gang sempit sebelum perkampungan, namun entah kenapa tiba-tiba kepalaku seakan berputar dan pandanganku pun kabur. Aku mencoba menggelengkan kepalaku, berharap pandanganku kembali jelas. Namun sayang pandangaku masih tetap buram, aku merasa frustasi sekarang. Ada apa denganku?
"cih, sial! Ada apa sebenarnya dengan tubuhku?" gumamku bertanya-tanya.
Tidak kuat lagi dengan rasa pusing dan sakit yang tiba-tiba ini, aku terjatuh dan akhirnya tidak sadarkan diri.
.
.
.
.
.
Aroma kental dan menyebalkan ini, kenapa aku disini? Karna aroma familiar ini, aku membuka mataku perlahan. Sepertinya aku pingsan semalam, tapi siapa yang membawaku ke rumah sakit ini?
Hembusan nafas lelah keluar dari celah bibirku, lalu pintu terbuka dan menampilkan seorang pria tampan dewasa dengan jas putih khas dokternya.
"loh, sejak kapan bangun?" tanya pria itu padaku.
Aku memperhatikan pria itu dengan teliti, mencari tau apakah dia orang baik atau tidak. Bukan aku tidak mempercayai jas dokter yang di pakainya, hanya saja aku harus waspada setiap saat jika bertemu dengam orang asing.
"kau tidak perlu khawatir, aku benar-benar dokter resmi disini." ungkap pria itu menjawab pertanyaan yang bergema di benakku.
Aku hanya menatapnya datar, tidak ada ekspresi lain lagi di wajahku selain itu.
"kau belum menjawab pertanyaanku, sekarang aku adalah doktermu." ucap pria itu lagi.
"baru saja." jawabku seadanya.
"wah, baguslah! Sepertinya kondisimu sudah lebih baik, biar aku periksa" ucap dokter itu.
Aku hanya memperhatikan apa yang dokter itu lakukan padaku, dia memeriksa denyut nadi dan detak jantungku. Lalu setelahnya, ia melaporkannya pada suster yang berada di belakangnya.
"dengar, aku dokter Rian dan kau adalah pasienku." ucap dokter Rian memperkenalkan diri.
"hm" gumamku membalas ucapannya.
"kau sudah lebih baik, tapi tolong jaga dirimu jangan sampai kau seperti ini lagi. Karna jika kau kembali seperti ini, tidak ada jaminan kau akan baik-baik saja." jelas dokter Rian menasehati.
Mendengar ucapan dokter itu, sepertinya sakitku ini bukan hal biasa. Apalagi ekspresi dokter itu terlihat serius, apa yang terjadi denganku?
"ada apa?" tanyaku penasaran.
"maaf sebelumnya, apa kau tidak bernafas dengan baik sebelumnya?" tanya dokter itu kembali.
Aku mengernyit mendengar pertanyaan dokter itu, dan aku terdiam. Mengingat kejadian kemarin, pasti karna cekikan Michael padaku.
"aku bertanya dan kau malah membalikkannya" keluhku dingin.
Kudengar dokter itu meringis mendengar perkataanku, namun ia kembali merubah mimik wajahnya dan bersikap profesional.
"aku bertanya untuk menjawab pertanyaanmu, dan aku butuh memastikannya karna itu aku bertanya." balas dokter itu sedikit ketus.
"oh, ya" jawabku seadanya.
Kulihat dokter itu menatapku tajam, sepertinya dia merasa kesal dengan sikapku ini.
"baiklah, jadi aku sudah menganalisis keadaanmu ini dan kupikir kau mengalami gejala hipoksia." ungkap dokter Rian serius.
"apa itu?" tanyaku khawatir.
"Hipoksia adalah kondisi rendahnya kadar oksigen di sel dan jaringan. Akibatnya, sel dan jaringan yang ada di seluruh bagian tubuh tidak dapat berfungsi dengan normal. Hipoksia merupakan kondisi yang perlu diwaspadai karena jika dibiarkan, kondisi ini bisa menyebabkan kematian jaringan." jelas dokter Rian padaku.
Aku terdiam, ternyata memang tidak baik-baik saja. Bagaimana ini, nanti malam aku harus menjalankan misi dan kondisiku malah lemah seperti ini.
"kau tenang saja, ini hanya gejala awal. Masih ada cara untuk memperbaikinya, kau tidak perlu takut." hibur dokter Rian padaku.
"ya, terima kasih" ucapku padanya.
"sama-sama, kalau gitu saya kembali dulu. Kalau ada apa-apa panggil saja dengan tombol itu, permisi" pamit dokter Rian sambil menunjuk tombol merah di samping dekat ranjangku.
"tunggu, siapa yang membawaku kesini?" tanyaku penasaran.
"Ketua rumah Sakit, Lely. Beliau membawamu kesini semalam, dan memintaku untuk memeriksa keadaanmu. Dan tentu saja aku baru tau jika kau ternyata pemilik rumah sakit ini, luar biasa." jelas dokter Rian.
"ah ya, aku tau." balasku seadanya.
Dokter Rian dan suster keluar dari ruang rawatku, setelah kepergian mereka aku kembali berbaring dan berpikir. Bagaimana dengan malam ini?
.
.
.
.
.
Malam yang sunyi, aku bangun dari tidurku dan mencabut paksa infusan di tanganku. Setelah mengganti pakaian, aku langsung keluar dari rumah sakit ini. Pikiranku melayang pada anggota tim yang bertugas, mereka pasti sudah menunggu kehadiranku sejak tadi.
Sampai di taman kota, disana nampak sepi dan sunyi. Ku dudukan diriku di rumput, dan berbaring menatap langit malam.
"sepertinya misi kali ini batal" gumamku namun keheningan suasana membuat suaraku malah kembali memantul.
Langit malam ini terlihat indah, ribuan bintang terlihat jelas disana. Membentuk kelompoknya sendiri, dan menyinari malam yang gelap.
"sedang apa kau disini? Ayo! Misi akan dimulai" titah seseorang membuatku mengalihkan perhatian.
"saya kira sudah batal" balasku seadanya.