Saat siang, Luna sudah masak banyak untuk Ethan. eh, bukan Luna yang masak. Dia hanya sekedar membantu Ira saja, karena Luna samasekali tidak pandai memasak.
Waktu menunjukkan pukul 12:00 WIB. Luna segera menghubungi Ethan, supaya cepat pulang.
"Hallo, Tan," sapa Luna yang sudah terhubung dengan Ethan. "Cepat pulang! Aku sudah masak spesial untukmu."
"Iya, Sayang. Tunggu saja, aku pasti pulang siang ini," balas Ethan.
"Oke." Luna segera memutuskan sambungan telponnya.
Luna dudùk di kursi meja makan, sembari memainkan ponselnya. Hingga pukul 13:00 WIB, Ethan belum juga pulang. Luna yang resah karena jengah menunggu, memutuskan untuk menghubungi suaminya lagi. Namun, hingga berkali-kali tidak ada jawaban.
"Kemana sih? katanya mau lansung pulang."
Luna berdecak kesal sembari meletakkan ponselnya di meja dengan sedikit membanting. Tampaknya wanita hamil itu mulai naik darah, apalagi pinggangnya mulai terasa panas karena terlalu lama duduk dan juga tadi membantu Ira masak lumayan lama.
"Mbak. Nanti kalo Ethan sudah pulang, samperin aku di kamar ya!" Seru Luna.
"Iya, Non," balas Ira mengangguk patuh.
Luna segera beranjak dari duduknya dan bejalan ke kamar. Dengan langkah malas dia menaiki anak tangga.
"Aku sudah masak banyak ... kamu malah belum juga pulang," gumam Luna dengan wajah yang masam.
Setibanya di kamar, Luna lansung rebahan. Menetralkan rasa pegal dan panas di pinggangnya, tangannya mengelus perutnya yang semakin hari semakin buncit.
"Kenapa bergerak se-aktif ini? Apa kalian juga menunggu papa?" Luna meraba perutnya yang kontraksi. Dia tersenyum merasakan tiap gerakan kecil di perutnya, membayangkan si kembar sedang menendang atau berebut tempat.
"Kalian pasti sumpek ya, di dalam. Nanti kalau kalian sudah lahir, mama akan minta papa supaya siapkan kamar yang luas untuk kalian."
Luna tampak menikmati masa kehamilannya itu. Rasa kecewa karena Ethan belum juga pulang, perlahan menghilang seiring dengannya yang mulai menutup mata. ah, Luna ketiduran.
___
Di kantor, Ethan sedang kedatangan tamu dadakan dari beberapa kota. Dia merasa sungkan jika meninggalkan tamu-tamunya itu. Sesekali dia melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 13:15 WIB.
"Luna pasti sudah bosan menungguku. Pasti nanti marah lagi," batin Ethan sembari melirik tamu-tamunya yang tak kunjung pulang. Mengusir pun, tidak mungkin. Karena itu adalah tamu yang dikirim oleh Dina untuk dia seleksi.
Dina menepati janjinya untuk merekrut karyawan kepercayaan untuk membantu Ethan, karena ibunya tahu bahwa anaknya itu harus meluangkan banyak waktu untuk istrinya.
"Nathalie."
"Iya pak. Kenapa?" Tanya Nathalie, sekreraris Ethan.
"Saya mesti pulang sekarang. Kamu urus saja mereka, pilih satu yang menurutmu bisa dipercaya!" Seru Ethan.
Nathalie mengerutkan keningnya dan menggeleng. "Saya tidak bisa, Pak."
"Yasudah. Gajimu saya potong bulan ini!" Ancam Ethan lirih.
"Jangan, Pak." Nathalie tampak khawatir. "Saya mesti milih dari segi apa, mereka kelihatannya orang-orang yang jujur."
"Terseramu, Nat. Saya harus pulang sekarang." Ethan beranjak dari sofa.
"Kalian ikuti interview dari sekretaris saya, Dia yang akan memilih siapa di antara kalian yang layak menjadi orang kepercayaan saya," ucap Ethan sebelum meninggalkan ruangannya.
"Baik, Pak," para tamu itu mengangguk setuju.
Nathalie bergeming dengan kepalanya yang terasa nyut-nyutan. Pasalnya, tidak biasa Ethan mengabaikan pemilihan pegawai baru. Apalagi itu pegawai dalam posisi orang kepercayaan.
"Aku harus pilih yang benaf-benar jujur dan terpercaya," batin Nathalie sembari melifik beberapa tamu yang juga tak kalah tampan dari Ethan.
Ethan berjalan dengan langkah cepat keluar dari kantornya. Dia segera masuk ke mobil, lalu mengemudikannya pulang ke rumah.
"Sudah hampir jam dua ... apa dia akan marah lagi?" Gumam Ethan sembari mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Setibanya di rumah,. Ethan segera masuk dan menuju ruang makan. Terlihat Ira sedang duduk bersantai karena pekerjaannya sudah selesai. Melihat majikannya sudah datang, Ira segera beranjak dari kursi dan hendak memanggil Luna.
"Biar saya panggilkan non Luna,"
"Tidak perlu, Ra." Ethan mencegah dan mendudukkan diri di kursi meja makan. "Biar saya makan sendiri saja."
"Tapi, Tuan. Sejak tadi non Luna sudah memberi pesan pada saya jika Tuan datang, saya harus membangunkannya."
"Biarkan! Mungkin dia lelah, nanti saya sendiri yang membangunkannya." Ethan mengambil makanan dan segera memakannya, karena dia juga merasan lapar.
"Dia masak sebanyak ini, pasti dia sudah marah dan memilih untuk tidur ketimbang menungguku," batin Ethan sembafi makan dsn melihat banyaknya makanan.
___
Setelah selesai makan, Ethan segera ke kamar. Terlihat Luna masih tidur dengan posisi miring dan tangan di perutnya.
"Ma'af kan aku sayang. Pasti kamu menungguku sejak tadi," batinnya sembari mendekati Luna.
Cup...
Ethan mengecup kening Luna. Sontak saja wanita hamil itu terbangun karena kaget.
"Ethan!"
"Ma'af, tadi ada tamu di kantor. Aku tidaj bisa langsung pulang begitu saja," ucap Ethan dengan sendu.
Luna menghela napas, lalu mendudukkan dirinya dan bersandar di bantal.
"Yasudah, tidak apa-apa. Sekarang ayo makan, aku sudah masak banyak tadi!" Ajak Luna.
Ethan menggeleng. "Aku sudah makan."
"Kenapa tidak membangunkanku?" Tanya Luna.
Ethan mendudukkan diri di samping Luna, lalu berbaring dengan kepala bertumpu pada paha istrinya itu. "Aku tidak tega mengganggu tidurmu."
"Kenapa tidak kembali ke kantor lagi?" Tanya Luna sempari menyugar rambut Ethan.
Ethan tidak menjawab, dia malah memiringkan posisinya. Seperti biasa, dia menatap perut buncit Luna dan menciumnya. Namun kali ini dia menciumnya berkali-kali, membuat Luna geli.
"Geli ..."
"Aku sayang mereka, dan juga ibunya." Ethan kembali menciumi perut itu lalu beranjak mencium bibir Luna.
Luna yang sejak semalam menahan hasrat, membalas ciuman itu secara refleks. Perlahan ciuman Ethan beralih ke leher, telinga, dan tanganya melepas tuxedonya.
"Kenapa dilepas?" Tanya Luna dengan menaikkan alisnya.
"Aku menginginkan mu sekarang," jawab Ethan dengan tatapan intens. Perlahan dia kembali menciumi leher istrinya lagi dan tangannya menyusup masuk ke daster Luna. Ethan melepas kancing BH, lalu melucuti dater istrinya itu hingga kini hanya mengenakan celana dalam.
"Bercinta di siang hari," gumam Luna.
"Tidak masalah," sahut Ethan, lalu menciu bibir Luna lagi dengan tangan yang tak diam. Kini tangannya mengelus perut istrinya itu.
Luna melepas kancing kemeja Ethan sembari menikmati sentuhannya. Napasnya mulai memburu dan tak teratur, dia mulai mendesah sembari meraba dada bidang yang perlahan mengukung tubunya. Ya. kini Luna sudah rebahan dengan posisi Ethan mengukung tubuhnya.
"Apa kamu menginginkannya juga?" Tanya Ethan sembari menatap intens wajah Luna yang cantik natural. Jempolnya mengusap lembut bibir istrinya yang sudah menjadi candu dan menu favoritnya selain makanan.
Luna mengangguk dengan nafas tak terkontrol lagi. "Sangat ... bahkan sejak semalam."
Ethan tersenyum puas, lalu mencium kembali bibir pink Luna denan tangan yang tidak sabaran melepas kemejanya. Luna juga tidak tinggal diam, tangannya nakal melepas ikat pinggang Ethan dan kancing celananya.
"Ahhh ..."
Desahan itu yang selalu Luna lontarkan saat Ethan perlahan menciumi bagian dada, perut, hingga ke bagian intinya.
"Jangan terlalu banyak bermain ... lakukan sekarang!!" seru Luna.
Dengan tidak sabaran, Ethan melepas kemeja dan celananya. kini, dia juga naked seperti Luna.
"Ini ketiga kalinya kita bercinta," ucap Ethan sembari melepas CD Luna.
"lama-lama tidak akan terhitung lagi ..."
Ethan mencondongkan tububnya di atas Luna. "Aku akan ketagihan."
"Aku juga." Luna tampak sudah tidak sabar. tangannya melingkar ke leher Ethan, lalu menekannya dan mencium bibirnya.
Perlahan Ethan meyatukan miliknya juga. Merasakan kenikmatan yang tertunda semalaman, karena rasa gengsi Luna dan ketidak pekaan nya.
Adegan panas itu berlangsung hingga satu jam lebih, Luna yang lelah segera tertidur di pelukan Ethan. Mereka berdua tertidur masih dalam posisi naked dan berbalut selimut. ah, Ethan lupa mesti balik ke kantor lagi. Karena makan siang di rumah itu berlanjut dengan makan siang di ranjang.