webnovel

2. Maaf

Dari sorot mata Lily, semua yang melihatnya juga tahu jika Lily sedang gugup. Bibirnya pucat sembari dipaksakan tersenyum.

Ini bukan pertama kalinya bagi Lily masuk ke ruang BK sebagai siswa pelanggar aturan. Lily hanya benar-benar masih merasa bersalah tentang malam itu.

Bagaimana jika Angkasa masih menyimpan dendam padanya tentang kejadian malam itu? Semoga Angkasa lupa dengan wajah Lily. Angkasa pasti juga tidak tahu nama gadis yang melukainya malam itu adalah Lily.

"Baiklah. Baru kali ini ya Angkasa terlambat dan ibu periksa, semenjak pindah ke sekolah ini kamu belum punya catatan buruk." Terang Bu Santi yang duduk dihadapan kedua anak didiknya ini. Angkasa mengangguk-anggukkan kepala menanggapi Bu Santi. Lily menatap Angkasa takjub.

Berbeda dengan dirinya, Angkasa adalah siswa teladan. Lily kira sejak pertemuan pertama mereka, Angkasa adalah salah satu most wanted, tapi melihat penampilan Angkasa yang sekarang Lily tahu penyebab Angkasa tidak populer.

"Dan Lily. Ibu kira kamu sudah tobat. Beberapa hari ini udah adem ayem banget disekolah, kenapa sekarang kumat?"

"Khilaf bu." Jawab Lily sambil meringis. Bu Santi hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil memutar bola matanya malas. Segala hukuman dari yang ringan sampai berat sudah pernah Bu Santi berikan pada Lily, tapi tidak ada yang manjur.

"Ibu mau lihat rambut kamu rapi sebelum masuk kelas." Bu Santi memperingatkan karena rambut Lily sudah seperti singa sekarang.

"Siap Bu." Ujar Lily sambil cengengesan. Beberapa hari ini Lily sudah tenang, Bu Santi bisa sedikit bersantai. Tapi sepertinya sakit kepala Bu Santi akan kambuh.

"Ya sudah, sekarang kembali ke kelas dulu. Ibu fikirkan dulu hukuman untuk kalian." Bu Santi memutuskan untuk memikirkan dulu hukuman yang tepat untuk mereka berdua.

"Yes. Jangan kelamaan mikir ya bu. Saya gak mau punya utang." Ujar Lily bersemangat, setidaknya untuk saat ini Lily bisa terbebas dari hukuman.

Lily segera keluar berjalan dengan cepat, mengabaikan Angkasa yang masih berpamitan dengan Bu Santi.

*

"Dasar anak itu, gak ada sopannya. Jangan ditiruin ya Sa." Angkasa mengangguk paham.

"Oh iya Bu, Lily itu kelas berapa Bu?" Kalau tidak salah ingat, Lily mirip dengan gadis yang melukainya malam itu.

"Mipa 3, sebelahan sama kelas kamu. Udah sana masuk kelas." Angkasa harus mencari tahu, Lily yang melukainya malam itu atau orang lain. Jujur saja Angkasa masih kesal atas kejadian itu.

*

Lily bersenandung riang menuju kelasnya. Suasana hatinya sedang baik, karena Bu Santi sedang menunda hukumannya dan Angkasa yang terlihat tidak mengenali wajahnya.

Lily berhenti melangkah, mengingat penampilan Angkasa malam itu dan hari ini. Kenapa sangat berbeda?

Malam itu Angkasa terlihat stylish dan tampan walau hanya dengan celana jeans dan hodie hitam.

Sedangkan Angkasa yang tadi memakai seragam dengan kancing yang full sampai atas. Bahkan hanya dengan membayangkan Angkasa yang sekarang, Lily bergidik geli.

Lily melanjutkan perjalanan ke kelas sebelum gurunya masuk dan menghukum Lily untuk menyelesaikan pertanyaan yang jawabannya tidak ada di otak Lily.

*

"Eh Yul, lo tau? Gue udah ketemu sama si Angkasa." Kata Lily sambil menyeruput es teh milik Yuli, karena miliknya sudah tandas.

"Serius? Yang lo lempar pasir? Kapan?" Yuli yang tadinya sibuk memakan bakso langsung memperhatikan Lily seksama, kepo.

"Iya, tapi untungnya dia gak ngenalin gue. Gue ketemu dia tiga? Bukan, dua hari yang lalu. Pas gue telat. Bu Santi juga tumbenan belum ngasih hukuman ke gue pas telat kemaren."

"Beneran deh. Gue penasaran sama Angkasa yang lo maksud." Ujar Yuli ingin tahu siapa Angkasa yang terus di ceritakan temannya ini.

"Itu orangnya, yg barusan masuk kantin." Tunjuk Lily menggunakan sendok baksonya. Yuli mengikuti arah yang ditunjuk oleh Lily.

"Yang culun tuh? Yang masuk bareng Ketos?" Tanya Yuli, mengarah pada satu laki-laki yang berjalan berdua dengan Doni, si ketua osis baru.

"Yap." Tanggap Lily cepat. "Bisa jadi selama ini gue udah berpapasan beberapa kali sama dia. Soalnya gue awalnya juga gak ngeh kalau itu dia. Malam itu dia keliatan ganteng sumpah. Kalau yang sekarang kayak cupu gitu." Tambah Lily.

Tanpa mereka sadari orang yang sedang mereka bicarakan datang kearah mereka, saat Lily dan Yuli sibuk dengan dunia mereka.

"Kita boleh duduk sini?" Izin Doni yang sudah membawa bakso dan es teh sama halnya dengan Angkasa. Lily menaruh sendoknya ke meja dengan keras, sebuah tanda penolakan.

"Boleh kok." Ucap Yuli cepat-cepat sambil menunjukkan senyum termanisnya yang menurut Lily sangat menggelikan.

"Boleh Ly?" Serius? Doni bertanya pada Lily? Bukankah sudah jelas dengan menunjukkan muka sinis artinya Lily tidak senang dengan kehadiran mereka. Bahkan masih banyak meja kosong lainnya.

Yuli yang merasa dicuekin hanya bisa menabahkan hatinya. Bagaimanapun juga, Doni dari dulu selalu mengejar Lily.

"Berat nih." Lily berdecih, masa iya laki-laki yang hampir dewasa tidak bisa menahan beratnya semangkuk bakso? Mari kita lihat seberapa lama dia akan terus berdiri didepan Lily.

Lily menghitung mundur.

5

4

3

2

1

"Duduk." Setelah Lily mengatakannya Doni buru-buru mengambil tempat disamping Lily, sedangkan Angkasa disamping Yuli.

"Hai, baru lihat. Nama kamu siapa?" Sapa Yuli pada Angkasa.

"Angkasa. Baru pindah kesini awal kelas dua." Ah, ini sebabnya Yuli masih asing dengan informasi Angkasa. Lily yang memperhatikanpun hanya mengangguk-anggukkan kepala.

Sudah dua hari semenjak pertemuan mereka saat terlambat, tapi sepertinya Angkasa tidak menunjukan bahwa dirinya mengingat Lily.

Lily yang hendak melanjutkan makan terkejut begitu Doni merangkulkan tangannya kepundak Lily.

"Cantik kan Sa? Pacar gue?" Lily melotot tidak terima dan mencoba melepaskan rangkulan Doni. Doni yang lebih kuatpun akhirnya membuat Lily menyerah.

Doni mendekat dan berbisik ke telinga Lily. "Jangan kasar ke gue. Kalau gak mau foto ini kesebar." Lily sekali lagi melotot melihat foto di hp Doni.

Lily menyambar hp Doni dan segera menghapus foto itu. "Lo kira gue gak punya cadangan? Di flashdisk misalnya?" Lily berdiri dengan cepat kemudian menampar pipi Doni sekuat tenaganya dan mengambil segelas es teh penuh dimeja. Menuangkannya tepat diatas kepala Doni yang masih terkejut karena ditampar.

Yuli yang sedari tadi sibuk makan hanya bisa tercengang dengan apa yang dilakukan Lily pada pujaan hati hampir seluruh siswi di sekolahnya. Bisa-bisa Lily kena bully. Angkasa yang dari tadi diam menyimak apa yang terjadi, langsung berlari mengikuti Lily.

Doni menatap kepergian Lily sambil menahan sakit di pipinya. Yuli? Mendapat bakso tambahan gratis milik Angkasa yang belum disentuh dan Lily yang masih separuh.

*

Lily pergi dengan kemarahan yang memuncak. Lily membiarkan kakinya menuju kemanapun akan membawanya.

Saat pikirannya penuh dengan pertanyaan dan umpatan, seseorang memegang tangannya. Menghentikan langkahnya yang tak tentu arah.

"Gue bilang tunggu." Angkasa terengah-engah mengejar Lily.

"Apa?" Tanya Lily masih penuh dengan rasa marahnya.

"Lo utang maaf ke gue."

"Maaf? Tentang?" Lily tidak merasa punya kesalahan pada Angkasa, kecuali kejadian malam itu. Apa Angkasa mengingatnya?

Lily memanglah urakan dan sulit diatur, tapi dia akan terus merasa bersalah saat melakukan kesalahan pada orang lain. Benar juga, kesalahan malam itu bagi Lily sangatlah fatal. Lebih baik Lily meminta maaf lagi sekarang, supaya hatinya segera tenang.

"Gue minta maaf banget, soal kejadian malam itu?"

"Malam itu?" Angkasa membeo. Angkasa mengernyit, jadi benar bahwa Lily yang melempar pasir padanya.

"Yang waktu gue lempar pasir. Gue minta maaf sebesar-besarnya." Angkasa terkekeh.

"Gue gak bilang soal malam itu, sebebernya gue juga gak yakin kalau itu lo. Makanya gue diem, ternyata beneran lo." Lantas soal apa? Lily mengernyit tidak mengerti.

"Minta maaf ke gue. Lo tadi pake es teh gue buat nyiram Doni." Lily memutar bola matanya malas. Hanya karena itu Angkasa mengejarnya sejauh ini? Lily tak habis fikir.

"Kan lo bisa ambil punya gue dimeja." Lily sudah sangat pusing sekarang. Kenapa Angkasa malah menambah pusingnya dengan masalah sepele.

"Punya lo udah habis." Benar juga, bahkan tadi Lily sesekali menyeruput milik Yuli.

"Terus? Gue beliin lagi?" Lily hendak melangkah menuju kantin lagi, tapi dengan cepat Angkasa menarik kerah belakang Lily. Rambut Lily yang panjang sebagian ikut tertarik.

"Eh cupu, sakit!" Angkasa yang dipanggil begitu hanya bisa cengo, buru-buru melepaskan Lily. Omongan Lily terasa pedas ditelinganya.

"Udah mau masuk, gak cukup waktu. Lagian lo yang banyak salah ke gue, kok lo berani ngatain gue cupu?!" Ungkap Angkasa sedikit tidak terima.

"Lha emang cupu!" Angkasa menahan tangannya yang ingin melayang memukul seorang gadis. Angkasa tersenyum tulus.

"Apaan? Cepet!" Lily melipat tangannya jengah.

"Gue cuma mau minta lo jangan marah. Gue emang gak tahu masalah apa yang lo hadapin sekarang. Jangan marah, itu ngerugiin diri lo sendiri." Entah kenapa Lily merasa terhipnotis oleh kata-kata Angkasa. Kemarahan Lily menguap dan pergi begitu saja.

Kriiing!

Bel masuk berbunyi, menyadarkan Lily dari lamunannya. Lily mengela nafas berat dan tersenyum.

"Oke, gue udah gak marah." Tanpa aba-aba Angkasa mengelus lembut rambut panjang Lily. "Good."

"Tapi buat yang malam itu gue belum maafin lo." Lily langsung menepis kasar tangan Angkasa yang bermain di rambutnya.

Lily tidak bisa marah lagi, tapi Lily masih bisa mengerjai Angkasa. Lily maju selangkah mendekat pada Angkasa, terus maju sampai sepatu mereka bertemu.

"Lo mau apa?" Tanya Angkasa khawatir saat Lily meraih tengkuknya dan menariknya mendekat.

"Coba tebak." Lily berjinjit mencoba mencapai tinggi Angkasa. Angkasa diam membeku ketika Lily mendekatkan wajah mereka.

Lily tersenyum miring saat Angkasa tak berkutik. Lily mendekatkan bibirnya ke telinga Angkasa.

"Kotor." Satu kata itu membuat Angkasa berhasil kembali menguasai dirinya. Dengan cepat Angkasa mendorong Lily menjauh darinya.

"Pikiran lo jorok ya?" Lily tertawa puas melihat wajah Angkasa memerah menahan marah sekaligus malu.

Tanpa memedulikan Lily, Angkasa melangkah pergi meninggalkan Lily. Lily yang merasa ditinggalkan segera menyusul Angkasa yang berjalan mendahuluinya.

"Eh tungguin dong, kelas kita kan sebelahan. Gitu aja ngambek." Lily berlari mensejajarkan jalannya dengan Angkasa.

"Ngomong-ngomong lo ganteng banget lho pas malem itu. Kok sekarang cupu?"

"Ssst, jangan bilang siapa-siapa. Rahasia." Angkasa menutup mulut Lily dengan tangan kirinya dan tangan kanannya mengalungi leher Lily bermaksud pura-pura mencekik.

Lily mengangguk-anggukan kepalanya paham. Bernafas lega saat Angkasa melepaskan belenggunya. Lily kembali berjalan disamping Angkasa.

"Berarti es teh dimaafin?"

"Hm."

"Yess, ngatain cupu?"

"Iya."

"Yang lempar pasir?"

"Gak sekarang."

"Yaaah.. Foto cewek didompet pacar kamu kan?"

"Bukan."

"Iya aja ih. Biar jadi rahasia kedua."

Angkasa akan membiarkan Lily berterus terang tentang masalahnya nanti. Sekarang Angkasa merasa cukup dengan Lily membali tersenyum.

Seakan lupa rasa kesalnya terhadap Lily malam itu, satu getaran aneh terus muncul saat melihat Lily tersenyum.

Lily merasa nyaman bersama Angkasa. Padahal pertemuan mereka dapat dihitung dengan jari.

Memang benar, jika nyaman bisa didapat dari mana saja. Bahkan dengan orang yang baru pertama kali kalian temui.

*

Siguiente capítulo