"Cillya, buruan makan nasinya. Udah ngembang tuh," omel Nyonya Bos alias nyokap gue.
Gue tersentak sejenak, menatap piring di depan yang masih penuh. Benar, ternyata nasi gue udah ngembang aja.
"Lagi galau tuh, Ma," sambung Cilla, ade perempuan gue.
Mama gue tersenyum iseng menanggapi Cilla. Mungkin setelah ini, perbullyan terhadap anak tengah akan dimulai.Nyokap gue yang masih menggunakan celemek itu ikut duduk di meja makan. Bukan di atas mejanya lho ya, maksud gue di kursi meja makan.
"Lagian kamu kenapa sih bisa putus sama Si Peter? Padahal mama suka loh sama dia. Baik anaknya. Mantu idaman." Nyokap gue mengedipkan sebelah matanya.
Gue cuman bisa tersenyum kecut. Sekecut keringat orang setelah lari marathon 42,195 km.
"Dia mau tinggal di sana Ma. Ga di Indonesia," jelas gue. Lagi lagi alasan ini yang gue beritahu. Memang ini juga kan yang kemarin Peter bilang ke gue.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com