Tapi aku tidak mengerti, kenapa Bu Dewi sampai hati lempar amplop gaji ke wajah Mbak Tini. Selama ini aku memang jarang ngobrol sama Mbak Tini, selalu ada Yani yang di dekatnya. Jadi aku tidak pernah tahu bagaimana nasib Mbak Tini selama bekerja di sini.
"Sudah tenang Mbak Tini?" tanyaku lembut, meskipun saat ini sudah berhenti menangis, tapi masih ada nafasnya yang tersengal.
"Sudah terimakasih Nimas" ucapnya lalu menghela nafas panjang.
"Jika kau sudah tenang kau bisa bercerita kepadaku, siapa tahu perasaanmu jadi lega. Tapi kalau kamu tidak mau bercerita juga tidak apa-apa, yang penting Mbak Tini jangan menangis lagi. Nanti aku jadi ikut sedih"
Aku masih tetap mengelus punggung Mbak Tini, aku juga menyodorkan tisu supaya ia menyeka air mata dan keringatnya.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com