webnovel

BAB XXII Ular Naga  

HHH!! ....... HHHHH!!! ....... HHHHHHH....

Napas berat terus terulang lewat mulut Pieterzcoon selagi ia berjalan compang-camping menuju kudanya yang ada di pinggir sungai.

"Pieter..., kemana kau mau pergi? Kastil mu masih disini, kami tak akan melakukan apapun padamu!"

"HHH!! .... HHHH!!! ..... DIAM!!! ..... DEKKER, INI SEMUA KARENA KAU, PENGACAU!!"

Kelima sosok petarung itu terhenti di samping Dekker selagi melihat sosok compang-camping sang gubernur jendral.

"Pieter...."

Sang kakek terhenti selagi wajahnya memuram, suaranya tak lagi bisa terdengar oleh hati sang gubernur. Bak membatu hati sang gubernur yang dipenuhi oleh ambisi untuk menaklukan itu tak bisa mendengar suara hati sang kakek Dekker lagi.

Sambil terus sempoyongan Pieterzcoon terus berjalan di pinggiran sungai bersebrangan dengan keenam petarung Pitung. Tujuannya adalah kudanya, kuda yang dengan tenangnya berdiri di pinggiran sungai yang airnya telah memerah kehitam-hitaman itu, selagi terus meneguknya.

Kuda itu terus meneguk air merah kehitam-hitaman itu selagi Pieterzcoon terus mendekat dan hal itu tak mengganggu Pieter sama sekali. Bahkan sampai Pieter disampingnya, tanpa berpikir panjang Pieterzcoon langsung menungganginya dan menarik pelananya untuk segera kabur dari tempat itu. Dan sontak hal itu mengkagetkan sang kuda...

"HIIIEEE...!!!"

Kepala sang kuda tertarik, dan itu membuat sang kuda berdiri tegak.

"Hah? ayo jalan kuda bereng..."

"sialan...,"

Sang kuda menoleh pada sang penunggang.

Lalu dengan sekali hentak ia menjatuhkan sang penunggang dari punggungnya dan berbalik menghadapnya.

"JANGAN GANGGU SESEORANG YANG SEDANG MINUM DENGAN NIKMAT, BERENGSEK!!!"

Teriak kuda itu.

Wajah Pieterzcoon tersentak kaku, matanya tak henti-hentinya terbelalak di antara uraian rambut berantakannya. Tak sepatah katapun dapat keluar dari mulut Pieterzcoon setelah melihat sang kuda berteriak memaki dirinya.

Kemudian sang kuda berjalan mendekati Pieterzcoon perlahan dan menurunkan pandangannya hingga setara dengan pandangan Pieter dan hendak melakukan sesuatu, namun....

"HENTIKAN!! SIAPA KAU ... IBLIS?"

Tiba-tiba teriakan tanya keraguan Dekker itu menghentikannya dan membuat ia memalingkan wajahnya ke sebrang sungai.

Terlihat ke lima sosok petarung dalam keadaan siaga, namun mereka masih menahan diri karena sang kakek di kursi roda itu merentangkan satu tangannya untuk menghentikan yang lain.

Ujung bibir sang kuda menyeringai, lalu tanpa memalingkan pandangannya dari para petarung itu sang kuda berteriak pada seseorang.

"HOIII MESPHITO, JANGAN HANYA TIDUR DISANA!! BUKANKAH SEHARUSNYA KAU YANG HARUS BERURUSAN DENGAN MEREKA, PARA MANUSIA..."

"Mesphito?!!"

Mendengar nama itu segera membuat Dekker teringat akan suatu kejadian, kejadian tragis yang pernah merenggut nyawa sahabatnya.

Tetapi suasana tak membiarkannya berpikir lama, tiba-tiba sebuah mayat kembali bergerak dan segera menjadi pusat perhatian baru.

"Ugh!! ... Akhh!!"

Mayat itu bergerak selagi mengeluarkan suara yang sedikit kesakitan. Mayat serdadu yang memiliki lubang tepat di jantungnya karena menjadi tameng bagi sang putra sulung Pieterzcoon saat ayahnya meletupkan peluru pertama malam itu.

Sang serdadu yang telah dilepaskan oleh Anna dari perjanjiannya dengan sang iblis yang dapat merubahnya menjadi monster kelelawar berbalutkan es di kulitnya.

Schluzt, itulah sebutan serdadu itu. Namun entah mengapa ia yang seharusnya telah kehilangan nyawanya malah berdiri dengan kedua kakinya seakan tak terjadi apa-apa.

"Eghmm..., ahh berisik sekali kau itu"

"CEPAT JELASKAN PADA MEREKA MESPHITO!!"

Prok... Prok... Prok...

Schluzt berjalan mendekati sang kuda dan si gubernur jendral yang hanya bisa terdiam dalam wajah penuh kebingungan itu.

"Em..., begini... namaku adalah Mesphitopheles, dan si kuda cerewet di sana adalah rekanku Barbatos, salam kenal kalian semua"

Pria yang dulu dipanggil Schluzt itu, mengaku bahwa ia adalah Mesphitopheles. Seraya ingatan pahit menyerang Dekker, membuat wajahnya menjadi pahit dan semakin waspada dan marah pada sosok pria itu.

"Kauu...! Kau, Mesphitopheles ... aku mengingat mu dengan jelas! Aku ... tak akan melupakan apa yang telah kau lakukan!!"

Dengan napas berat dan kegeraman yang tergambar jelas di wajahnya Dekker berusaha mengatakan itu meskipun sangat berat baginya untuk dikatakan.

Namun, Mesphito hanya membalasnya dengan lirikan sesaat lalu menghiraukannya selagi berjalan kearah sang gubernur.

"Selamat malam Pieter, gubernur jendral VOC yang berhasil menaklukan kota dagang Jayakarta dan merombaknya menjadi Batavia yang megah. Lalu... apa kau ingat itu semua karena siapa?"

Nanar matanya tak kunjung berhenti, namun karena merasakan tekanan rasa takut sang gubernur itu segera membalas.

"iya iya, aku ingat! Tak lain itu semua karena kekuatan yang kau berikan Tn. Mesphito, sang iblis pembuat perjanjian Mesphitopheles, semua karena mu!"

"Hmm... pintar, lalu?"

"...eegh,..."

Kepanikan tergambar jelas sekali lagi di wajah Pieter yang kesulitan menjawab. Jelas ia tak mengerti apa yang dimaksudkan sang iblis.

"Em..., bukankah ada hal yang harus kau katakan lagi Pieter?!"

"...eh..., iya itu ... kenapa perjanjian tiba-tiba tak bekerja Tn.? Bukankah aku sudah memberikan korban yang setimpal?"

"Lalu?"

"Kenapa kekuatan yang kau berikan menghilang tiba-tiba?"

"Kenapa...? apa tak boleh aku mengambil yang merupakan milik ku kapan pun ku mau?"

Mendengar jawaban itu bagaikan tersengat tegangan listrik wajah Pieter terhenti sejenak. Lalu, ia mulai bersikeras.

"Apa maksud mu iblis? Bukankah aku sudah memberikan persembahannya? Bukankah aku sudah memberikan nyawa anak ku? Apanya yang mengambil milik mu kapan pun kau mau, hah? Bukankah itu curang?"

"... hoo, begitu? Kau tak terima ya. Baiklah, biar ku luruskan dulu pemikiran mu itu"

Seraya mendekat senyum lebar sang iblis tergambar jelas di hadapan Pieterzcoon.

"...?"

���Pertama, aku memerintahkan mu untuk mengorbankan hal yang kau cintai. Namun, kau malah mengorbankan putra sulung mu meskipun sedikit rasa cinta mu padanya tak pernah ada...

Kedua, kata-kata yang aku harapkan keluar dari mulut mu seharusnya bukanlah keluhan seperti ini. Tetapi, yang seharusnya kau katakan adalah 'terimakasih atas kemurahan hati mu Tn. Iblis, untuk itu silakan ambil nyawa tak berharga ku ini sebagai bayarannya'...

Dan yang ketiga, apa kau benar-benar ingin mengeluh karena kami curang? Tidak tahukah kau kalau iblis selalu curang? Hihi... hihihihi... hihihihihihihihihihihihi...."

"Bwahhaa hahaha haa haahhaha!!!"

Tawa kedua iblis itu terus terulang dengan di depan Pieterzcooon yang terdiam tak mampu berkata-kata apa-apa lagi. Menyadari posisinya yang benar-benar tak berdaya itu Pieter segera membulatkan tekadnya. Ia harus lari dari sini, kabur sejauh-jauhnya entah dimana. Terus lari untuk setidaknya bisa bertahan hidup.

Namun, tepat saat ia hendak membalikan badan.

Ctak!!

"Mau kemana kau bangsat? Kau mau pergi tanpa membayar hah?"

Sol sepatu sang kuda menginjak kain bajunya, membuatnya tak bisa kabur dari tempat itu. Lalu, seketika itu mulut sang kuda terbuka lebar-lebar dan menggigit habis seluruh kepala hingga lehernya. Meninggalkan tubuh buntung dengan darah yang masih memancur seperti air pancuran taman.

"TIDAK, PIETER!!!"

Teriak Dekker tak tertahan dari mulutnya, namun mengetahui lawannya adalah sang iblis ia memutuskan tak untuk diam tak menyerang selagi menelan kepedihan itu.

Krcchh!! Krchhh!! Krcchh!!

Berulang kali mulut sang kuda mengunyahnya selagi terus membiarkan darah segar mengucur dari mulutnya tanpa meminumnya.

"Barbatos~!"

"Apa? Kau terlalu lama untuk mengambil nyawanya, kalau aku tak mengambilnya pasti dia akan kaburkan?"

"Akh, terserahlah lagi pula masih ada satu agenda lain yang harus kita lakukan"

Seraya berbalik sang iblis Mesphitopheles berjalan kearah jembatan. Di sana terbaring seorang mayat pria muda berrambut pirang, putra sulung dari sang gubernur jendral Pieterzcoon yang telah meninggal.

"Apa yang hendak kau lakukan iblis?"

"Emm..., yang hendak ku lakukan... yang hendak kulakukan ya?"

Jawab sang iblis dengan mengulang-ngulang kata-katanya layaknya orang yang tak memahami pertanyaan. Lalu lanjutnya...

"Pernahkah kalian mendengar 'ular naga'?"

Sang iblis masih berjalan perlahan kearah mayat Meleonarch selagi berbalik menghadap para petarung dan melanjutkan penjelasannya.

"Makhluk mistis yang memiliki tubuh raksasa, ganas dan rakus, dan konon... dapat memilit dunia, De Jormungand!"

Mata sang kakek segera menanar, namun tetap tak berdaya dan hanya mampu terdiam mendengarkan.

"Mitologi Yunani mengatakannya dilahirkan di neraka dan merupakan anak dari sang dewa licik Loki, namun itu tak seluruhnya benar! Biar ku tunjukan kalian sesuatu yang menarik..."

Selesai mengucapkan kata-kata itu Mesphito berbalik dan berjalan sambil melompat-lompat kecil kegirangan.

"APA YANG MAU KAU LAKUKAN IBLIS!! HENTIKAN SEKARANG JUGA!!"

Blaaaarrrrhhh!!!

Terhenti segera, derap langkah para petarung-petarung yang hendak berlari menghentikan tindakan Mesphito segera terhadang sang kuda yang tiba-tiba melompat dan menghadang mereka dengan cepat.

"He he, dari titik ini kalian tak boleh lewat, mengerti!"

Wajah masam menahan keputusasaan tergambar di wajah para petarung, namun yang mereka hadapi adalah sang iblis. Roh yang telah mati, sang penghuni neraka sang iblis.

Lalu, Mesphito melanjutkan penjelasannya selagi berdiri di hadapan mayat Meleonacrh yang terkapar lemas tak bernyawa.

"Kedengkian, Kemarahan, Ambisi, Dendam, Ketamakan, jiwa anak muda ini begitu kental dengan emosi negatif. Membuatnya cocok sebagai wadah kelahiran ular naga baru!"

Kembali berdiri tegak Mesphito membalikan badannya sebelum selanjutnya meneruskan kata-katanya.

"Dan untuk tambahan yang terakhir, jantung seorang pendosa!"

Seraya mengulurkan tangannya, sebuah jantung segar segera terbang ke telapak tangan Meleonarch. Jantung segar dengan empat buah artilerinya itu tak lain adalah milik sang serigala hitam Morteas.

Di samping gerbang besar Kastil Batavia yang terbuka, Morteas yang menyadari lubang besar di dadanya hanya bisa terbelalak selagi menumpahkan darah dari mulutnya sebelum kemudian tumbang.

Plugh!

Jantung itu Mesphito jatuhkan tepat di dada mayat Meleonarch. Lalu seraya dengan itu langit menjadi mendung bergemuruh, petir yang menyambar-yambar terlihat jelas menyala di awan mendung.

Kemudian menyambar...!

Petir putih, seperti kilatan awan diikuti dengan petir merah, petir hitam, lalu petir coklat, terus menerus bergantian menyambar mayat tak bernyawa Meleonarch. Hingga menimbulkan kepulan asap tebal, menutupi mayat Meleonarch.

Lalu segera terdengar dari dalam kepulan asap tebal itu, suara deruan suatu makhluk yang asing bagi para petarung. Deruan yang menggelegar dengan pelan, namun kedalaman deruan itu sungguh menusuk telinga setiap orang yang mendengarnya.

Asap mulai menipis, sesosok naga putih terlihat melingkarkan lehernya. Naga putih seukuran gajah muda itu menggulung tubuhnya layaknya seekor ular yang memiliki empat buah kaki. Matanya beriris tajam dengan warna biru cerah. Selagi menjulurkan lidahnya kepalanya bergerak seakan mencari sesuatu.

Kemudian seketika, sebuah tembakan sinar hitam hijau kebiru-biruan meluncur lurus dari mulut sang naga muda. Lurus seperti sebuah garis sempurna menembus hutan seakan mengincar sesuatu.

"Putri!!"

Segera Dekker menyadarinya, sang putri esok. Sosok yang mampu menghapuskan perjanjian iblis. Mungkinkah sang putri juga dapat mengganggu bagi eksistensi sang naga? Kemungkinan itu ada!

"Herman!"

Teriak Akno pada rekannya yang muncul dalam wujud gumpalan darahnya.

"Ya, aku akan kembali ke tubuh ku!!"

Akno mengangguk atas pemberitahuan Herman sebelum kemudian gumpalan darah itu lenyap terkikis udara kosong dan bersamaan dengan itu armor tulang tebal Akno runtuh dari tubuhnya.

Tanpa Herman Akno tak mampu menggerakan armor tebal nan berat itu sendirian. Namun situasi di depannya tak bisa ia biarkan begitu saja. Makhluk itu merupakan eksistensi yang mengancam kelangsungan umat manusia. Segera Akno pun berlari menyerang sang kuda di depannya dengan seruan semangatnya.

Bersamaan dengan langkah yang di ambil Akno, para petarung lain segera mengaktifkan anugrahnya.

Pito dengan bukunya yang melayang segera menyerang kesadaran Mesphito melalui gelombang yang ia tembakan. Lalu Daisy dan Ron segera melompat dan meluncur kearah sang naga yang terus menerus menembakan sinar hitam hijau kebiru-biruan itu .

Juga puluhan akar segera tumbuh dari tanah.

Namun, lawan mereka adalah sang iblis.

Gelombang yang ditembakan Pito mengenai kepala Mesphito dengan telak, dan hal itu membuat kepala Mesphito tersentak seperti tertabrak suatu projektil. Namun itu belum cukup, sang iblis segera kembali ke kesadarannya dan dengan cekatan ia melompat beberapa meter ke udara dan menangkap kaki kedua petarung yang hendak menyerang sang naga.

Segera akar hidup Dekker memberikan pertolongan untuk kedua petarung itu, namun akar-akar yang menjalar dengan cepat segera di hempaskan oleh Mesphito dengan satu kakinya yang menimbulkan tekanan angin yang kuat.

"Kalian, TAK AKAN KUBIARKAN KALIAN MENGGANGGU SANG NAGA!!"

Teriakan Mesphitopheles melengking bersamaan dengan dilemparnya kedua petarung yang ia tangkap kakinya tersebut ke arah Kastil.

WOOSH!!

Lalu tepat setelah ia melemparkan kedua petarung itu, selagi ia melayang di udara ia menyilangkan tangannya dengan membentuk suatu simbol dengan jarinya.

Simbol yang ia bentuk itu menekuk jari kelingking dan jari tengahnya, bersaman dengan ibu jari yang menekan kedua jari itu. Meninggalkan dua jari lain terbuka lurus keluar.

Dilain sisi Akno yang hendak menerbangkan tinjunya segera terhantam kaki depan sang kuda. Namun itu tak berakhir begitu saja. Dengan tubuh seekor kuda, sang iblis Barbatos menghajar Akno habis-habisan dengan kedua kakinya, dan dengan hentakan terakhir ia melemparkan Akno ke dinding tebal Kastil Batavia.

Brugh!!

Mata Akno masih terbuka, semangatnya masih belum hilang. Namun segera ia menyadari ke empat petarung lain telah dilumpuhkan di dinding yang sama. Mereka menempel tanpa bisa bergerak sedikit pun seperti terdorong suatu tekanan tak terlihat.

"Akno,... menyingkir!"

Dengan susah payah Dekker memberitahu Akno yang segera menanggapinya. Namun itu terlambat, segera tekanan yang sama menekan Akno ke tembok dengan kekuatan berlipat-lipat, membuatnya tak bisa bergerak meskipun ia memiliki kekuatan yang melebihi dari ke enam petarung lainnya.

§

Di sisi hutan, Herman yang kesadarannya telah kembali ke tubuhnya. Membuka matanya segera, namun matanya masih berkunang-kunang.

Suara sinar yang melesat itu masih terdengar di telinganya, seperti angin puting beliung yang lewat dengan kencang.

Lalu perlahan pengelihatannya mulai kembali normal, dan saat itu ia menyadari kalau tempatnya saat ini sebenarnya masih tak terlalu jauh dari lokasi pertarungan dengan kedua iblis itu.

"Nn. Lily!! Aaah tidak, Nn. Lily!!"

Potongan pepohonan itu masih menyisah bara di dalam kayunya bersamaan dengan sinar hitam hijau kebiru-biruan yang terus di tembakan. Lalu, tepat saat ia menolehkan pandangannya ke target dari tembakan itu, diiringi tangisan penuh kekhawatiran Anna mimik wajah Herman seketika berubah. Bergegas ia bangkit menuju sosok wanita yang ia sayang.

"Lily!!"

Siguiente capítulo