webnovel

BAB XIV Yang Bersinar Terang  

Mendengar suara melengking Vannesia membuat Bastion berhenti dari gerakkan membabi butanya.

"Va . . nnesia?!"

Perlahan Bastion mengarahkan pandangannya pada gerbang besar Kastil Batavia yang hancur terbakar. Dilihatnya sosok sang adik perempuannya sedang terkapar lemas dengan pipi yang menghitam dalam wujud serigalanya. Bastion pun mulai berjalan perlahan menghampiri adiknya itu selagi menggumamkan namanya.

"hah ... mau kemana kau kak?? Tidak, kau tak boleh menyerang gadis itu kak! Anna adalah milikku, kau tak boleh merebutnya juga kak!! TIDAK BERHENTI KAKAK, JANGAN REBUT GADIS ITU JUGA!!!! PERGILAH KAKAK, MENJAUHLAH DARI SANA!!! PERGI KAU SIAALLAAAANNN!!!!!!!!"

Segera dengan melihat sang kakak yang bergerak perlahan kearah Anna, Meleonarch mulai berlari dengan teriakan gemetar putus asanya. Dengan keempat kakinya bagaikan serigala liar ia berlari dengan putus asa.

Sementara keadaan semakin genting diluar, dalam diri Anna perasaan tenang dapat ia rasa. Perasaan akan keputusasaan dan kepasrahan yang sejati. Anna yang telah mencapai puncak kemampuannya untuk menahan segala teror dan segala tekanan memutuskan untuk melepaskan dirinya dari dunia. Anna menyerah pada hidupnya. Dalam hatinya Anna berkata 'ia telah kalah'.

Lalu waktu pun berhenti dan sosok sang roh penjaga muncul dihadapan Anna. Namun, tanpa merubah air mukanya Anna tak menggubris kemunculan sosok itu.

"untuk apa kau datang?"

Sosok itu memandang Anna dengan simpati mendengar pertanyaan itu.

"ku tanya untuk apa kau datang kesini?! Semua sudah berakhir, tak ada yang perlu di perjuangkan lagi, semuanya percuma. Jadi, pergilah dan biarkan aku mati di sini, aku sudah muak melihat wajah mu!"

Begitulah kata-kata dingin Anna utarakan selagi melihat mata sang roh penjaga dengan dingin. Namun, sosok wanita bercahaya itu tetap memandang Anna dengan rasa simpatinya dan mulai meneteskan air mata.

Tetapi seakan-akan tak memperdulikan air mata itu Anna terus memandangnya dengan pandangan dinginnya.

"Anna~"

"pergilah ..."

Sang sosok wanita itu mulai mengusap air matanya, lalu menjongkok dihadapan Anna yang terus mengusirnya dengan nada dingin tanpa emosi. Lalu sosok itu mengulurkan tangannya ke dada Anna dan menembus dadanya dengan menyinarkan cahaya. Namun ekspresi Anna tetap tak berubah sama sekali.

Seketika hamparan hijau membentang dihadapan Anna. Angin yang berembus di padang itu membuat ekspresi Anna terkejut tanpa kata.

Anna yang masih tak percaya dengan yang ia lihat perlahan menengadah namun langit cerah di atasnya masih tak berubah, begitu biru dan indah.

"apa ini? alam baka?"

Anna bergumam namun tak ada seorang pun untuk menjawabnya.

Sungguh hangat dan sejuk, hingga detak jantung Anna dapat berdetak dengan tenang lagi. hamparan hijau itu tiba-tiba muncul bagaikan mimpi. Namun, angin sejuk yang berembus itu terlalu nyata untuk menjadi mimpi.

Lalu terdengar mengiang sebuah suara memanggilnya dari belakangnya dengan lembut.

"Annnnaaaaa!!!"

Anna pun menolehkan padangannya terhadap suara yang terdengar nyaring meskipun terasa jauh itu. Anna pun melihat, sesosok wanita dengan pakaian sederhana sedang melambai padanya selagi memegang keranjang cucian di pinggulnya.

Sosok itu memanggilnya dengan senyuman lembut sambil terus melambai.

"eh ...?"

§

Seketika tempatnya berubah lagi di hadapan Anna yang masih menoleh kebelakang.

Kali ini danau lebar dengan air yang luas dan cakrawala segelap malam. Air itu begitu lebar hingga sejauh apapun Anna melihat tak bisa ia temukan daratan. Anna pun menoleh kebawah dan dilihatnya kedua kakinya berpijak pada air tenang tanpa tenggelam sedikit pun.

"apa lagi ini?"

Lalu Anna yang masih tertegun pada kedua kakinya disadarkan akan kehadiran seorang sosok yang telah ada entah sejak kapan di depannya. Anna pun segera mengarahkan pandangannya untuk melihat sosok itu.

"Anna, janganlah gentar ...kuatkanlah tekad mu"

Demikian kata sosok seorang pria di depan Anna itu. Selagi menunggangkuda dan menghadap kedepan membelakangi Anna, sosok itu berpijak di atas air seperti halnya Anna.

Di tangan kanan sosok itu dipegangnya sebuah keris yang ia angkat ke atas selagi tangan lainnya memegang tali pedalkudanya. Menghadap ke depan seakan menghadapi sesuatu.

Dan saat itu juga Anna segera sadar akan kehadiran satu sosok lagi di hadapan mereka. Seekor sosok hitam raksasa di kejauhan, sosok yang memancarkan aura teror yang menusuk tulang selagi berlari kearah mereka dengan empat kaki raksasanya.

Lalu seketika itukuda itu mengangkat kedua kaki depannya dan keris yang terangkat di tangan sang sosok pria itu bersinar dengan diiringi seruan sang pria.

"PACTA!!!"

...

"Pacta!!"

Bibir Anna tiba-tiba mengucapkan kata itu.

Tepat di tengah kedua monster serigala yang berlari mendekat dan Lili yang terlihat mengucurkan darah di kepalanya selagi menahan Shcluzt yang menyerang dalam wujud monsternya, Anna menggerakan bibirnya.

Dan seketika itu cahaya terang bersinar dari tubuh Anna, membuat tubuhnya melayang dengan sinar putih keemasan yang terpancar darikulit dan rambutnya.

"apa itu!?"

"Putri?!"

Shcluzt dan Lily berdecak sesaat melihat sosok Anna, demikian juga dengan Meleonarch dan kedua Pitung lain yang saling menopang satu sama lain di kejauhan.

Dengan cahaya yang terang, bagai tengah berada di dalam air rambut Anna melayang bergelombang selagi tubuhnya terangkat di udara.

Cahaya itu begitu terang dan mulai membangunkan Vannesia yang tak sadarkan diri.

"hah, ada apa ini? ..."

Tak bisa berdiri, Vannesia terduduk lemas melihat Sosok Anna yang bersinar selagi melayang di depannya.

Lalu seketika dengan sebuah belati putih bermotif mawar ditangannya Anna mencoret garis lurus di cakrawala, dan sebuah ledakan cahaya menyebar dari tubuh Anna meluas mengenai ke empat monster di lokasi itu.

Bruugh!!

"tidak, kenapa ini terjadi lagi!! kenapa ini terjadi lagi!!! gadis SIALAN BERANINYA KAU!!!!"

Seketika gelombang ledakan itu menghempaskan wujud monster ke empat orang VOC tersebut menjadi puluhan mahkota bunga yang bertebaran dan mengembalikan mereka kewujud manusia.

Meleonarch pun terus mengerang dengan kemarahannya di bawah rembulan malam itu.

Siguiente capítulo