webnovel

Story Empat Puluh

"Udah mau pulang?" Tanya Deren saat melihat Callista turun dari tangga.

Callista mengangguk.

"Maaf, tapi ku gak bisa anter kamu. Ada rapat setengah jam lagi, aku harus siap in dokumennya" Deren terlihat mencari sesuatu.

Callista masih berjalan pelan menuruni tangga.

"Nih, uang. Tas kamu sama hape kamu gaada kan? Jadi ini ongkos pulang" Deren mengulurkan uang saat dia berjalan mendekati Callista.

Callista menatap uang itu, lalu mendongak menatap ke Deren dengan dahi mengerut.

"Maksud kamu apa?" Callista tampak marah.

"Ini buat ongkos" Deren masih setia mengulurkan uang itu.

"Aku ga butuh uang kamu" Callista menepis tangan Deren.

"Aku tau kamu ga punya waktu, tapi kamu gak bisa bayar waktu pake uang. Kamu kira aku cewek matre?" Callista menepis Deren dan berjalan menuju pintu keluar.

"Ta!" Deren mau mengejar Callista.

Tapi hape nya berdering.

Deren pun membiarkan Callista dan mengangkat telfon nya.

Callista keluar dari rumah Deren, berjalan tanpa membawa apapun.

Tiba-tiba sebuah mobil biru tua berhenti di depannya.

Callista tau pasti itu mobil siapa.

Cowok itu keluar dari mobilnya.

"Mau pulang?" Nathan menatap Callista yang sedang terdiam, cuaca sangat panas, membuat mata Nathan menyipit karena sinar matahari.

Callista hanya diam, tak menjawab Nathan.

Nathan berjalan lewat depan mobilnya, menuju Callista.

"Callista...lo mau pulang" Suara nya berat, lembut, dan pelan.

Suara khas Nathan.

"Ayo masuk." Nathan membukakan pintu mobil.

"Engga usah. Gua bisa pulang sendiri." Callista hampir berjalan meninggal kan Nathan.

Tapi di cegah oleh Nathan.

"Ayo. Gua gak mau nanti ada apa-apa sama lo. Dan...tas lo ada di gua, hape lo, uang lo, dan barang yang ada di tas lo itu." Nathan tersenyum tipis.

Callista menengok, menatap ke Nathan.

"Kalo lo mau semua itu balik, lo harus mau gua anterin pulang" Nathan tersenyum lebar-merasa menang.

Callista tampak berpikir, lalu menuruti ucapan Nathan. callista masuk ke mobil Nathan.

Mereka berjalan meninggal kan tempat mereka bertemu itu.

Sedangkan di balkon rumah Deren. Ada Deren yang melihat kejadian itu dari awal hingga akhir.

Deren menghela nafas.

***

"Ta, lo darimana aja? Lo gak kenapa-kenapa kan? Lo pulang di anter siapa? Lo semaleman gak balik kenapa? Hape lo kenapa gak bisa di hubungin?" Karina langsung menyemprot dengan pertanyaan saat melihat Callista pulang.

Callista menatap Karina.

"Satu-satu bisa gak? Lo tanya udah kaya soal ujian" Callista berjalan menuju sofa.

Karina hanya tersenyum kikuk.

"Jadi?" Karina masih setia menunggu Callista membuka mulut, dengan tatapan antusias.

"Apa?" Callista menaikkan salah satu alisnya.

Karina berdecak sebal.

"Cerita...yaallah, astagfirullah. Tobat gua punya sahabat kaya lo, Ta." Karina memasang wajah memelas.

"Apa gak kebalik? Bukannya gua yang seharusnya tobat punya sahabat kaya lo?"

"Cerita dongg..." Karina merengek.

"Kapan-kapan aja. Gua capek, gua pusing, mau istirahat." Callista bangkit lalu pergi meninggalkan Karina sendirian di ruang tamu.

Karina menatap kepergian Callista dengan raut wajah penuh kesabaran.

"Istighfar mulu gua bawaannya kalo ngomong ama lu, Ta..." Ucap Karina dari ruang tamu, namun tak di dengar Callista.

***

Keesokan, Callista sudah ada di kantor.

"Jadwal hari ini apa aja?" Deren sedang fokus ke laptop nya, sedangkan Callista berdiri di depan meja kerjanya sambil membawa berkas.

"Nanti banyak rapat, dan ada tiga partner yang akan memberi kita banyak keuntungan jika kita mau berkerja sama dengan mereka, saya sudah usahakan menyiapkan semua berkas yang di butuhkan agar tidak gagal" Callista tersenyum tipis.

"Oke, silahkan pergi" Deren tetap fokus ada laptopnya.

Callista menunjukkan ekspresi 'ha?' melihat tingkah Deren yang tak seperti biasanya.

Deren menatap Callista.

"Kenapa masih di sini?" Deren mengerutkan kening.

"En-eh-enggak. Maksud aku...em, nanti kita makan siang bareng kan?" Callista mencoba mencari topik.

"Ga bisa." Deren menatap laptop nya lagi.

Callista mulai kesal.

"Permisi" lalu meninggalkan Deren di ruangannya sendiri.

Deren yang melihatnya hanya menghela nafas.

***

"Gua punya salah apa sih? Kenapa dia cuek gitu? Apa gara-gara mabuk? Apa gua ngerepotin banget?!" Callista bertanya-tanya di sebuah kafe, dengan segelas jus alpukat di mejanya.

Callista terus berpikir, apa yang membuat Deren cuek padanya?

"Hai" Suara khas yang biasanya di dengar oleh Callista.

Callista tahu itu siapa. Siapa lagi kalo bukan Nathan.

Callista melirik ke Nathan yang tiba-tiba duduk di depannya.

"Sendirian aja" Nathan terkekeh.

"Paan sih lo babi" Callista sedang kesal.

"wihh...santai dong...di temenin gak mau. Sendirian di kira jomblo loh" Nathn menarik salah satu sudut bibirnya.

"Bodo amat. Daripada di bilang pacar lo, mendingan jomblo" Callista memutar bola mata malas.

"Lo punya dendam kusumat ama gua, Ta?" Nathan mulai mengadi-ngadi.

"Nge gas mulu bawaannya kalo ngomong sama gua, motor GP aja kalah Ta, sama lo" lanjut Nathan.

Callista hanya memandangnya dengan wajah datar.

Nathan yang sadar di tatap Callista pun berhenti bicara.

"Kenapa jadi creepy gini" gerutu Nathan, sambil mengusap tengkuknya.

"Kenapa diem? Lanjutin. Tenang aja, masih gua liatin kok, belom gua panggil in satpam biar di usir" Callista tersenyum tipis, matanya menyipit.

"Canda elah..."

"Ga lucu" Callista meminum minumannya.

"Btw. Nanti malem mau gak? Nge date bareng gua."

"Gak" jawab Callista.

Nathan menghela nafas.

Lalu Callista hendak pergi meninggalkan Nathan.

Namun tiba-tiba Callista jatuh pingsan.

Nathan langsung jongkok.

"Ta...Callista" Nathan menguncang tubuh Callista pelan.

Nathan sadar, ternyata Callista demam.

Lalu Nathan langsung membopong Callista ke mobilnya untuk di bawa ke rumah sakit.

***

"Callista kenapa?" Deren datang setelah mendengar kabar dari Karina.

Iya, Karina. Nathan tidak memberitahu Deren, ia hanya memberitahu Karina lewat hape Callista. Lalu Karina memberitahu Deren.

"Lo bisa jagain cewek gak sih?" Nathan tiba-tiba langsung mendorong Deren.

"Lo kalo gak bisa jagain cewek, ga usah sok mau punya cewek! Udah lo gak cinta tulus sama dia, gak pecus jagain nya lagi. Buang waktu dia doang, tau gak?" Nathan sudah emosi kali ini.

Dia sungguh tidak terima jika orang yang dia sayang justru di permainkan.

"Gua gak mau ribut sama lo. Gua cuma mau tau keadaan Callista. Jadi minggir" Deren hampir melewati Nathan.

"Callista gak baik-baik aja. Gimana? Puas lo?" ucap Nathan.

Deren menengok ke Nathan, keningnya mengerut.

"Maksud lo apa?" Deren bingung dengan perkataan 'Callista gak baik-baik aja'.

"Dia demam tinggi! Dan ini gara-gara lo!" Nathan menatap tajam Deren.

Karina hanya bisa menatap bingung keduanya, dia takut.

"Kenapa gara-gara gua?" Deren tak terima.

"Ya karena lo gak pecus! Masa ngaku calonnya tapi gak tau keadaanya!" Nathan tersenyum meremehkan.

"Gua sibuk. Lo gak bisa nyalahin gua gitu aja atas semuanya!" Deren hampir tersulut emosi.

"Udh-udah. Ini rumah sakit, kalo kalian mau berantem, ya jangan di sini! Di luar sana! Callista lagi sakit, dia butuh istirahat! Malah kalian berisik!" Karina memisah mereka.

Rahang Nathan sudah mengeras.

Tiba-tiba seorang dokter muncul.

Nathan, Deren, dan Karina langsung bergegas menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangan Callista.

"Gimana keadaan temen saya, Dok?" Karina bertanya dengan antusias.

haii...gimana kabar kalian? semoga baik yahh...

maaf jarang update, aku agak sibuk belakangan ini☺.

buat informasi gambar tokoh, kalian bisa follow instagram aku:

@artkaa.2706

artkaa_2706creators' thoughts
Siguiente capítulo