webnovel

Collombo

Kendaraan bernama 'kapal' itu melintasi cakrawala, sebagian besar komponen penyusunnya adalah besi tua yang telah bernoda kekuningan. Asap mengepul dari salah satu pilar yang disebut 'cerobong', dan sepertinya dari sana berasal tenaga penggerak utama kapal ini.

Itulah kata bank data yang ada dalam memori Attak ketika ia memindai kapal penyelamat Collen. Bentuk kapal tersebut sangat identik dengan kapal lima ribu tahun lalu, mungkin [Ningyo] memang sengaja mengambil bangkai kapal yang sudah karam, kemudian memodifikasinya dengan teknologi mereka?

Sementara Attak memperhatikan kapal itu mendekat, Collen menyalakan suar bewarna kuning untuk menandakan lokasi mereka.

Di atas kapal, salah satu kru melihat suar yang dinyalakan Collen. Ia berbicara melalui intercom kepada kapten kapal tersebut, untuk selanjutnya menunggu perintah komando.

Kapten kapal tersebut, seorang perempuan paruh baya dengan kulit gelap, mengenakan jubah hitam dengan jahitan menyerupai gambar bunga mawar. Ia memiliki nama yang serupa dengan motif jubahnya itu, Rose.

"Itulah yang kamu dapatkan kalau tidak menuruti perintah," gumamnya kusam. Ia mengarahkan teropongnya ke sisi kapal yang disebut kru, dan melihat Collen bersama seseorang yang tidak ia kenal. Kapten itu menduga bahwa Collen menyelamatkan warga sipil, akan tetapi seingatnya, wilayah ini dideteksi tidak berpenghuni.

Mungkin, Collen telah menemukan sesuatu yang menarik, pikirnya.

"Lapor bu, kapal tidak bisa menepi hingga pesisir pantai karena wilayah terlalu dangkal." kata juru setir.

"Baiklah, segera kirim rakit untuk menjemput mereka berdua."

Kapten dengan jubah bunga mawar itu sudah berkacak pinggang ketika Collen dan Attak menjejakan kaki mereka ke kapal.

"Collen melaporkan diri kembali dalam tim." kata Collen sembari memberi hormat pada kapten tersebut.

"Masih bisa hidup juga kamu. Aku hampir saja membatalkan operasi pencarian jika bukan karena rekaman SOS yang kamu kirimkan ke seluruh saluran Martian."

"Saya mohon maaf atas kelalaian saya tadi. Tapi saya yakin akan bisa mendapatkan Venusian Putih itu kali berikutnya."

"Kau juga mengatakan hal yang sama. Untuk ketiga kalinya." sela Rose, sang kapten. Hening di antara mereka berdua menunjukan bagaimana kakunya hubungan itu. Collen hanya bisa memasang wajah datar, dan bersiap akan hukuman yang akan menimpanya, cepat atau lambat.

"Kemudian, siapa dia?" tanya Rose, mengalihkan perhatiannya pada Attak.

"Aku menemukannya di reruntuhan pabrik, sepertinya dia Android dari bekas peradaban lampau, lima ribu tahun lalu."

Rose memicingkan matanya tidak percaya. "Kamu serius?"

"Dia keluar dari tabung penyimpanan di bawah tanah reruntuhan. Agak tidak masuk akal, tapi itu dugaanku yang paling memungkinkan." jawab Collen.

Masih Ragu, Rose mendekati Attak, dimana Attak hanya bisa membalas pandangannya dengan mata bingung.

"Apa semua yang Collen katakan benar?" tanyanya. Rose memberi pandangan mengintimidasi yang menakutkan. Setidaknya bagi Attak, gadis itu merasakan apa yang ia pikirkan sebagai 'rasa takut'.

"Benar bu, sesuai kata-kata Collen." jawab Attak lirih.

Hening sejenak, namun kemudian Rose tersenyum dan tertawa lepas.

"Menarik! Menarik sekali! kau membawa barang bagus, Collen! mungkin jenderal akan senang dengan temuanmu ini!" katanya.

"Jangan menganggapnya sebagai barang, lagipula apa yang bisa kuberitakan kepada jenderal? gedung tempatku menemukannya sudah runtuh tertimbun tanah." jawab Collen

"Aku melihat ada tiga keuntungan dalam hal ini. Yang pertama, kami bisa menyelamatkan kau, petarung tambahan. Akan sangat berguna untuk peperangan berikutnya. Kedua, gadis Android ini mungkin memiliki informasi dari dunia lama yang bisa berguna untuk peperangan. Ketiga, gadis ini sendiri mungkin bisa membantu kita dalam perang."

"Dia belum setuju untuk membantu kita." Collen nampaknya tidak menyukai ide untuk menggunakan Attak sebagai personil perang. ia berpikir bagaimana mungkin gadis seperti Attak bisa melawan Venusian yang teknologinya lima ribu tahun lebih maju dari waktu Attak dibuat.

"Bagaimanapun juga, sekarang Attak ada pada kapal Martian, yang berarti ia harus menuruti kebijakan Martian." tukas kapten. Perempuan itu mengacuhkan ekspresi Collen yang sama sekali tidak setuju dengan ide ini. Alih-alih, ia berbalik, kembali ke ruang kontrol sembari memberi komando agar kru menjaga Collen dan Attak.

Attak mendekati Collen.

"...Maafkan aku, sepertinya kehadiranku membuat kalian berkonflik." kata Attak.

"Tidak apa." jawab Collen, "Aku yang seharusnya minta maaf, membuatmu terlibat dengan peperangan karena terpaksa."

"Siapa yang kalian perangi?"

"Para Venusian."

"Kenapa kalian berperang?"

"Kenapa...? um... tentu saja karena Venusian jahat, dan berniat untuk menghancurkan kami Martian." Collen berkata tanpa memandang mata Attak. Itu adalah jawaban yang selalu ia dengar, ketika dulu ia bertanya kepada superiornya alasan peperangan ini.

Namun kini, setelah ia menjawab pertanyaan itu untuk sekian kalinya, ia merasakan sesuatu yang berbeda.

Seakan ia sadar ada yang kurang dengan jawaban itu.

***

Siang berubah menjadi malam selama Collombo berlayar melintasi samudra. Langit bumi pada malam hari ternyata dihiasi oleh bintang-bintang serta galaksi. Menurut bank data dalam diri Attak ketika ia melihat ke langit malam, nampaknya manusia banyak mempelajari bintang semenjak awal mula sejarah ditulis.

Manusia mempelajari bintang, sebagai penentu arah dalam penjelajahan, pemandu spiritualitas, hingga menjadi sebuah patokan batas dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dimana manusia bermimpi untuk bisa pergi ke bintang suatu saat nanti.

"Apakah hal itu benar-benar terjadi?" tanya Attak, untuk mencari informasi dalam bank data. Akan tetapi hasilnya nihil.

Apakah Manusia berhasil menjejakan kaki ke langit? jika berhasil, apakah berarti masih ada keturunan langsung dari spesies mereka di antara langit?

"Attak, kau masih di luar?" Collen muncul dari dalam kabin. "Aku sebenarnya tidak terlalu tahu, tapi apakah kau membutuhkan makanan untuk tetap berfungsi?" tanyanya.

Attak menggeleng. "Aku menyerap radiasi matahari selama siang tadi, ditambah dengan waktu aktivasiku, aku bisa bertahan sampai besok." jawabnya.

"Oh..." gumam Collen, ia sebenarnya sengaja membawa dua bar nutrisi, tapi ia akhirnya menyembunyikan satu di kantong seragamnya.

"Jadi apa yang kau lakukan disini?" Collen mendekati Attak, dari yang ia lihat, gadis itu nampaknya hanya melihat bintang sedari tadi.

"Collen, apakah [Ningyo] pernah menjejakan kakinya ke luar angkasa?" tanya Attak.

Collen memasang wajah bingung. "Meninggalkan planet ini? Bagaimana caranya?"

Attak terkejut mendengar jawaban Collen.

Dengan kemampuan [Ningyo] menciptakan [engine], seharusnya mereka bisa dengan cepat memperbaiki celah teknologi, dan meninggalkan planet ini, menjelajahi luar angkasa.

Tapi, sepertinya ada suatu hal yang menghalangi berkembangnya penjelajahan mereka menuju tingkat selanjutnya.

"Sebenarnya aku pernah mendengar bahwa peradaban masa lampau menciptakan mesin-mesin luar biasa untuk menjelajah angkasa." Kata Collen. "Akan tetapi saat ini kami tenggelam dalam perang, dan seluruh perkembangan ditunjukan untuk mengalahkan Venusian."

"Begitu... ya..." balas Attak kecewa.

Peperangan adalah hal yang selalu terjadi dalam peradaban manusia. Ketika dua ide saling bertentangan, mereka akan menimbulkan konflik. Sejarah manusia dipenuhi dengan konflik, perang, pembunuhan, pemberontakan, dan pertentangan.

"Konflik hanya bisa berhenti, ketika kedua pihak menemukan jalan tengah yang bisa mereka tempuh bersama... atau mendorong salah satu pihak hingga jatuh ke jurang." gumam Attak.

"Apa kau berkata sesuatu?" tanya Collen.

"Hahaha, tidak kok," Attak tersenyum kecil. Ia ingin menanyakan banyak hal pada Collen, akan tetapi banyak yang ia tidak mengerti tentang rupa dunia saat ini.

Mereka berdua lanjut berbincang-bincang dibawah sinar bintang. Attak meminta Collen untuk menceritakan asal-usulnya, tempat tinggal Martian, serta pengalamannya dalam peperangan. Tentu saja Collen dengan senang hati menjawab pertanyaan-pertanyaan Attak. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, ia dapat menemukan seseorang yang tulus berbicara dengannya. Bukan percakapan terkait misi, atau perang, tapi percakapan yang menyenangkan, ramah dan hangat.

Akan tetapi ketika mata mereka menangkap cahaya kebiruan dari balik awan, mereka sadar bahwa ancaman sedang mendekat.

Venusian telah melihat mereka.

Dan berikut adalah chapter ketiga dari 3 chapter utama cerita ini!

Bagaimana komentar kalian? Bagian mana yang menurut kalian paling menarik?

Chapter berikutnya adalah pertarungan antara Martian dengan Venusian, sampaikan pesan-pesan kalian di komentar ya!

Kattapultocreators' thoughts
Siguiente capítulo