Malam itu, teh yang Levi minum tidak se-enak biasanya. Levi menyeduh teh-nya sendiri, namun itu tidak seperti ini pertama kalinya Levi membuat teh-nya sendiri. Ia meninggalkan cangkirnya masih setengah kosong hingga teh di dalamnya dingin. Tentu ia tidak ingin meminum teh dingin.
Apa yang terjadi saat mereka kembali ke dinding membuatnya hilang dalam bayangan. Saat ayah Petra secara pribadi menghampirinya untuk mengatakan bahwa Petra lebih baik untuk tidak menikah secepat itu. Apa yang sebenarnya Petra tulis di suratnya? Sejujurnya itu adalah pukulan berat untuknya. Mengingat bagaimana ia tidak sanggup mengatakan padanya bahwa putrinya meninggal karna perintahnya, orang yang ia pikir akan menikahinya. Pada akhirnya ia meninggalkannya begitu saja. Mungkin tidak seharusnya ia berbuat demikian, tapi saat itu Levi tidak tahu apa yang harus ia katakan.
Itu membuat Levi teringat kembali malam saat Petra mengatakan padanya bahwa ia menyukainya. Petra mengatakan bahwa itu karena pengaruh alkohol. Itu pula yang ingin Levi percaya, namun Levi bukan orang bodoh. Bagaimana mungkin setelah semua yang ia katakan dan mereka lakukan, ia masih mempercayai ucapan Petra. Ia selalu mengatakan pada dirinya untuk mempercayai apa yang Petra katakan, bahwa itu tidak benar. Namun ia tahu ia membohongi dirinya sendiri. Setidaknya hingga saat ini. Dan sekarang ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Petra sudah tidak ada dan ia merasa sangat kacau.
Ruangan ini terasa sangat sunyi. Kelihatannya ia mulai terbiasa dengan keributan yang tim-nya buat. Mereka jarang meninggalkan Levi sendiri dan tanpa ia sadari, Levi mulai mencari keberadaan suara mereka. Entah sejak kapan kesunyian yang ia pikir ia terbiasa dengannya, menjadi begitu mencekik. Luka di kakinya sudah di obati dengan paksaan Hanji. Namun untuk beberapa alasan, mereka terasa lebih menyakitkan. Mungkin karna pikirannya tidak teralihkan.
"Kapten." Suara Eren yang baru tiba di ruang makan. Wajahnya tampak canggung.
Levi hanya melirik kearahnya dan ia menempatkan dirinya di kursi kosong di dekat Levi.
"Kapten, kau baik-baik saja?" tanya Eren khawatir.
"apa yang kau bicarakan?" Levi menyeruput teh dinginnya, sekedar mengalihkan pikirannya. "Erwin akan datang kesini tidak lama lagi untuk memberitahu langkah selanjutnya."
Eren hanya mengangguk. Wajahnya jelas terlihat rasa gelisah dan bersalah. Gelisah karna ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya karna misinya telah gagal dan bersalah tentang tim-nya.
Levi melirik ke arah Eren. Wajahnya terbaca seperti sebuah buku yang terbuka.
"bagaimana dengan luka-mu?" tanya Levi memecahkan kesunyian.
"huh? semua lukaku sudah sembuh." balasnya canggung.
"tentu saja. Dengan kemampuan menyembuhkanmu yang seperti monster. Aku bahkan tidak perlu ragu untuk memotong-motong tubuhmu. Mereka akan tumbuh seperti ekor kadal. menjijikan." balasnya ringan selagi menyeruput kembali teh-nya.
"i-itu agak..." Eren mulai ketakutan. Levi mengatakan itu seolah itu hal yang wajar.
Levi meletakan cangkirnya di atas meja. Dengan ruangan yang sepi itu, suara cangkir dan meja yang bertemu terdengar lebih nyaring di banding pikiran mereka.
"Erwin bodoh itu.." Levi memandang kejauhan. "jika seperti ini terus, polisi Militer akan datang mendahuluinya."
Eren hanya terdiam memandangnya. Akan buruk jika Polisi Militer datang dan menangkapnya.
Melihat wajah khawatir Eren, Levi mengalihkan pandangannya. "Apa yang sedang dia lakukan? apa dia sedang sebelit?" gumamnya sekedar mencairkan suasana. Itu bukan tugasnya, karna itu ia tidak bisa melakukannya dengan baik. Tapi hanya tersisa mereka berdua di sini. Akan bagus jika Petra disini. Kenyataan itu membuatnya sesak lagi. Ia kembali menyeruput teh yang sama sekali tidak bisa ia nikmati.
"hahaha.." Tawa Eren jelas terdengar di paksakan. Wajahnya pun tidak menunjukan bahwa itu sesuatu yang lucu. Lebih terlihat seperti wajah orang yang bersalah. Suasan kembali menjadi hening. Levi tidak mencoba bicara lagi karna itu membuatnya terlihat bodoh dan menyedihkan.
"Kapten, malam ini kau lebih banyak bicara dari biasanya."
Ucapan Eren membuatnya semakin terlihat menyedihkan, namun tentu ia tidak mengatakannya. "apa yang kau bicarakan? aku selalu mengatakan apa yang aku pikirkan."
Eren terdiam lagi sejenak. Kini tatapan Eren terlihat jauh. Ia bahkan tidak ingin melihat ke arah Levi. "Kapten, maaf.." akhirnya ia bicara. Suaranya lebih kecil dari biasanya. "kalau saja aku tidak memilih pilihan yang salah, kau tidak akan terluka seperti ini."
Levi terdiam. Tentu saja Eren berpikir bahwa ini adalah bagian dari kesalahannya. Seperti dirinya. Tentu saja Levi terluka. Bukan hanya kakinya. Levi yakin Eren menyadari itu. Rasanya Levi sedang melihat cerminan dirinya sendiri saat ini dan itu membuatnya terlihat bodoh ketika ia berpikir untuk mengatakan hal yang Petra katakan padanya. Ia memalingkan pandangannya dari cerminan dirinya yang semakin membuatnya terlihat menyedihkan.
"sudah kubilang, tidak ada yang bisa mengetahui hasilnya sebelum mencobanya."
Rasanya lucu. Seolah ia sedang mencoba menjadi orang bijak untuk dirinya sendiri. Namun pada akhirnya hanya itu yang bisa ia katakan. Semakin banyak ia bicara, semakin ia terlihat menyedihkan untuk dirinya sendiri. Mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing hingga Erwin datang bersama Prajurit junior yang lain untuk menyusun rencana selanjutnya. kelihatannya mereka sudah memiliki target untuk di tangkap. Levi mengutuk dirinya karna ia tidak bisa ikut dalam misi itu. Melihat kondisi kakinya.
Begitu rapat selesai, Levi tidak membiarkan Erwin pergi.
"Erwin." Levi menghampiri Erwin. "untuk bagian tim-ku besok, biar aku yang melakukannya."
"bukankah kau sedang terluka?"
"Aku akan membawa Eren."
Erwin berpikir sejenak. Mata Levi tidak menunjukan bahwa ia akan mundur. "baiklah. aku akan meminta Nick untuk menyiapkan semuanya besok pagi."
"aku mengerti." dan dengan itu Erwin pergi bersama prajurit junior yang lain.
Eren yang saat itu masih di sana, mendengar pembicaraan mereka, tampa tidak mengerti tentang apa yang mereka bicarakan. Ia menghampiri Levi dengan canggung. "Kapten, besok kita akan pergi?" tanya nya.
"kau tidak perlu melakukan apapun. Ikuti saja aku."
***
Pagi itu cuaca sedikit mendung. Kelihatannya siang ini akan turun hujan. Levi sudah bersiap di kereta kuda yang akan membawanya berkeliling sepanjang hari. minggu depan adalah hari penyerahan Eren pada Polisi militer, jadi mereka masih memiliki waktu hingga upcara penghormatan untuk para prajurit yang gugur.
Eren tiba setelah Levi. Meski ia pikir Levi akan menghajarnya karna sedikit terlambat, namun Levi tetap tenang. Mungkin ini bukan sesuatu yang mendesak sehingga membuatnya lebih rasional, pikir Eren. Mereka menaiki kereta kuda yang sudah menunggu mereka dan segera berangkat. Eren tidak bertanya banyak karna Levi hanya memintanya untuk diam dan mengikutinya. Levi membawa 4 carik surat dengan logo Recon Corps diatasnya. Menandakan bahwa ini adalah acara resmi.
Kereta mereka melaju keluar dari dinding dan pergi menuju bagian timur dinding sina. Mereka berhasil melewati gerbang distrik di beberapa jam sebelum tengah hari. Levi masih tidak mengatakan apapun dan terus menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Mungkin Eren sudah sampai batasnya untuk diam tanpa mengetahui apapun hingga akhirnya ia menyerah.
"Kapten.."
"kita sampai." potong Levi sebelum Eren berhasil mengatakan sesuatu.
Levi membuka pintu dan keluar tanpa memberi Eren petunjuk atau perintah apapun seolah keberadaan Eren pun bukan sesuatu yang di haruskan. namun Eren tetap mengikutinya pergi keluar. Tidak lupa menggunakan tudungnya untuk menutupi wajahnya yang kini menjadi buronan polisi militer pusat. Mereka tiba di sebuah rumah besar, terlihat seperti rumah warga biasa.
Levi menghampiri pintu masuk dan mengetuknya dengan kasual sementara Eren hanya mengikutinnya seperti anak ayam yang takut kehilangan induknya. Tidak lama ketukan Levi di jawab oleh seorang wanita paruh baya yang membuka pintu. Wajahnya tampak bingun melihat pria kecil bersama seorang anak lelaki dengan tudung berada di balik pintunya. Kemudian matanya terarah pada sepucuk surat di tangan Levi dan itu berhasil menarik ekspresi ketakutan di wajahnya.
"jangan bilang.." gumam wanita paruh baya itu.
Levi tampak tidak tergetar dan tetap menyerahkan surat tersebut. "kami utusan resmi dari Recon Corps datang untuk menyampaikan kabar duka. Gunther Schultz telah menyelesaikan tugasnya sebagai prajurit dan gugur di ekspedisi ke 57."
wanita itu tampak terluka dan terkejut bagaimana Levi mengatakan itu dengan wajah yang sangat dingin. Meski begitu, ia tetap mengambil surat itu dengan tangan yang gemetar, membaca sekilas isi suratnya dan menangkupnya di dadanya dengan isak tangis. Melihat kejadian itu, Eren hanya bisa menunduk. Ada sengatan rasa bersalah di dadanya. Namun Levi tampak tidak bergeming dan di saat yang sama menunggu hingga wanita itu merasa tenang.
"Kami turut berduka cita." Levi kembali bicara dan berhasil menarik perhatian wanita itu. "Gunther Schultz gugur di bawah perintahku. Terimakasih atas kontribusinya selama ini, kami mampu maju hingga saat ini." Lalu Levi membungkuk dalam. Sesuatu yang tidak pernah Eren pikir akan melihatnya seumur hidup namun Eren tetap melakukan hal yang sama.
"kalau begitu, kau adalah.. " Wanita itu tampak sama terpukaunya.
"Levi. Pemimpin Squadnya." lanjutnya ketika ia memperbaiki posisinya. Wanita itu menangis kembali, lebih seperti menahan dirinya untuk tetap berpiki rasional. "aku akan memastikan pengorbanannya tidak akan berujung sia-sia." dan dengan itu Levi bertolak dari sana kembali ke keretanya bersama eren yang mengikutinya dengan kikuk di belakang.
Mereka kembali masuk kedalam kereta dan memerintahkan kereta segera pergi ke pemberhentian selanjutnya. Eren akhirnya mengerti tujuan mereka dan ke-4 surat tadi menandakan bahwa Levi pergi, secara pribadi, mewakili Recon Corps untuk memberitahukan kematian bawahannya. Meski itu bukan tugasnya. Mungkin sama seperti Eren. Ia memiliki rasa bersalah dan pergi untuk meminta maaf secara langsung. Eren teringat ucapan Petra tentang Levi yang tidak baik dalam menunjukan perasaannya, tapi dia adalah orang dengan hati paling lembut yang pernah ia temui. saat itu Eren tidak mengerti dan berpikir Petra hanya membual. Namun ia salah. Justru Petra adalah orang yang paling mengerti apa yang Levi pikirkan. Sekilas bayangan ibunya terlintas di pikirannya dan itu membuat hatinya tercabik-cabik. Eren melirik kembali ke arah Levi masih dengan wajah yang sama dan kali ini Eren membiarkannya.
***
Mereka pergi berkeliling dari distrik ke distrik dan memakan waktu cukup lama hingga akhirnya mereka tiba di distrik terakhir yang paling dekat dengan markas Recon Corps. Distrik Trost. Karna ini adalah surat terakhir, Eren bisa menebak kemana mereka akan pergi. Langit sudah berubah menjadi merah tua. jarak pandang mulai berkurang namun Levi tetap memerintahkan pengemudinya untuk berjalan. Ini tidak seperti mereka memiliki waktu banyak.
Mereka tiba di rumah sederhana di pinggiran distrik. terlihat masih baru karna pernah mengalami kerusakan parah dan renovasi total, namun kini terlihat baik-baik saja. Levi mengetuk pintu seperti biasa dan muncul seorang pria paruh baya dengan wajah lelah, putus asa, dan berkabung. Terlihat matanya yang membengkak dan kantung mata hitam di bawahnya.
"kau.." gumam lelaki itu.
Tanpa menunggu lelaki itu selesai, Levi menyerahkan suratnya. Lelaki itu menatap surat itu agak lama sebelum mengambilnya dari tangan Levi.
"ada hal lain yang ia tinggalkan?" tanyanya.
"jika kau membicarakan barang pribadinya, mereka sudah di antar dan akan tiba dalam beberapa hari mengingat banyak barang yang harus di kembalikan." jawabnya datar.
Lelaki itu hanya terdiam menatap Levi, lalu ke suratnya. Seperti yang Eren duga, ini adalah rumah asal Petra. Lelaki yang ia pikir adalah ayah Petra terlihat sudah mengetahui kabar tentang Petra lebih dulu karna itu ia yang sekarang dapat mengendalikan tindakannya. Ia menatap Levi dan Eren sejenak sebelum bergeser untuk memberikan ruangan untuk levi melewatinya.
"masuklah." pintanya singkat. seperti sudah menduga, Levi melangkah tanpa ragu ke dalam dan duduk di meja makan terdekat dengan Eren mengikutinya dengan canggung.
Begitu Eren dan Levi didalam, Lelaki itu segera menutup pintu dan pergi ke dapur. Levi melirik ke arahnya dan merasa tidak asing dengan apa yang sedang coba ia buat. Tanpa melirik kembali ke arah Levi, lelaki itu menjawab keheningannya.
"istriku sedang sakit jadi maaf jika rasanya tidak enak." ucapnya tanpa membalikan badan. tidak lama ia selesai dengan apa yang ia lakukan dan membawa dua cangkir usang kehadapan eren dan Levi lalu duduk di hadapan mereka. "teh hitam tanpa gula, bukan?"
Levi menatap pria itu sejenak sebelum meraih cangkirnya dan membawanya kemulutnya. "Terimakasih." gumam Levi.
Eren melihat Levi dan melakukan hal yang sama, namun ia hampir tersedak dan memuntahkan teh di mulutnya ketika Ayah Petra menatapnya dengan senyuman hangat namun lelah. Tanpa ia sadari, ia menelah teh itu begitu saja dan membalas canggung senyumannya. Eren melirik ke arah Levi yang meminumnya dengan tenang. Sedikit terkesan atau terpukau dengan betapa kuat mentalnya.
"ini pertama kalinya aku membuat teh sendiri. Kelihatannya bukan awal yang baik, eh?" lelaki itu terkekeh. "sebelum istriku sakit, dia yang selalu melakukannya. Petra belajar darinya. aku senang kemampuan itu bisa berguna disana."
Disana? pikir Eren.
"buatannya adalah yang terbaik." jawab Levi tenang.
Eren tampak tidak mengerti alur pembicaraan ini jadi ia memutuskan untuk menyimaknya.
"terimakasih." lelaki itu tersenyum simpul. ia beranjak dari kursinya ke suatu ruangan dan kembali dengan membawa kotak kecil bersamanya. Ia menyimpan kotak itu di atas meja dan membukanya agar Levi dan Eren dapat melihat isinya. Kotak itu hanya berisi tumpukan surat mulai dari yang terlihat usang hingga baru.
"Petra selalu mengirimi kami surat. sangat banyak. Ia senang bercerita. terutama sejak kau, Kapten Levi, mengangkatnya menjadi bawahanmu." Lelaki itu menatap Levi hangat. "kelihatannya banyak yang terjadi disana. sejak saat itu, tidak ada isi suratnya yang tidak memiliki namamu disana. aku tiba-tiba memiliki firasat bahwa mungkin lelaki ini yang akan mencuri putriku dariku."
Levi hanya terdiam, ekspresinya tidak berubah sama sekali, tapi Eren menangkap tangan Levi yang sudah mengepal keras di bawah meja.
"karena itu.." lanjut lelaki itu "maafkan aku yang berbicara sembarangan tempo hari." lelaki itu membungkuk kecil. Merasa bersalah, Eren hendak menghentikannya namun Levi memotongnya.
"kau tidak salah." ucapan Levi mampu menarik perhatian mereka berdua. "bagaimanapun juga putrimu tewas di bawah komando-ku. maafkan aku." Levi balas membungkuk padanya.
Eren yang saat itu tercengang segera mengikuti langkah Levi. "Petra adalah gadis yang sangat baik dan lembut. Aku sangat menyesal ia harus mengorbankan nyawanya demi orang tidak berguna sepertiku."
"don't be." ucap lelaki itu tenang. "itu adalah pilihannya. gadis itu, terkadang dia bisa menjadi sangat keras kepala."
Levi hanya terdiam. Melihat ayahnya begitu mengenal gadis yang selama ini bersamanya. Tentu, jarak takkan merubah hubungan mereka. Ia tidak mengatakan bahwa ia mengenal Petra dengan baik, kenyataannya dia tidak tahu banyak.
"aku hanya berharap ia tidak memiliki penyesalan yang tertinggal." lanjut lelaki itu, sedikit melirik ke arah Levi yang tidak terlihat bergeming. "katakan." mulainya "siapa Petra bagimu?"
Levi terdiam. Pandangan mata di ruangan itu terarah padanya. Tidak. Ia bukan canggung atau takut, ia hanya tidak tahu jawabannya. Sejujurnya itu yang ia pertanyakan pada dirinya sejak lama namun hari ini ia merasa harus memaksa dirinya untuk mengetahui jawabannya. Seorang Kapten dan bawahan? Jauh dilubuk hatinya ia tahu Petra lebih dari itu. Namun apa? Bagaimana ia harus menyebut hubungan mereka? Apa yang hal terbaik yang harus ia katakan pada seseorang yang baru saja kehilangan orang yang ia sayangi?
Levi menatap kembali pada mata lelaki itu. Bola matanya memiliki warna yang sama dengan putrinya. Terdapat luka disana dan harapan disisi lainnya.
"maaf mengecewakanmu, tapi dia adalah bawahanku." jawab Levi akhirnya memutuskan.
Lelaki itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi di belakangnya. "begitu.." gumamnya "kau bukan tipe yang mencampurkan pekerjaan dan urusan pribadi."
"Tapi.." Levi melanjutkan. "Kami memiliki urusan yg belum sempat kami selesaikan"
Sejenak suasana menghening hingga akhirnya lelaki itu tersenyum. "begitu.." gumamnya selagi ia menyadarkan dirinya pada punggung kursi.
Eren hanya terdiam disana seperti orang bodoh. Ia bahkan berpikir bahwa dua orang itu berbicara melewati telepati.
Hari semakin larut dan Levi memutuskan untuk mereka mengakhiri kunjungan mereka. Sang lelaki tua mengantar mereka menuju pintu keluar. Sedikit keraguan tampak di wajahnya sebelum akhirnya ia memanggil kembali Levi yang hendak menghampiri kereta kuda-nya. Ia menyusul Levi dengan langkah kecil dan menyerahkan sepucuk surat yang terlihat masih baru namun memiliki tanda bahwa surat itu sudah pernah di buka. Ia mengambil surat itu dan menemukan tulisan Petra di punggungnya.
"Ini milikmu." wajahnya bertanya-tanya dengan maksud lelaki itu.
"kuberikan padamu." jawab lelaki itu singkat. Levi memndang lelaki itu dengan wajah awas Dan tanda Tanya. Lelaki itu membalasnya dengan senyuman. "Itu Surat terakhirnya. Mungkin kau akan menemukan jawaban Dari apa yang kau Cari disana."
Levi terdiam sejenak memandang Surat itu. Tidak dipungkiri ia ingin membukanya saat itu juga, namun ia mengurungkannya Dan bahkan menyerahkan Surat itu kembali.
"Aku tidak membutuhkannya." Lelaki itu tampak sedikit bingung. "Tidak Ada artinya jika aku tidak mendengar langsung darinya. Jadi kurasa, ini yang terbaik."
Lelaki itu tersenyum namun mendorong kembali tangan Levi yang menggenggam Surat itu ke dadanya. "Aku mengerti, tapi ambilah. Mungkin suatu saat kau akan berubah pikiran."
Lelaki itu tidak menunggu respon Levi Dan pergi meninggalkannya.
Levi memandang Surat itu Dan terkekeh. "Kau orang tua yg suka ikut campur, eh?" Gumamnya sebelum ia menaiki kereta kudanya di Mana Eren sudah menunggu.
Eren memndang Levi dengan penasaran namun terlalu takut untuk bertanya hingga akhirnya Levi menyadari tatapan Eren padanya Dan Surat di tangannya.
"Kau ingin membacanya?" Tanya Levi.
"Eh? Boleh?!" Sahut Eren dengan jawban yang tidak terduga.
"Tidak." Levi memasukan Surat itu kebalik jas-nya.
Tentu saja Levi tidak akan membiarkannya, namun rasa penasaran nya membunuhnya. "Kapten, apa terjadi sesuatu antara kau Dan Petra?" Akhirnya, dengan mempertaruhkan bokongnya untuk di tendang, Eren bertanya. Namun tidak sesuai perkiraan, Levi hanya memandangnya sejenak lalu menatap keluar jendela.
Ada keheningan disana. Eren tidak berpikir Levi akan menjawabnya, jadi ia tidak terlalu kecewa. Namun pada lahirnya Levi membuka mulut.
"Bagaimana dia menurutmu?"
"Eh? Petra?" Tanya Eren sedikit tidak menduga "dia lembut Dan memiliki pandangan yang luas. Terlihat seperti kakak yang baik. Selain itu dia juga Manis." Eren mencoba sebaik mungkin memilah katanya Dan sepertinya itu bekerja.
"Right." Gumam Levi. "Tapi dia tidak bisa kembali. Mereka semua tidak bisa kembali. Yang bisa Kita lakukan hanya melakukan yang terbaik agar kematian mereka tidak sia-sia." Akhirnya Levi mengalihkannya pandangannya pada Eren. "Itu tugas kita, Eren. Hingga saatnya tiba Kita bertemu mereka lagi, Kita mampu menatap wajahnya."
Eren terdiam. Ia bisa melihat tekad Dan Luka disana. Eren mengangguk, tanda ia sudah mengerti tujuan Dari semua usahanya. Melihat tekad yang sama di Mata Eren, Levi merasa puas.
Waktu tidak dapat di putar Dan mereka tidak bisa kembali. Penyesalan hanya akan membuatmu terpuruk. Jadi maju, berjuang, jangan lagi menoleh kebelakang. Hingga saatnya tiba giliranmu untuk beristirahat, kau Akan tertidur dengan lelap.
Author's note:
Thanks for reading my first snk fanfiction. Maaf atas segala typo, keterlambatan update Dan kekurangan lainnya.
As you can see, aku penggemar berat snk Dan Rivetra. Aku membuat ff in karna aku gatel dengan hubungan mereka yang tidak pernah mendapat penjelasan Dari penulisnya sehingga membuat aku berimajinasi sendiri. Banyak hal yang tidak sesuai dengan setting asli, but I hope you like it..
So stay tune Dan Tunggu karya-ku selanjutnya.
Adios! ^^/