webnovel

6

Clara terdiam seketika, jika hal kekeluargaan di libatkan ia tidak akan rela mama dan papanya menanggung malu atas dirinya meskipun mereka bukan orang tua sesungguhnya.

"Kalau begitu aku harus berlatih, meskipun itu sendiri" ucap Clara

Hamze yang memperhatikan Clara masih asik memandangi wajah itu karena ia menyadari dan masih percaya tidak percaya dengan Clara, apalagi tentang gadis ini yang berasal dari masa depan

"Kenapa kau tidak berlatih dengan pangeran Alveno saja?"

Clara menatap mata Hamze mencari keseriusan Hamze saat mengatakan itu

"Kau bercanda? Baru sekali aku berlatih pedang dengannya aku berakhir dilecehkan" Clara memang menganggap perlakuan Alveno padanya tadi sebagai pelecehan

Perkataan Clara membuat Hamze terkejut dan membulatkan mulutnya.

"Jangan sembarangan ngomong! Tidak mungkin pangeran Alveno melecehkan perempuan!" Ucap Hamze dengan nada bicara yang ditinggikan

"Itulah sifat asli pangeran kerajaan ini, lagian kenapa aku harus berlatih dengannya hah?"

"Bukankah kau gadis terpilih? Istana mengizinkan gadis terpilih memasuki istana untuk melakukan pendekatan dengan pangeran. Karena saimbara sesungguhnya tidak terletak pada semua pertandingan melainkan memikat hati pangeran"

"Maksudmu?" Tanya Clara yang ingin semuanya lebih jelas

"Meskipun kau menang dalam semua turnament, pangeran Alveno lah yang akan menentukan siapa yang menjadi permaisurinya. Turnament itu hanya tambahan saja. Sekaligus melihat ketangguhan para selir istana nanti"

"Dengan kata lain, turnament ini juga ajang untuk mempermalukan satu orang diantara kami" lanjut Clara

Kepala Hamze ragu saat hendak mengangguk. Tapi secara bahasa kasar yang dikatakan Clara itu memang benar.

"Putri Brienna tinggal di istana agar setiap hari berjumpa dengan pangeran, Rose dan putri Bianca sesekali datang ke istana"

"Bianca dari kerajaan mana? Aku dengar dia adik pangeran Charlos bukankah berarti dia putri raja?"

"Iya, kerajaan yang lebih jauh dibanding gimbora"

Percakapan mereka berakhir disana, Hamze harus segera pergi menemui pangeran Alveno dan meninggalkan Clara. Gadis itu sekarang duduk di sebuah kursi kayu yang tidak jauh dari taman kerajaan menunggu diva.

Pekarangan disana sangat indah, kolam dengan daun terarai dan bunga warna warni yang sangat banyak tumbuh di sekitar kolam. Jembatan yang melengkung menjadi penyeberangan untuk melintasinya.

"Jika Bianca dan Rose sering datang kesini untuk bertemu dengan pangeran, berarti aku mempunyai hal sama untuk berjumpa dengannya kan?" Gumam Clara.

Bukannya memikirkan bagaimana agar hati pangeran terpikat dengannya Clara sedang menahan senyumnya sendiri memikirkan idenya untuk mengerjai Alveno. Ia akan datang setiap hari dan mengajaknya berlatih sampai sore, agar laki-laki itu tidak bersantai sedikitpun. Setidaknya itulah ide balas dendamnya yang terlintas sekarang

Hari sudah mulai sore dan Diva sudah mencari-cari Clara yang dikabarkan belum keluar oleh penjaga istana. Diva menemukan  Clara duduk dijembatan sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang bergelantungan. Ia tidak berfikir apa jadinya jika orang iseng mendorongnya dari belakang.

"Clara!" Panggil Diva dan membuat Clara tersenyum melihat kehadirannya

Clara beranjak dari sana dan segera menghampiri Diva. Mereka pun berjalan dan pergi pulang sebelum hari terlalu gelap.

"Diva, mulai besok aku ikut ke istana setiap hari"

"Hah? Kenapa? Hmm....kau sudah suka sama pangeran Alveno lagi yah?" Goda Diva

"Gak banget. Aku mau latihan pedang dengan Rezvan kalau bisa..." senyum Clara.

Jika Brienna melihat Clara berlatih dengan Alveno pasti Brienna akan berusaha mengambil Alveno untuk berlatih dengannya. Maka Rezvan bisa berlatih dengan Clara.

"Jadi incaran mu Rezvan?"

"Bisa dibilang begitu, dibanding Alveno kurasa dia lebih dapat diandalkan"

Dari awal Clara memang tidak berniat jatuh cinta dengan siapapun disana, tapi ia juga bosan makanya mencoba beberapa hal yang menurutnya seru ini.

"Terserah padamu lah kalau begitu" lanjut Diva sambil menggelengkan kepala melihat Clara

Mereka akhirnya berpisah di rumah Clara, ayah Diva sudah datang menjemput anaknya karena Diva tidak membawa kuda, Sedangkan hari sudah mulai gelap.

"Besok jangan lupa menjemputku!" Teriak Clara pada Diva yang sudah pergi

Malam sudah tiba dan Sam ayah clara sudah pulang dari istana. Bella sang ibu sudah memasak makan malam untuk mereka. Meski tidak setiap hari mereka selalu mencoba makan malam bersama dirumah.

"Ma, apa ada orang yang bisa mengajarkanku ilmu pengetahuan umum?"

"Emang ada apa?"

"Mama kan tahu salah satu pertandingan nanti adu kecerdasan"

Bella bingung dengan pertanyaan beserta pernyataan dari putrinya itu. Seharusnya Clara tidak perlu mempermasalahkan adu kecerdasan itu, seisi kampung juga tahu Clara sangat cerdas. Meskipun kehilangan ingatannya seharusnya ia tidak lupa semua ilmunya kan?.

"Kau membutuh kan guru? Hahaha... Clara... kau harus tahu dulu orang lain lah yang berguru padamu" ucap Bella sambil menggelenglan kepalanya

"Tapi ma... aku kan hilang ingatan"

"Apa kau juga kehilangan ilmu mu?"

Clara terdiam sebentar

"Iya ma"

"Kalau begitu nanti papa akan mencarikan guru untukmu" sahut sang papa yang dari tadi mendengar percakapan ibu dan anak itu.

_____________________

Pagi hari menjelang, jika biasanya Clara akan bermalas-malasan maka hari ini dia sudah berberes rumah dengan cepat, dia juga langsung bersiap diri untuk ke istana dengan Diva

"Papa, aku akan ke istana dengan Diva"

"Menemani Diva lagi?"

"Bukan, mulai hari ini aku akan setiap hari kesana"

Sam memberikan senyum jahil yang penuh maksud pada anaknya Clara

"Kau pasti mau mengambil hati pangeran kan....." goda Sam sambil menunjuk Clara dengan jarinya

"Apaan sih pa... aku mau latihan...." jawab Clara dan segera pergi ke kamarnya

Setelah kepergian Clara, suami istri itu tertawa melihat anaknya

"Meski belakangan ini sifatnya berubah ternyata dia masih suka Alveno" sahut sam

"Iya, kau harus mencarikan guru terbaik untuk Clara, dia sangat bersemangat untuk memenangkan Alveno"

Sam pun berangkat ke istana untuk menjalankan tanggung jawabnya. Clara melakukan aktifitas kecil dirumah sembari menunggu Diva menjemputnya.

Selang beberapa lama Clara menunggu suara kuda terdengar di depan rumahnya, ia langsung berhambur keluar dan melihat Diva yang sudah tertawa melihatnya karena sudah bersemangat di pagi hari.

"Kita berjalan saja, terlalu pagi untukku bertemu dengan tabib" omel Diva

"Gak... kita harus naik kuda agar cepat sampai"

"Clara... bahkan pangeran Alveno sepertinya belum bangun" gerutu Diva melihat semangat Clara

"Justru itu... biar calon rajamu cepat bangun"

Senyum jahil sudah terpampang di wajah Clara, ia tidak sabar mengusik kehidupan pangeran tidur itu.

Sesampainya di istana Diva mengekori clara terlebih dahulu, karena sudah pasti tabib istana yang merupakan gurunya itu masih sibuk dengan kegiatan pribadinya yang lain. Mereka sudah berada di dalam halaman istana dan memikirkan cara untuk bisa membuat Alveno dibangunkan lebih cepat.

"Apa aku bertemu ratu saja" ucap Clara yang langsung di balas gelengan kepala dari Diva

"Kau gila?! Meminta ratu angelina membangun kan pangeran lebih cepat? Aku tidak ikutan" jawab Diva sambil mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah

"Kalau begitu aku sendiri saja"

"Clara... jangan... itu bukan ide bagus...."

"Gadis terpilih boleh ke istana setiap saat kan? Dan sekarang itu matahari sudah bersinar seharusnya pemimpin kerajaan lebih dahulu bangun dari pada rakyatnya"

"Aku tahu... tapi kita siapa berani beraninya menyuruh ratu?"

"Div, aku tidak akan mengatakan pangeran Alveno harus dibangunkan. Melainkan aku ingin bertemu dan berlatih bela diri dengannya. Pasti ratu Angelina akan membangunkannya...."

Rencana Clara memang bisa diandalkan sehingga Diva menurut saja mengikuti Clara memasuki istana. Mereka pun di temani para prajurit untuk bertemu ratu Angelina.

Seorang ratu tidak selalu duduk di singgahsana sepanjang hari, mereka juga melakukan banyak aktifitas seperti orang pada umumnya di dalam istana. Itulah sebabnya Clara dan Diva di bawa keruangan tempat ratu angelina melukis.

Clara dan diva memberi hormat pada ratu Angelina yang asik dengan kuasnya.

"Maaf ratu, aku Clara salah satu gadis terpilih. Hari ini aku datang ingin bertemu alve..."

Duk duk

Lengan Clara disenggol oleh siku Diva karena hampir menyebutkan nama alveno tanpa embel - embel 'pangeran'

"Bertemu pangeran Alveno, aku ingin berlatih panahan dan pedang dengannya yang mulia"

Ratu Alngelina melirik Clara, ia bukanlah tipikal ratu yang kejam dan menilai penampilan dari luar.

"Dia masih tidur, apa kau tidak mau menunggu?"

"Bukan kah seharusnya seorang pangeran cepat bangun pagi? Apalagi rakyatnya sudah beraktifitas"

Bugh

Lagi-lagi diva memukul lengan Clara dengan sikunya. Mereka memang duduk bersampingan dengan dekat.

Ratu Angelina bukannya marah mendengar perkataan clara, ia justru tertawa dan meletakkan kuasnya.

"Kalau begitu aku memberikan izinmu untuk pergi membangunkannya, para pelayan tidak ada yang berani dan dia akan bermanja padaku jika aku berusaha membangunkannya" sahut ratu Angelina

"Sial... kenapa harus aku yang membangungkannya" batin Clara

"Maaf yang mulia, tidak mungkin aku yang membangunkan pangeran Alveno" cengir Clara

"Kenapa? Kau juga gadis terpilih... dan ucapan mu tadi benar sekali. Seharusnya calon raja lebih dahulu bangun daripada rakyatnya. Mulai sekarang datanglah terus ke istana, aku sangat mengizinkan kalian berlatih agar Alveno cepat bangun pagi"

Perasaan ingin tertawa dan menyesal karena mengikatkan dirinya sendiri dengan titah ratu membuat Clara menahan senyum gelinya. Ia tidak bisa menghindar dari perintah ratu Angelina sekarang terlebih lagi dia lah yang memulai semua ini.

Ratu angelina memerintahkan salah satu pelayan agar menemani Clara ke kamar Alveno. Saat keluar dari ruangan itu Diva juga pergi meninggalkan Clara karena waktu belajarnya dengan tabib istana.

Tinggallah Clara dengan seorang pelayan perempuan yang berjalan di depannya menuju kamar Alveno. Merekapun berhenti di sebuah pintu besar seolah-olah di dalamnya adalah aula kerjaan.

"Ini kamarnya nona, anda boleh masuk"

"Kau saja yang masuk dan bilang aku menunggu diluar" sela Clara

"Tidak ada orang yang boleh memasuki kamarnya tanpa izin ratu dan pangeran"

"Bukannya kau pelayannya? Kau pasti bisa beralasan masuk untuk membersihkan kamarnya"

"Hanya pelayan laki-laki yang membersihkan kamarnya nona"

Clada terdiam ditempat, dia bingung akan masuk atau tidak kedalam kamar alveno.

"Kalau begitu temani aku"

"Maaf, saya tidak bisa jika tanpa izin ratu nona" sahut pelayan itu lagi

"Astaga...kenapa para pelayan istana ini setia dengan peraturan. Peraturan itu dibuat untuk dilanggar" gumam Clara dalam hati.

Dengan ragu clara memenag knop pintu kamar alveno, ia membukanya perlahan dan tidak menutupnya kembali. Saat pertama kali masuk kesana suasana klasik kerajaan barat terlihat dengan jelas. Pernak perniknya sangat antik, warnanya dihiasi dengan silver, merah maroon, keemasan dan putih. Tirai besar penutup jendela yang berwarna putih itu belum terbuka sama sekali.

Clara menyibakkan tirai itu agar sinar matahari masuk dan menyilaui mata Alveno yang tertidur dengan gaya yang tidak elegan sama sekali. Dan benar saja dugaan Clara, Alveno terusik dengan silau matahari itu.

"Ozey! Tutup tirai itu!, aku masih mau tidur!" Teriak Alveno tanpa membuka matanya, ia menarik selimut merah maroon tebalnya untuk menutupi matanya.

Melihat Alveno yang melanjutkan tidurnya membuat Clara mendecik sebal dan mendekati ranjang tempat Alveno berbaring. Dengan kasar ia menarik selimut merah itu dan menampilkan alveo yang kehilangan sisi elegannya. Pangeran tidur itu mengenakan celana panjang berwarna hitam, kemeja putih yang acak-acakan dan rambut lebatnya yang lumayan panjang tidak rapi sama sekali, malah cenderung seperti singa baru bangun tidur.

"Pangeran tidur... bukankah seharusnya anda sudah bangun" ucap Clara dengan nada yang dilembut-lembutkan

"Ozey suaramu menjijikkan! Orang bisa mengira kau menjadi perempuan asli kalau mendengar suaramu" ucap Alveno yang kembali menutup matanya dengan bantal

"Seandainya ada kamera dan teknologi sudah ada. Aku pasti memposting fotomu yang jelek ini agar semua rakyat mu melihat" gerutu Clara

Disamping tempat tidur Alveno ada sebuah meja yang di atasnya terdapat air putih. Ide jahil Clara pun muncul kembali.

Byurr

Clara menumpahkan sedikit air yang sudah ia buat ditangannya terlebih dahulu ke wajah alveno. Ia menarik bantal yang menutupi silau matahari itu dan langsung menumpahkan airnya dimata Alveno.

"Kurang ajar! Kau berani menyiramku!" Teriak Alveno yang segera duduk sambil mengusap wajahnya yang basah.

"Kau...!"

Kalimat Alveno terhenti setelah melihat Clara berdiri dengan tangan yang memegang gelas berisi air.

"Apa yang kau lakukan di kamarku?!" Tanya Alveno dengan nada yang tinggi

"Maaf, aku baru tahu ternyata gadis terpilih boleh berlatih pedang dengan pangeran tidur, jadi pagi-pagi yang sudah cerah ini aku datang dengan niat berlatih tapi malah menemukan calon Raja yang harus mencium air suci agar terbangun" ucap Clara dengan cepat

"Siapa yang mengizinkan mu masuk"

"Ratu Angelina, ratu setuju denganku saat aku mengatakan calon raja harus lebih dahulu bangun sebelum rakyatnya"

Setelah mengatakan hal itu Clara menggerakkan matanya seolah men scan seluruh tubuh Alveno. Mulai dari rambut singanya hingga kakinya.

"Matamu! Berani-beraninya melihatku dengan cara seperti itu" ucap Alveno yang mengira Clara terpesona dengan wajah tampan baru tidurnya.

Clara mengatupkan bibirnya yang ingin tertawa dengan keras sekarang. Setelah lima detik ia tak tahan dan mengeluarkan tawanya dengan keras.

"Buahaha..... baru ini aku melihat pangeran yang dipuja rakyatnya tertidur seperti pengemis, lihatlah rambutmu seperti singa yang baru berkelahi, hahahah"

Tawa Clara sangat nyaring dan huntungnya suaranya itu tidak terdengar keluar, ia terpingkal-pingkal hingga berjongkok memegangi perutnya yang keram karena tertawa.

Karena merasa tersindir Alveno langsung melompat menuju cermin dan melihat penampilannya yang 100% berbeda dengan penampilannya diluar istana. Dengan segera ia mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi, meninggalkan Clara dengan mata yang berair seperti menangis karena tertawa.

Clara mengusap matanya yang basah dan segera keluar dari kamar alveno, ia tidak mau dianggap mesum karena masih berada disana saat alveno keluar dari kamar mandi nanti. Ia memilih menunggu diluar kamar.

Pelayan yang menemani Clara tadi sudah tidak berada disana, entah kapan pelayan itu perginya Clara tidak tahu. Clara berdiri dengan bersandar didinding sambil melihat interior istana.

"Cantik" gumam Clara

.

.

.

.

.

.

jangan lupa beri power stone dan beri komentar yah

-Love you my readers❤️-

Siguiente capítulo