webnovel

Putri Belanda

Tempat apa ini?

Aku berjalan melewati lorong hitam dimana tempat sekolahku berada. Langkah demi langkah aku masuki, tangan kanan ku benar benar berdarah bercucuran sehingga meninggalkan jejak di lantai putih.

Ku mendengar suara dan bahasa asing, entah itu apa artinya. Setelah ku memasuki sekolahku ternyata itu bukan sekolah ku yang sebenarnya. Akupun bingung, apa yang sedang terjadi pada diriku.

Aku mencoba menyadarkan diriku dan mulai mencubit lenganku, dan benar ini masih terasa sakit. Tapi dimana ini? Mengapa aku melihat orang orang asing disekitar ku. Jaman apa ini?

"goede morgen dochter.  Gaat het goed met mijn dochter?".

Kira kira itulah yang sempat aku dengar. Ini lebih terlihat seperti sebuah rumah sakit. Dan siapa itu?

"Clara?" Gumamku.. mengapa dia ada di ruangan ini. Bagaimana mungkin ? Apa yang sedang terjadi? Siapa lelaki itu.

Rasa sakit dikepalaku terus muncul, aku mencoba mendekati Clara yang sedang terbaring dalam ranjang putih berselimut.

Aku mencoba mengingat kalung yang pernah dipakai Sandi beberapa hari terakhir. Itu mirip sekali. Aku mencoba memegang untuk memastikan bahwa kalung itu benar kalung Sandi yang pernah aku lihat. Kepalaku benar benar sakit...

"Raden, kemarilah.."

"Ada apa nona?"

"Aku ingin kamu membawaku ke pabrik WZ"

"Apa nona sudah memberitahu Tuan dan Nyonya kalau Nona mau pergi?"

"Sudah" biarkan aku berbohong kali ini hanya untuk bisa bersamamu.

"Baiklah kalau begitu, mari saya antar"

Tibalah disebuah pabrik yang bernama WZ.

"Raden, aku mau kesana."

"Jangan lari nona berbahaya" tak lama kemudian kain lengan baju  tersangkut pada sebuah mesin.

"Radennn, help me ini sakit.."

Dia berlari mematikan sebuah mesin. Dan itu terlihat sangat mengerikan, lengan nya benar benar tergiling. Terlihat banyak darah mengalir di lengannya.

"Raden, ini benar benar sakit toloooong"

Kabut putih menyelimuti pandanganku. Aku tersadar kembali dan duduk berhadapan dengan Clara, tak sengaja aku menyentuh selimutnya dan membukanya. Lengan dia benar benar putus.

Orang tua Clara mencoba menyeret Raden keluar, dan apa itu? Dia meninggalkan kalung Clara. Keluarganya benar benar marah.

Aku mencoba mengikuti mereka, apa yang aku lihat benar benar mengerikan. Keluarganya memberikan pilihan terhadap Raden untuk menghukum dirinya sendiri. Rasanya aku benar benar tak sanggup melihatnya. Raden benar benar menggantungkan dirinya dihadapan keluarga Clara sebagai penebusan sebuah dosa atas kesalahan dan kelalaian yang dia perbuat.

Aku mencoba memahami situasi apa ini, ini terlihat begitu nyata. Clara benar benar ada di hadapanku memegang sebuah kalung. Dia menjerit dan meneriakkan sebuah nama, aku benar benar tidak mengerti apa yang sedang dia bicarakan. Dia meneriakkan sebuah nama Raden ya kurang lebih itu yang bisa aku dengar dan pahami.

"Daaaarrrr" seperti sebuah petir besar yang menggelegar mampu membuatku takut sejadi jadinya dan memejamkan mata, sebuah tembakan lepas melesat begitu saja pada wajah Clara, dia benar benar menembak wajahnya sendiri sehingga meninggalkan jejak darah pada lengan dan kalungnya.

"Sepertinya seseorang menemukan kalungku di Rumah sakit ini. Mengapa kalung itu dipakai bukan sama pemiliknya, mengapa dia tidak mencoba untuk mengembalikannya"

"Jika kalung itu berada ditempat seharusnya, apakah kamu benar benar akan kembali?" Jawabku.

"Tentu saja, itulah penantian ku selama ini, mencoba menemukan barangku dan tinggal ditempat yang semestinya"

"Sandi? Kamu gak apapa?"

"Kamu disini?"Tanyaku

Sandi pun mengangguk mengiyakan. dia memelukku erat sambil menangis dan ketakutan.

"Tak apa" jawabku.

"Kemana kita harus pulang? Aku menunggu seseorang yang menuntunku pulang. Aku gak mau disini Ci" ucap Sandi.

"Tak apa, ayo kita cari jalan keluar sebelum ada yang tau keberadaan kita". Akupun memegang Sandi, mencoba mengingat jalan keluar.

Aku dan Sandipun mencoba lari, dan benar kami terjebak di wilayah ini. Ini sudah putaran ke 5 kami mencoba mencari jalan keluar.

"Sandi, apa kamu tadi mengikutiku? Sebelumnya kamu dimana?"

""Aku benar benar diruangan tadi, dan aku tak sengaja melihatmu. Aku mencoba mendekatimu tanpa diketahui oleh yang lain"

"Kalau begitu aku coba mengingat kembali bagaimana aku bisa masuk keruangan ini, tapi aku benar benar lupa dimana pintunya". Jawabku

"Itulah yang selama ini terjadi, aku terjebak beberapa hari dalam ruangan ini". Ucap Sandi.

"Apa benar tak ada jalan lain lagi?" Tanyaku

"Aku gak tau Ci, aku benar benar sesak diruangan ini" ucap Sandi

"Tenanglah, aku disini" Akupun mencoba memeluknya dan menenangkannya.

"Ci, tangan Lo gak sakit?" Tanya Sandi

"Kenapa tanganku?"

"Tanganmu berdarah, ayo kita cari sesuatu yang bisa membuat darah nya berhenti" ucap Sandi.

"Apa 'mereka' sudah menyadari keberadaan kita San karena lukaku?"

"Sepertinya begitu, mereka mulai mengikuti karena darah yang ada dilukamu". Ucap Sandi.

"San, apa kamu percaya padaku" tanyaku

"Ya" jawab Sandi sedikit ragu

"Aku akan membawamu lari kembali, apa kamu masih kuat?" Tanyaku memastikan keadaan Sandi yang sangat lemas.

"Aku mencoba lari, jangan pernah tinggalkan aku sendirian". Ucap Sandi.

"Aku janji, aku akan memegang tanganmu erat dan tak akan melepaskannya." Ucapku.

"Berjanjilah, kamu akan membawaku pulang bersama". Ucap Sandi mulai melemah.

"Aku janji, pegang tanganku yang erat, dalam hitungan ketiga ayo kita lari, aku akan menemukan jalan keluar melalui jejak darah yang sempat ku tinggalkan di lantai sebelum aku memasuki wilayah ini. Aku ingat aku sempat terluka dan darahku berceceran dilantai saat memasuki wilayah ini. Ayo sebelum mereka menyadarinya. Bersiaplah 1 2 3..."

Aku memegang erat tangan Sandi dan membawanya lari. Dengan sekuat tenaga aku memegangnya, kulihat jejak darah yang berceceran dilantai dan ku mulai mengikutinya. Mereka benar benar menyadari keadaan kami. Aku semakin memegang erat tangan Sandi dan terus mengikuti jejak darah dilantai.

"Teng teng teng".. aku mendengar suara jam dinding kuno lagi. Seperti dihari sekolah sebelumnya. Dan apa yang terjadi? banyak bayangan hitam yang mulai mengikuti kami. Kami terus berlari sampai akhirnya menemukan sebuah gerbang yang pertama kali aku memasuki wilayah ini.

Aku memegang erat tangan Sandi dan mencoba membawanya keluar gerbang. Aku dan Sandi terjatuh dalam lubang cahaya..

Dan...

"Ci, bangun"

"Ci.. bangun.. sadarlah"

"Ciii... Lo harus bangun. Gua ada disamping Lo". Begitulah kira kira yang sempat aku dengar. Aku mencoba membukakan mataku, dan itu benar benar terang sekali. Aku sempat mengerjakan mata beberapa kali.

"Ci, Alhamdulillah Lo sadar juga" kata Ratih sambil memelukku sambil 😭.

"Ci ci... Gua seneng banget.." ucap Novi mencoba memelukku juga.

"Citra, gua speechless, gak tau harus ngapain. Gua kaget bener lihat keadaan Lo. Dan gua berterimakasih karena Lo mencoba melawan rasa takut Lo dan bisa kembali bersama lagi. Dan Ka Dito bener bener berusaha menjaga dan emenemani Lo seharian". Ucap Ana panjang lebar menjelaskan.

"Maafin aku ngerepotin semua". Jawabku

"Siapa bilang ngerepotin. Kami yang seharusnya berterimakasih karena sudah menjaga sahabat Kami. Terutama Sandi. Aku sangat berterima kasih sekali sama Lo Ci, udah ngelindungi dia".

Akupun mengangguk.. dan memeluk mereka semua.

"Permisi". Ketukan pintu mulai terdengar dari arah depan. Dan terdengalah suara pintu terbuka..

"Hai semua, hai Ci.. gimana kabar Lo?"

"Ka Dito? Mendingan kak". Jawabku..

"Ohemhh ini ada makanan buat kalian. Kakak sengaja beli pas tadi pulang ke rumah"

"Wahh, makasih banyak Ka Dito" ucap Ratih.

"Apa bunganya juga buat kami?" Ucap Ana menggoda ka Dito.

Ka Dito pun tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya tak gatal.

"Ini buat Citra" ucap ka Dito tersenyum tulus.

"Wahhhh... Ini jelas sekali An" ucap Novi.

"Betul" ucap Ratih dan Ana bersamaan".

"Makasih banyak Kak". Ucapku sambil menerima bunga pemberian ka Dito. 'Tuhan tolong aku, kenapa pipiku begitu panas, apa cuaca hari ini begitu gerah?' ucapku dalam hati

"Khemmh ayo makan bersama, lekas sembuh Ci" ucap ka Suci yang dari tadi hanya tersenyum dan memperhatikan ka Dito dari belakang.

"Ayo ayooo"... Ucap Novi Ana dan Ratih.

Aku benar benar bersyukur bisa mendapatkan suatu kebahagiaan yang nyata, berada diantara sahabat sahabat dekatku dan orang orang yang sangat aku sayangi. Namun aku sempat berfikir dan bingung. Aku benar benar berada di rumah sakit. Aku sempat bertanya dalam hati 'Apa Sandi baik baik saja?' sudah berapa lama aku tak sadarkan diri? Apakah ini mimpi atau nyata.

"Ci, Lo harus banyak istirahat ya, Sandi baik baik saja, dia juga menitipkan salam buat Lo, dia harus banyak istirahat untuk sekarang. Jadi dia gak bisa nemuin lo". Ucap Ka Dito seperti serangan bom yang membuatku kaget secara bersamaan dengan pemikiran cenayangnya.

Akupun mengangguk mengiyakan..

"Iya kak"..

"Ci, kita pamit pulang dulu ya, inget jangan banyak fikiran" ucap Ratih

"Ayo temen temen kita pulang, biar Citra bisa istirahat" ucap Ana.

"Ayoo, kita pamit".. ucap semua serempak

"Hati hati, makasih banyak semuanya" jawabku.

1 hari setelah kejadian aku keluar dari rumah sakit, dan sudah dinyatakan sehat oleh dokter, walaupun meninggalkan bekas luka di tangan ku.

Akupun istirahat di rumah. Badanku terasa remuk dan tanganku terasa perih, aku mencoba duduk di tempat tidurku dan membaca komik kesukaanku.

"Tok tok tok"

"Masuk".. jawabku

"Ci?"

"Sandi? Gimana kabar Lo, ayo masuk"

"Baik, Lo gak apapa?" Ucap Sandi sambil memelukku.

"Gak apapa." Ucapku menenangkan

"Maafin gue, Lo terluka gara gara kecerobohan gue".

"Enggak ini gak apapa, yang penting kamu baik  baik saja" ucapku dengan lantang.

"Apa tangan Lo masih sakit?"..

"Nanti juga mendingan ko"..

"Lo udah makan? Gua suapin ya, mamah gua masakin buat Lo sebagai tanda ucapan terimakasih karena udah lindungin gue. Salam dari mamah, dan nanti kalau Lo udah sembuh total mamah mau ngajak makan malam bareng" ucap Sandi panjang lebar.

"Oke" Akupun mengangguk dan mengiyakan sambil tersenyum malu.

Siguiente capítulo