webnovel

12

Citra permisi ke toilet ditemani oleh Syifa adiknya Arkan, tinggallah Irham sendiri duduk di kursi sambil memainkan ponselnya.

"Mas !" Irsyad datang menyapanya dan duduk di sisi kanan nya, Irham memusatkan perhatian nya pada adiknya yang sedikit pendiam itu. Tampaknya ada yang perlu Ia bicarakan. Jarang-jarang Irsyad mau menegur orang lebih dulu.

"Cewek yang tadi sama Mas siapa ?" tanya nya.

Irham mengerutkan keningnya kebingungan, Irsyad bukan jenis orang suka ikut campur hidup orang lain, lelaki itu selalu acuh tak acuh dengan keadaan sekelilingnya. Sejak kapan Irsyad punya rasa kepo. "Lah kenapa ? Kalo gue bilang itu cewek gue, gimana ?" Kata Irham balik bertanya.

Irham jadi was-was sendiri saat mendapati sikap Irsyad yang lain dari biasanya.

"Kayaknya itu cewek yang disuka Bang Arkan deh, Mas." kata Irsyad sangsi, mata Irsyad memindai Arkan dan Widya yang sedang menyapa tamu.

Hah ? Jangan ngadi-ngadi deh.

"Gimana maksud lu ?" tanya Irham penasaran.

"Bang Arkan pernah ngopi sama cewek itu di kafe nya Icad and you know lah. . ." Katanya menjelaskan sambil menunjukan kedua matanya dengan dua jari, memberi isyarat singkat.

Irsyad bisa melihat ketertarikan Arkan pada Citra melalui gerak geriknya saat di kafe kemarin. Lelaki itu tampak begitu memuja dan juga mendambakan Citra. Irsyad yakin bahwa sebenarnya mereka tak hanya berteman.

Satu hal yang langsung terpikirkan oleh Irham, jangan-jangan dokter yang selama ini Arkan ceritakan adalah dokter Citra which is cewek yang sedang Irham cadangkan untuk dikejar.

Tolong semoga ini tidak jadi kebenaran.

Dalam persepupuan mereka yang dominan nya adalah cowok dan hampir seumuran, mereka membuat janji untuk mengharam kan menyukai perempuan yang sama, tidak ada kata mengalah dalam peraturan nya. Kalau hal itu terjadi, mereka harus rela melepaskan perempuan itu.

"Ngah, gue. . ." perkataan Irham terpotong karena Syifa beserta Citra datang menghampiri, mereka sudah selesai dengan urusan toiletnya.

"Oh, halo Icad. Nice to meet you again." Sapa Citra ramah dan tersenyum tipis pada Irsyad. Yang disapa hanya tersenyum tipis dengan gestur tubuh super kikuk.

"Hai." Sapa Irsyad kaku lalu bangkit dari duduknya, menarik tangan Syifa agar mengikuti dan meninggalkan Irham dan Citra berdua.

"Lo kenal Icad juga ? Dia adik kandung gue loh." tanya Irham pada Citra. Mata perempuan itu sukses membola mendengar perkataan Irham.

"Hah..Serius? Dunia ini benaran selebar daun kelor ternyata. Udah fix." decak Citra terkejut, Irham terkekeh pelan menanggapi nya, "Tau gitu aja sih sebenarnya, dikenalin Arkan waktu itu." tambah Citra bercerita.

"Sebelum Citra ketemu kakak di Kafe Irsyad kemarin itu, Citra pernah ke sana bareng sama Arkan." jelasnya. "Kafe Irsyad bagus banget. Banyak tanamannya, dingin juga. Minuman juga enak-enak."

Irham mengambil kesempatan bertanya tentang hubungan Citra dan Arkan saat perempuan itu kembali duduk di samping nya dan mengunyah kue di tangan nya. Kebetulan juga mereka sedang menyinggung Arkan.

"Kamu sedekat apa sih sama Arkan?" tanya Irham hati-hati. Ia tidak enak juga bertanya ini dan itu pada Citra karena mereka bukannya dekat banget gitu. Paham kan ? Apalagi kalau nanti Irham terkesan tampak seperti orang yang kepo dan posesif. alih-alih bikin lega malah bikin ilfil nanti nya.

Citra terdiam sejenak dan menatap kosong ke arah Irham sebelum menjawab pertanyaan Irham, "Kami teman biasa sih, kenal juga setahun yang lalu." Jawabnya jujur. "Kita ketemu di bandara gitu. Aku baru pulang liburan, ketemu sama Arkan. Temanan dari situ sih."

Irham menganggukkan kepalanya paham, "Kamu nggak suka sama dia kan ?" tanya Irham to the point. Rasa nya kalau berlama-lama dan menebak-nebak sendiri jawaban nya akan membuatnya gelisah tiada tara.

"Of course not, but he did." Jawab Citra lugas lalu tergelak sedikit di ujung perkataan nya, "Aku suka orang lain." Tambahnya.

"Kamu suka aku kan kan kan ?" tanya Irham menggoda Citra sambil mencolek pipi dokter cantik itu, "Ngaku lo ?!"

Semburan merah jambu kembali menghampiri pipi Citra dan Ia mengelak dari todongan Irham, "Eeeehh. . . sok tau."

"Halaaaah...." Irham menyentil lengan Citra pelan, "Nggak usah malu-malu gitu lah, Citra." Irham semakin menggoda Citra yang sudah tak tahu harus bagaimana menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Nggak ya, sorry !" elak nya keukeuh.

Irham tergelak puas saat Citra terus mengelak tapi semburat merah dipipi nya berhasil mengatakan semuanya.

Satu sisi lagi, Irham bersyukur bahwa ternyata Citra tidak menyukai Arkan, tapi Ia juga rada-rada khawatir kalau setelah ini timbul masalah karena sepertinya Irham menyukai Citra which is wanita yang Arkan juga sukai.

Citra mengajak Irham untuk mengucapkan selamat kepada pasangan yang baru saja bertunangan itu. Kalau tadi Citra yang merangkul lengan nya kini Irham dengan posesif menggenggam tangan Citra dan untung nya Citra tidak mengelak, malahan semakin mengeratkan tangan nya pada tangan Irham. Dalam hati Irham bersorak riang, Ia menang banyak.

"Selamat ya Arkan, semoga langgeng sampai hari pernikahan." Kata Citra tulus dengan wajah ayu nya dengan raut yang riang.

Wajah Arkan langsung muram saat menyadari bahwa Citra setelah menyalami tangan nya malah menggandeng lengan sepupunya, "Makasih Citra, cepat nyusul ya." Kata Arkan setengah hati. Mata Arkan memindai lama kearah rangkulan tangan Citra pada kakak sepupunya itu.

"Selamat ya Arkan, Widya. Baik-baik ya berdua." kata Irham.

"Iya mas, Makasih loh." sahut Widya dengan senyum tulusnya.

Citra menarik tangan Irham untuk menjauh dari Arkan dan Widya setelah mengucapkan selamat, "Ih Citra nggak nyaman sama tatapan Arkan." Ujar nya jujur. Ia mendekatkan kepalanya di bahu Irham manja.

"Kenapa ?"

"Like what I said Kak, Arkan pernah suka sama Citra dan dia kayaknya nggak suka Citra sama kakak." Rajuknya mengeluarkan uneg-uneg dalam hati nya.

"Euhhmmm..." Irham hanya bergumam pelan tanpa tau berkata apa, Ia sebenarnya gelisah sendiri memikirkan nya.

Dua hal yang Irham tidak ingin saat ini, Ia tidak boleh lagi pepet manja Citra dan hubungan nya dengan Arkan jadi tidak enakan.

Irham membawa perempuan itu keluar dari rumah Widya. "Ke rumah nenek gue dulu mau nggak ? di komplek sebelah sambil nunggu Ibu katanya mau ngomong sama lo."

"Boleh deh yuk."

[***]

Ibu dan Abi nya Irham ini dulu nya waktu muda-muda adalah tetanggaan, jadi kalau pulang ke rumah nenek, Irham hanya tinggal lompat pagar dari rumah nenek dari Abi nya ke rumah nenek dari ibu nya.

Namun, dari dulu markas tempat ngumpul para cucu dan sepupuan adalah rumah nenek dari Abi nya. Rumah itu menguarkan aroma lelaki yang kuat karena Nenek nya hanya punya tiga orang anak lelaki. Dari design, warna hingga suasana kamar walau sudah berpuluh tahun tidak pernah tergantikan, masih kental dengan aroma lelaki.

Orangtua dari Abi nya sudah lama tiada, saat umur Irham 13 tahun kedua nya sudah berpulang ke Rahmatullah. Jadilah, rumah peninggalan itu di huni oleh adik bungsu Abi Irham yaitu Adun Akbar dan keluarga kecilnya.

Sedangkan rumah disebelah nya yang adalah rumah nenek dari pihak ibu Irham kini di tempati oleh kakak dari Ibu nya, Papi Fahri dan keluarga kecilnya.

"Lalu Arkan tinggal di mana dong, kak ?" tanya Citra pada Irham setelah menjelaskan panjang lebar tentang rumah neneknya.

"Tuh !" tunjuk Irham pada rumah berwarna coklat muda yang berada di seberang jalan. "Rumah itu dijual sama pemiliknya karena mereka pindah ke luar kota, tinggal sama anak-anak nya. Jadi Pak Ngah gue beli dan menetap di situ."

"Oooh. . . enak juga ya kalau tetangga nya sepupuan."

"Enak banget tapi gue tinggal nya nggak disini, terpisahkan seorang." Jelas Irham lalu mempersilahkan Citra masuk ke rumah nenek nya.

Saat masuk ke rumah, ternyata ada Irsyad dan Jack yang telah duluan pulang. Bahkan kini mereka tidak lagi memakai baju batik seragaman tunangan Arkan, kedua kini hanya memakai boxer pendek dengan kaos tipis berwana hitam.

"Eh kampret, cepat banget pulang lo ya." Kata Irham menyamperi kedua adiknya itu. Jack tertawa pelan lalu melempar bantalan sofa ke arah Irsyad.

"Dia yang ngajak, Mas. Gue ikut aja." Bela Jack. "Eeh eh, parah lagi lo." Todong Jack saat menyadari bahwa Irham tidak pulang sendirian tapi membawa pulang seorang perempuan bersama nya, "Itu lo bawa pulang cewek ke sini. Ulululu. . . ."

"Apa sih nying !" Irham mengetok kepala Jack sebal, "Kenalan dulu lo sama cewek gue," titah nya pada Jack lalu mengerling jahil pada Citra.

"Citra, gue tinggal bentar ya, mau ganti baju dulu. Duduk dulu, jangan takut. Kalau mereka gangguin, ketok kepala nya."

Irham meninggalkan mereka ke lantai atas.

Citra duduk di sofa single dan tersenyum tipis pada Jack yang Ia ketahui adalah sepupu nya Irham. Lagi-lagi Citra merasa seperti anak hilang hari ini.

"Benaran cewek nya Mas ?" tanya Jack kepo pada Citra. Seingat Jack, sepupunya yang hanya berbeda setahun dari nya itu baru saja putus cinta sekitar beberapa minggu lalu.

Citra menggelengkan kepala nya ragu-ragu, "Alhamdulillah. Jangan mau lo sama dia, Mas Irham jarang mandi." Ungkap Jack jahil.

Irsyad yang hanya mengamati interaksi keduanya kini menendang betis Jack asal, "Mulut lo." Kata Irsyad dingin. Jack memang suka asal kalau berbicara.

"Ampun dah anak ini, asik di tendang aja gue. Nggak sopan amat sama yang tua." Omel Jack lalu membalas menendang Irsyad di kaki nya.

Citra terkikik geli saat kedua lelaki itu kini sudah bergulat dengan aksi saling pukul dan menendang, sesekali memekik sakit dan jangan lupa kata-kata kotor keluar dari mulutnya. Hati Citra menghangat mengamati kedekatan dua saudara itu. No, Citra bisa melihat keluarga Irham memang sangat harmonis, mereka dekat satu sama lain.

Citra membanding-bandingkan dirinya dengan keluarga harmonis ini. Dulu, jika Unyak dan Anyak nya kak Atta tidak datang menjemputnya di desa setelah kepergian orangtua nya, entah bagaimana lah nasib nya saat itu. keluarga besarnya tidak ada yang baik dengan nya kecuali kakak dari dari ibu nya, Unyak Sekar. Dan saat ada perkumpulan keluarga besar, Citra sangat jarang hadir, Ia tidak dekat dengan para sepupu nya.

Irham turun kembali ke lantai bawah dengan setelan lebih santai, celana kain selutut serta kaos putih tampa lengan. "Ngah, masak dong. Laper banget nih." Ujar Irham pada Irsyad. Beruntungnya punya adik yang berprofesi sebagai chef.

"Tadi nggak makan lo Mas ?" tanya Jack pada Irham.

"Kuli mah beda Bang." Ujar Irsyad datar langsung bertandang ke dapur menuruti permintaan kakak nya untuk masak.

"Untung masakan lo enak ya Ngah." Geram Irham pada Irsyad. Wajah lempeng namunyang mengejeknya itu sukses membuatnya gemas.

Masalah asupan makanan, Irham memang yang paling parah. Satu bungkus nasi padang aja tidak cukup, minimal ia makan 2 bungkus, kalau lapar banget 3 bungkus deh.

Irham menarik tangan Citra agar duduk di samping nya di sofa yang lebih besar. "Capek nggak, Cit ?" tanya Irham pada Citra yang ada di samping nya.

Gadis cantik itu menggeleng pelan, "Cuma kepanasan dikit." Sahutnya.

"Mau ganti baju ?" tanya nya pada Citra. Dokter cantik itu menggeleng pelan.

"Mau nya buka kerudung sebenarnya." Jawab Citra jujur. Irham meringis pelan mendengar jawaban Citra, tidak mungkin juga kan Ia meminta gadis itu untuk lepas kerudung nya sedangkan ada 3 lelaki yang bukan mahram nya disini.

"Noh kan Mas, itu tanda nya minta di halalin mas, mau buka kerudung di depan Mas doang." Celetuk Jack menggoda Citra yang langsung menutup kedua pipinya yang sudah kepanasan. Ia mencoba menghalau rasa panas di pipinya namun gagal.

Irham tertawa puas dengan reaksi Citra, perempuan cantik ini cepat sekali merasa malu bahkan hanya digoda sedikit saja dan Irham menyukai itu, menggemaskan.

"Ih apaan sih." Sunggut Citra sebal.

[***]

Citra menunaikan ibadah solat dzuhur nya masih di rumah nenek nya Irham, lelaki itu bersama sepupunya sudah bergerak menuju mushola untuk solat jamaah.

Pintu kamar tamu tempat Citra berada terbuka dan masuk lah Cindy ke dalam nya. Wanita itu tersenyum ramah pada Citra yang kini sedang melipat kembali mukenah yang telah Ia pakai.

"Sudah solatnya ya ?" tanya Cindy basa-basi. Citra mengangguk mantap dan mendekati wanita paruhbaya itu dan ikut duduk di ranjang bersama.

"Ibu senang banget, untuk pertama kali nya Mas bawa perempuan ke acara keluarga, biasa nya Cuma ngenalin saat makan siang gitu." Ujar Cindy pada Citra sambil tersenym lembut, Ia mengelus punggung tangan Citra sayang. "Kamu sama Mas pacaran nggak sih ?"

Citra menggeleng sebagai jawaban nya, mereka saja kenal baru-baru ini. Tidak mungkin juga kan tiba-tiba pacaran.

"Semalam, Ibu sama Abi nya Irham diskusi. Kami rencana nya mau mencari perempuan untuk dijodohkan dengan Mas." kata Cindy membuat senyum yang ada di bibir Citra meluruh seketika.

Kenapa ada rasa tidak rela mendengar Irham dijodohkan dengan perempuan lain. Fine, Citra mengakui bahwa Ia sangat-sangat tertarik dengan lelaki berambut panjang itu namun Citra juga belum bisa menafikan bahwa ada perasaan selain kagum kepada lelaki itu, menyukai misalnya.

Ia merasa nyaman bersama Irham , lelaki itu membuat nya merasa aman dan selalu diperlakukan sopan. Citra menyukai hal itu.

"Tapi, hari ini setelah melihat kamu sama Mas di rumah Widya tadi, rasa nya Ibu nggak jadi mencarikan jodoh buat Mas Irham." Sambung Cindy tersenyum penuh arti.

"Ibu yakin, kalau kamu tertarik dengan Mas dan sebaliknya. Tapi, ibu nggak mau maksa, ya nggak mau halang-halang kalian berdua juga. Namun, jika memang nak Citra merasa tidak mau punya hubungan lebih sama Mas, Ibu mohon agar Citra menjauhi Mas. Ibu nggak mau terus menerus melihat Irham putus cinta, mungkin mudah baginya untuk move on dari satu ke lain nya, tapi jauh dalam hati nya, Irham pasti merasakan sakit.

Kamu juga tau kan, kalau Mas nggak punya apa-apa selain raga nya. Dia nggak punya banyak uang, dia cukup bandel, dia malas mandi, dia juga banyak makan, tapi kalau untuk setia dan menghormati pasangan nya, Ibu yakin Mas nggak akan mengecewakan." Cindy menyudahi perkataan nya yang amat panjang itu.

Citra jadi bingung sendiri, mau membalas apa perkataan Cindy. "Saya belum tahu bu gimana ke depan nya, karena kami kenal juga karena Kak Irham temanan sama Kak Atta." Jelas Citra.

"Yah, tapi nggak menutup kemungkinan kan kalau kalian bersama ?" tanya Cindy tersenyum usil namun juga tersirat akan keseriusan, "Ibu kasih kalian peluang buat sama-sama. Nggak usah buru-buru, kalau nggak jadi pun ibu nggak apa-apa. Semua yang Ibu mau adalah kalian sama-sama bahagia, mau bersama ataupun tidak."

Citra tersenyum tipis mendengar celotehan Cindy, wanita di depan nya ini sangat menyayangi anaknya hingga masalah pasangan pun Cindy sangat perhatian. "Kita lihat nanti bu, kami kan baru kenal juga."

"Ok Citra, Ibu harap nanti kamu yang akan jadi mantu Ibu ya, nak."

Citra tersenyum malu dan menjawab nya singkat, "Insya Allah bu."

Cindy meninggalkan Citra seorang di kamar untuk kembali berbenah dandanan nya, memakai kembali kerudung nya dan memoles sedikit lip di bibir tipisnya.

"Mau balik atau main di sini dulu, Cit ?" tanya Irham saat Ia keluar dari kamar. Irham masih dengan kain sarung dan baju koko nya, melihat nya begitu membuat jantu Citra berdebar kuat. Irham tampak puluhan kali lebih tampan kalau begitu.

"Mau balik aja deh kayaknya." Sahut Citra.

"Ok, bentar ya."

Irham naik ke lantai atas untuk ganti kostum dan meninggalkan Citra di tengah-tengah keluarga nya yang lain.

"Mau pulang ya nak ?" tanya Ikram, Abi nya Irham.

Citra menganguk singkat dan menjawab nya, "Iya Pak, sudah siangan juga kan."

"Panggil Abi saja." Kilah Ikram mengibaskan tangan nya di udara. Lelaki itu pamit undur diri setelah Citra menjawab nya dengan anggukan paham.

Citra mengamati lelaki setengah abad itu. Perawakan nya benar-benar mirip Irham namun pembawaan nya agak kaku seperti Irsyad.

Citra merasa beruntung entah karena apa, dia senang bisa mengenal keluarga Irham yang ramah dan penuh cinta ini. Mereka semua memperlakukan nya dengan baik dan istimewa. Beda dengan keluarga nya sendiri, Ia tidak lebih dari sampah kalau di tengah keluarga besarnya sendiri.

Satu hal terbesit dalam otak Citra, Ia ingin menjadi bagian dari keluarga ini.

"Udah yuk," Irham datang kembali menghampirinya yang terngah melamun.

"Jangan pakai motor ya Mas !" peringat Cindy saat Irham mengambil kunci motor di nakas kecil di dekat tangga. "Nanti kulit Citra gosong, anak orang mahal-mahal perawatan malah kamu ajak panas-panasan." Omel Cindy.

"Menghindari macet loh bu."

"Citra jangan mau ya kalau Irham bonceng pakai motor, pakai bit jelek nya lagi." Kata Cindy pada Citra kini terkekeh melihat interaksi ibu dan anak itu, "Itu mobil kamu di pakai jangan anggurin mulu."

"Iya iya, cerewet benar !" sunggut Irham sebal. "Yuk Citra."

----------------

SEE YOU ON OCTOBER YA CINTAAAAAA :)

Siguiente capítulo