webnovel

Mana Kopi yang Kupesan?

"Aiden, sepertinya kamu salah paham," kata Deny, berusaha untuk menenangkan kemarahan Aiden. Ia tidak boleh kehilangan calon menantu seperti Aiden sehingga ia harus berjuang untuk meredam kemarahannya.

Deny membutuhkan Aiden untuk membuat perusahaannya semakin maju. Dengan bantuan Aiden, ia akan semakin kaya. Ia juga menjadi salah satu orang yang berpengaruh di kota ini.

"Salah paham?" suara Aiden rendah sehingga hampir terdengar seperti menggeram.

Deny langsung menutup mulutnya rapat-rapat, takut malah menyulut kemarahan Aiden jika ia membuka mulutnya. Sementara Natali hanya bisa gemetaran di samping ayahnya. Aiden sudah mengetahui semua rencananya. Aiden tahu bahwa ia yang menjebaknya.

Pria itu tidak buta! Pria itu telah melihat semuanya!

Air mata Natali sebelumnya mungkin memang air mata buaya, tetapi sekarang ia benar-benar ingin menangis. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

"Aku tidak melakukan apapun! Bukan aku …" kata Natali. Air mata mengalir lagi di wajahnya. Namun tidak seperti sebelumnya, bukan air mata sedih yang mengalir di wajahnya. Kali ini ia menangis karena ketakutan.

"Apakah kamu pikir aku bodoh hanya karena aku tidak bisa melihat?" Aiden memotong kata-kata Natali sebelum wanita itu bisa membela dirinya. Matanya terlihat dingin dan tanpa perasaan saat menatap penampilan Natali yang menyedihkan.

"Rekaman CCTV yang kamu hapus. Apa kamu pikir aku tidak bisa mendapatkannya? Mendapatkan benda seperti itu adalah hal yang sangat mudah untukku …"

Mata Natali terbelalak saat mendengar kata-kata Aiden. Ia tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. Aiden bisa mendapatkan rekaman CCTV yang telah ia hapus? Bagaimana mungkin?

"Orang yang kamu suruh untuk mengantar wanita itu ke kamarku. Apakah kamu yakin kamu bisa menutup mulutnya? Apakah kamu tidak pernah berpikir bahwa aku bisa membayarnya dua kali lipat lebih besar daripada uang yang kamu berikan?" Aiden mengatakannya dengan wajah yang tampak bosan seolah ia sedang berhadapan dengan orang bodoh.

Natali langsung merasa panik. Semua rencananya telah terbongkar! Ia segera memeluk lengan ayahnya, berusaha untuk membujuknya dan berkata, "Ayah, itu bukan kemauanku. Anya bilang ia membutuhkan uang untuk menyelamatkan ibunya sehingga ia memintaku untuk dipertemukan dengan orang kaya. Bukan aku …"

Deny hanya bisa menatap putrinya itu dengan kebingungan. Ia tidak tahu harus percaya kepada siapa. Ia tidak tahu sebenarnya siapa yang telah berbohong dan siapa yang berkata jujur kepadanya.

Namun, hanya satu hal yang ia pedulikan. Ia hanya peduli terhadap pendapat Aiden. Jika Aiden mengatakan bahwa Natali bersalah, maka sesuai dengan perkataannya, Natali bersalah. Deny hanya memedulikan Aiden dan harta kekayaannya.

Tangannya terangkat, menampar wajah Natali dengan sekuat tenaga. Membuat Natali terpelanting dari kursinya dan tersungkur di tanah.

"Ayah!" teriak Natali sambil memegang pipinya.

Beberapa saat yang lalu, Anya yang berada di posisinya saat ini. Anya yang memegang pipinya, merasakan penghinaan dan rasa malu karena dipukul oleh ayahnya di depan umum. Sekarang, semua itu malah terjadi kepadanya.

Mengapa semuanya menjadi seperti ini?

Rencananya sudah sempurna. Tetapi mengapa semua tidak berakhir sesuai dengan rencananya?

Di dalam kamar mandi, Anya segera mengganti pakaiannya dengan pakaian yang diberikan oleh Aiden. Saat ia mengeluarkan pakaian itu dari tas kantong pemberian Aiden, ia terkesiap. Itu adalah sebuah baju terusan berwarna putih yang sangat cantik. Ada lipatan-lipatan pada bagian bawahnya, membuatnya sedikit mengembang.

Ia segera melihat bajunya yang kotor dan memasukkannya ke dalam tas tersebut. Pada saat itu, ia tidak sengaja melihat logo sebuah brand mewah yang berada di tas tersebut. Ia terkejut saat melihat brand tersebut. Baju yang ia kenakan ini juga sama mewah dan mahalnya dengan baju yang ia kenakan sebelumnya. Bagaimana kalau ia sampai membuat baju ini kotor lagi?

Anya melihat dirinya di pantulan cermin dan menyadari bahwa rambutnya sedikit awut-awutan. Ia segera membersihkan wajahnya yang terkena cipratan air kopi dan mengambil ikat rambut untuk menguncir rambutnya yang berantakan.

Penampilannya terlihat rapi seperti sebelumnya. Tanpa riasan pun, wajahnya terlihat sangat cantik secara alami. Setelah yakin penampilannya cukup baik, ia segera keluar dari kamar mandi. Ia merasa khawatir pada ayahnya. Namun, selain itu, ia juga tidak sabar menunggu Aiden membalaskan dendamnya pada Natali.

Setelah ia kembali dari kamar mandi, ia melihat Aiden sedang duduk dengan tenang sementara Deny menampar Natali dengan keras. Entah apa yang sedang mereka perdebatkan. Anya berpura-pura tetap tenang dan segera duduk di samping Aiden.

Aiden melihat saat Anya berjalan menuju ke arahnya. Wanita itu dengan pakaian yang penuh noda sebelumnya masih terlihat cantik di mata Aiden. Setelah berganti pakaian, Aiden merasa wanita itu jauh lebih sempurna. Baju warna putih yang ia kenakan saat ini seolah membuat auranya yang murni dan bersih semakin terpancar.

Ia melihat Anya telah menguncir rambutnya, tetapi anak-anak rambut masih berusaha melarikan diri dari ikatan tersebut. Aiden mengangkat tangannya, menyisir anak-anak rambut itu ke belakang telinga Anya sambil berkata, "Natali berkata bahwa kamu memintanya untuk dikenalkan pada pria kaya," kata Aiden. Tidak seperti cara berbicaranya pada Deny dan Natali, Aiden berbicara pada Anya dengan nada yang ringan seolah sedang mengobrol biasa.

Anya menggelengkan kepalanya. Sepertinya Natali benar-benar tidak tahu batas. Di saat seperti ini pun ia masih memilih untuk berbohong. Hal itu membuat Anya merasa semakin kesal dan ingin membalasnya lebih kejam.

Anya melipat tangannya dan berpura-pura cemberut, "Apakah kamu percaya kepadanya?"

Aiden tersenyum saat melihat tingkah Anya yang menggemaskan, "Aku hanya mempercayai apa yang kamu katakan."

Natali merasa jijik dengan kelakuan dua orang di hadapannya dan langsung berteriak dengan keras, "Aku tidak berbohong! Anya, berhenti berpura-pura!"

"Kamu telah menggoda tunanganku dan menghancurkan pertunangan kami. Sekarang, kamu menuduhku? Kamu mau menyalahkanku atas semuanya?" Teriakan Natali terdengar putus asa seolah ia berjuang sekuat tenaga untuk membuat semua orang kembali mempercayainya. Tetapi siapa yang akan mempercayainya jika ia sedang berhadapan dengan Aiden.

Deny bisa melihat Aiden semakin kesal saat mendengar Natali. Kalau terus-terusan seperti ini, pada akhirnya Natali bisa menghancurkan hubungannya dengan Aiden. Ia tidak peduli putrinya yang mana yang bisa mendapatkan Aiden, asalkan salah satu dari mereka bisa mendapatkan hati pria itu. Karena sekarang Aiden memiliki Anya, tentu saja ia juga akan membela Anya.

"Diamlah!" bentak Deny pada Natali. "Minta maaf pada Anya!"

Mulut Natali menganga saat mendengar perintah ayahnya. Minta maaf? Pada Anya? Ia tidak akan pernah melakukannya! Ia tidak sudi meminta maaf pada Anya, meskipun memang ia yang telah menjebaknya …

"Tidak! Aku tidak bersalah!" teriak Natali sambil menangis tersedu-sedu. Hingga saat ini pun, Natali tidak menyadari posisinya dan bersikeras pada pendiriannya.

Aiden merasa tangisan Natali sungguh mengganggu telinganya. Kepalanya rasanya pusing mendengarkan tangisan wanita ini. Ia menoleh ke arah para pelayan yang berjejeran dan menatap keributan di tempat kerja mereka dengan ketakutan. Manager mereka sudah berada di sana, tetapi ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka semua sadar dengan siapa mereka sedang berhadapan sehingga mereka tidak berani melakukan apapun.

"Mana kopi yang kupesan?" tanya Aiden pada salah satu pelayan di dekatnya.

Siguiente capítulo