webnovel

Pagi Berbahaya

Franz membuka matanya secara mendadak saat mendengar teriakan yang begitu memekakan telinga. Tubuhnya langsung terduduk dengan mata yang masih terpejam. Franz menaikan satu alisnya saat melihat Nona menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Apa yang anda lakukan Mr. Franz?" teriak Nona dengan suara serak. Bahkan air mata menetes satu persatu dari sudut matanya yang merah, "Kenapa aku bisa ada di dalam kamar ini bersama denganmu," sambungnya lagi dengan wajah tidak terima.

Franz menghela napas. Pemandangan seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya setiap pagi setelah malamnya bercinta, Franz akan mendapat pelukan hangat dengan senyuman manis dari wanita yang baru ia tiduri. Bahkan tidak jarang, adegan malam itu terulang kembali di pagi hari. Namun, pagi ini. Bukannya morning kiss yang ia dapat justru teriakan dengan tatapan menuduh.

"Aku juga tidak ingat," ucap Franz asal saja. Ia juga tidak mau mengakui perbuatannya kerena ia tidak ingin di benci oleh Nona. Di tambah lagi, memang tadi malam Nona dalam keadaan mabuk. Tidak ada unsur pemaksaan di sana.

Nona menunduk sedih sambil berusaha kembali mengingat apa yang terjadi. Wanita itu masih terlihat kebingungan. Kedua tangannya mencengkram selimut dengan begitu kuat. Isak tangisnya memang perlahan mereda. Nona tidak lagi melanjutkan kesedihannya. 

"Hei, Miss. Jangan bersedih. Aku tidak akan meninggalkanmu begitu saja. Mulai pagi ini, kau bisa menjadi kekasihku," ucap Franz penuh dengan percaya diri. Pria itu mengukir senyuman indah yang menjadi daya pikatnya selama ini.

"Kekasih kau bilang?" Wajah Nona memerah dan siap untuk meledakkan amarah yang sejak tadi tertahan di dalam hatinya. Tanpa menunggu lama lagi. Tangan yang sejak tadi terkepal kuat kini melayang  begitu saja di pipi Franz yang berkulit putih. Dengan napas yang memburu cepat, Nona memandang wajah Franz dengan penuh kebencian.

Franz terlihat kebingungan. Pria itu memegang pipinya yang sudah memerah. Memang tidak sakit. Pukulan Nona tidak ada apa-apanya di kulitnya yang tebal. "Ya. Kekasih. Lalu, kau pikir aku harus bagaimana? Bukankah status menjadi kekasih sudah cukup sebagai bentuk tanggung jawabku terhadap hilangnya perawanmu malam ini." ucap Franz dengan senyum jahat. Pria itu menyunggingkan senyuman dan menatap sebagian tubuh Leona yang terbuka dengan tatapan sensual. "Lagian. Tubuhmu boleh juga. Aku tidak keberatan sama sekali untuk melayani-"

Lagi-lagi tamparan keras mendarat di pipi Franz. Kali ini cukup sakit. Tenaga yang di miliki Nona juga bertambah seiring dengan penghinaan yang baru saja dikatakan oleh Farnz. Wanita itu mengacungkan satu jarinya di hadapan wajah Franz.

"Jangan pernah bermimpi untuk menjadi kekasihku apa lagi tidur denganku! Malam ini aku maafkan karena kau rekan bisnisku dan juga aku dalam keadaan mabuk tadi malam," ucap Nona sebelum menarik selimut agar menutupi seluruh tubuhnya.

Franz tidak terima. Pria itu menarik paksa tangan Nona dan menindih wanita itu. Ia mendaratkan bibirnya di bibir Nona yang masih terlihat kering. Tanpa ampun. Pria itu mencecap bibir mungil wanita itu. Memegang kedua tangan Nona agar tidak bisa bergerak bebas untuk mendorong tubuhnya.

"Apa kau pikir aku lelaki pajangan atau bayaran yang bisa seenaknya kau tinggalkan begitu saja? Eh?" umpat Franz kesal sebelum mendaratkan lagi bibirnya di leher jenjang milik Leona. Satu tangannya menarik selimut yang menutupi tubuh Nona dan menyingkirkannya hingga menjauh. Tubuh mulus dan polos wanita itu lagi-lagi terlihat.

 Nona masih berusaha menghindari sentuhan bibir Franz yang tidak karuan. Napasnya tersengal. Kali ini tenaga Nona kalah. Ia tidak memiliki kemampuan untuk menyingkirkan tubuh kekar pria yang kini ada di atas tubuhnya. Satu tangan Nona yang terbebas dari genggaman Franz lagi-lagi harus melayang di pipi pria itu.

Satu tamparan harus di terima Franz untuk yang kesekian kalinya. "Kau pria brengsek! aku membencimu. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan pria pengecut seperti dirimu. Pemaksa dan tidak memiliki hati!" teriak Nona dengan sisa tenaga yang ia miliki.

Franz menatap wajah Nona dengan saksama. Pria itu tidak bisa berbuat banyak. Ucapan Nona memang telah berhasil mengenai hatinya yang paling dalam. Setelah membuat cap telapak tangan di pipi kiri Franz, Nona segera mendorong tubuh Franz. Ia turun dari tempat tidur. Wanita itu melilit tubuhnya dengan selimut. Mengutip setiap pakaian yang menjadi miliknya dan membawanya menuju ke kamar mandi.

Franz memegang pipinya yang memerah dengan bibir tersenyum, "Wanita yang cukup menarik walau ia cukup kasar," ucap Franz sebelum turun dari tempat tidur. Pria itu mengambil celana pendeknya dan memakainya dengan senyuman kecil. 

Franz berjalan ke arah meja. Ia mengambil bungkus rokok dan mengambil satu batang rokok dengan tenang. Baru satu hisapan yang ia lakukan di batang rokok tersebut, tiba-iba terdengar suara ketukan pintu. Franz memperhatikan pintu tersebut sebelum berjalan mendekatinya. Ia menatap ke arah pintu kamar mandi lagi sebelum membuka pintu. Franz ingin memastikan kalau Nona tidak melihat tamu yang kini akan muncul di hadapannya.

Setelah pintu terbuka. Leon berdiri di hadapan Franz. Pria itu terlihat menahan emosi dengan tangan terkepal kuat. "Pria brengsek! Dimana Nona!" teriaknya sambil mendorong tubuh Franz dengan paksa. Leon masuk ke dalam kamar hotel tersebut untuk menemui Nona. Sejak tadi malam, ia sangat khawatir dengan keadaan Nona. Bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak di rumahnya.

Langkah Leon terhenti saat melihat bercak darah di atas seprei berwarna putih yang ada di dalam kamar tersebut. Napasnya berburu semakin cepat. Leon terlihat sangat kesal dan kecewa atas pemandangan hina yang ada di hadapannya.

"Apa yang kau lakukan? Kau tidak memiliki sopan santun!" ucap Franz dengan wajah tidak suka. Pria itu mematikan rokok yang sejak tadi ada di jemarinya. Ia menatap wajah Leon dan siap menghadiakan pria itu sebuah pukulan. Namun, gerakannya terhenti saat ia melihat wajah sedih Leon. Bercak darah Nona yang ada di atas seprei memang telah berhasil membuat Leon mematung dan tidak bisa berkata-kata lagi.

"Kau mencari kekasihku?" tanya Franz dengan suara menghina. Tidak ada cara lain lagi baginya. Hanya dengan memanas-manasi Leon maka ia akan merasa menag dari musuh bebuyutannya itu. "Dia lagi mandi di kamar mandi. Kami baru saja mengulanginya. Tadi malam terlalu lelah hingga tidak bisa melakukannya berulang kali. Tiga kali saja sudah cukup," ucap Franz dengan wajah bahagia.

Pada saat yang bersamaan. Nona keluar dari dalam kamar mandi. Wanita itu sudah mengenakan pakaian yang tadi malam ia kenakan. Ia berdiri di ambangpintu kamar mandi dengan wajah kaget. "Mas Leon?" ucapnya pelan saat melihat mantan suaminya kini berdiri di hadapannya. "Apa yang Mas Leon lakukan di sini?" ucap Nona Lagi.

Siguiente capítulo