webnovel

RIP

Jesica langsung menghampiri anaknya begitu pulang. Jay sendiri masih asik bercanda dengan ketiga keponakannya. Kenan membawa Kris ke kamar karena anak itu sudah terlelap sejak perjalanan.

"Mana liat mommy..."

"Aw..pelan mom.." Jay protes saat Jesica menarik tangannya.

"Ya ampun bang, apa-apan sih?seneng bikin orang tua khawatir? Mommy udah liat semuanya di CCTV. Kalau mau nyoba-nyoba kaya gitu tuh bawa siapa gitu bang. Ini sendirian. Ga kira-kira ya Abang." Jesica mengomel persis seperti yang dikatakan Tiara tadi sore.

"Maaf mom..."

"Udah ngerasain?enak?sakit?mau lagi?" Kenan turun dari tangga dengan santai.

"Iya dad maaf.." Jay mengulangi lagi perkataanya. Ara dan Dariel hanya diam dan memilih sibuk mengurus anak-anaknya.

"Duh kalo bukan Jay namanya, udah mommy marahin." Jesica kini duduk disamping anaknya. Dia mendekap kepala Jay.

"Udah diganti belum perbannya?"

"Udah tadi dibersihin sama Tiara."

"Udah makan?"

"Udah mom, manja-manjaan tadi sama Tiara." Ara meledek.

"Jangan gitu lagi ya bang.. "

"Aku sekarang udah berani kok mom. Aku ga takut lagi."

"Iya-iya."

"Karin sini sama opa Ken.." Kenan dengan tersenyum meraih cucunya namun belum juga berhasil suara handphonenya terdengar.

- Halo kak.

Jawab Kenan memanggil kakaknya Bella namun hanya ada suara tangisan disana.

- Kak?kakak kenapa?halo. Kenapa?

Panggil Kenan lagi panik. Apa terjadi sesuatu dengannya?apa ada sesuatu yang terjadi antara diirinya dan kak Dikta?

- Ken..cepet pulang.

- Pulang?pulang kemana?aku baru sampe Indonesia.

- Ayah Ken.

- Ayah kenapa?coba kasih teleponnya sama orang lain. siapa yang ada disitu.

Kenan tak mengerti dengan ucapan Bella.

- Ayah udah ga ada.

- Apa?

Kenan langsung mematung. Dia tak yakin dengan apa yang baru di dengarnya.

- Ayah?ayah ga ada?.

Kenan mengulangi perkataanya namun Bella hanya menjawab dengan tangisan. Jesica yang duduk disana ikut terkejut dengan ucapan Kenan tadi.

- Oke. Kenan kerumah sekarang.

Kenan mencoba bersikap tenang. Dia tahu bahwa hari ini pasti akan tiba. Dia masih ingat bagaimana mertuanya pergi. Hal itu jelas menyadarkan Kenan bahwa kelak juga dia akan kehilangan ayahnya. Kenan bergegas pergi bersama Jesica. Menitipkan Kris pada Ara dan Dariel. Jay sama syoknya dengan Kenan. Dia tak percaya jika dirinya kehilangan opa terbaiknya.

"Bang...gendong dulu." Ara segera memberikan Davin dan memilih memeluk Jay. Adiknya pasti sedih. Tadi dia ingin sekali ikut tapi Kenan melarangnya. Kondisi Jay kurang sehat sekarang untuk ikut.

"Abang telepon Kay.." Dariel berdiri dan mencoba meraih handphonenya dengan satu tangan.

***

Pagi harinya pemakaman dilakukan. Sedih pasti tapi sepertinya Kenan sudah bisa menerima kenyataannya jika ayahnya telah berpulang. Semalam ayahnya terkena serangan jantung dan siapa sangka malam itu juga penyakitnya merenggut nyawa dirinya. Marsha hadir disana bersama sang ayah Dani untuk mengantarkan kepergian sahabatnya. Bella dan Lisa hanya berdiri disamping ibunya yang kini duduk dengan lemas melihat suaminya sudah masuk dan terkubur kedalam liang lahat. Riko dan Kenan yang setia mendampingi Alm. ayahnya sampai masuk ketempat peristirahatan terakhirnya. Jay juga hadir disana berdiri bersama Jesica sementara Kris dia titipkan bersama Dariel dan Ara dirumah duka. Kay dan Kiran akan menyusul. Sejak kemarin mereka sudah dihubungi Dariel dan mungkin pagi ini mereka pergi dari Australia menuju Indonesia. Semua berjalan lancar sampai mereka tiba dirumah. Riko berjongkok dihadapan ibunya sementara Kenan dan Bella berada dibelakang Riko. Ibunya jelas tak henti mengeluarkan air matanya. Belahan jiwanya kini terlah pergi. Sesekali Riko menghapus air matanya dengan tangan membuat Bella juga ikut sedih. Kenan yang kali ini memeluk kakaknya. Mendekapnya untuk menguatkannya padahal dirinya pun sama sedih dan tak tega melihat ibunya.

"Mah...mamah ikut Riko aja." Perkataan Riko masih disambut diam. Ibunya itu mungkin masih membutuhkan waktu itu menjawab.

"Mamah pingin ke kamar." Ibunya tak menjawab dan lebih memilih minta dibantu untuk pergi ke kamar. Riko membantunya berjalan dan mengantarkan ibunya ke tempat yang diinginkan. Riko menarik selimut untuk ibunya. Mungkin ibunya itu lelah dan butuh tidur. Semalaman ibunya tidak tidur sama sekali.

"Ga usah dipaksa, nunggu mamah siap. Biar mamah yang milih mau tinggal sama siapa. Aku udah bilang Sica, dia ga keberatan kalo mamah ikut."

"Ya udah tunggu beberapa hari lagi." Riko menutup rapat pintunya. Mereka kini bersiap-siap untuk acara tahlilan nanti malam.

"Daddy..." Kris berlari kearahnya. Kenan langsung menggendongnya.

"Jangan lari-lari sayang, ga sopan."

"Opa ga ada?Opa pergi sama bayi-bayi..." Kris melingkarkan tangannya di bahu Kenan.

"Bayi-bayi itu keponakannya Kris." Kenan sedikit terhibur dengan ucapan Kris.

"Klis liat opa diatas."

"Opa ga mungkin nakutin Kris. Opa jaga Kris." Kenan memberi pengertian. Kini anaknya malah meletakkan kepalanya dibahu Kenan.

"Aku ga punya opa Daddy..."

"Kata siapa?Kris tetep punya. Opa ga ada bukan berarti Kris ga punya."

"Daddy jangan pergi." Kris dengan sedih. Kenan menarik alisnya keatas merasa heran dengan ucapan anaknya.

"Daddy ga pergi. Kris masih ngantuk ini. Tidur ya, nanti malem bangun kita doain opa." Kenan berjalan menuju kamarnya yang dulu. Dia mencoba mengayun anaknya dengan perlahan. Kris mungkin mengalami jet lah akibat penerbangan dari Hawai. Ah...Kenan jadi takut jika Kris sakit. Anaknya yang lincah kini sedikit lemas.

"Kris tidur Mas?" Jesica membuka pintu.

"Iya, kayanya masih ngantuk tadi."

"Udah gede juga minta diayun aja.." Jesica melihat Kris sudah memejamkan matanya. Tangannya yang tadi kuat memegang bahu Kenan kini sudah tergulai. Kenan membaringkan Kris ditempat tidurnya.

"Untung kita pulang, Jadi Mas masih bisa liat."

"Emang udah jalannya kayanya kini pulang."

"Ga salah Mas ikutin kamu."

"Sabar Mas.." Jesica sudah berdiri didepan suaminya. Mengusap pelan punggungnya. Dia tahu rasanya. Kehilangan orang tua bukanlah hal yang mudah. Apalagi saat itu Jesica kehilangan dua sekaligus.

"Makasih sayang..." Kenan memeluk Jesica. Dia kaitkan kedua tangannya dipinggang. Membiarkan kepalanya bersembunyi diperut Jesica. Ya...ini menyedihkan. Berkali-kali Kenan mencoba menyembunyikan rasanya. Kali ini dia sudah tak tahan. Dia juga bisa menangis seperti kakak perempuannya. Biarlah. Hanya ada Jesica disini. Sebentar saja sebelum Kenan kembali kebawah dan kembali kedunia nyata dimana ayahnya sudah tak ada. Dia masih ingat sejak kecil bahkan sampai dihari pernikahannya dulu Kenan adalah satu-satunya anak yang selalu bertengkar dan beradu mulut dengan ayahnya, nun dalam kemarahannya tak sedikitpun Kenan membenci ayahnya. Moment-moment itu kini muncul dalam ingatannya. Bagaimana mereka bertengkar di ruangan tamu, di dapur, di meja makan bahkan diacara penting sekalipun. Kenan tertawa sendiri sekarang mengingat kejadian itu. Dia benar-benar kurang ajar pada ayahnya. Hal yang paling tak bisa dilupakan tentu saja saat dia cekcok karena hubungannya dengan Marsha tak direstui. Mereka tak pernah benar-benar berdamai sampai om Vincent datang dan sekarang ayahnya juga sudah hidup damai disisi yang maha kuasa.

***To be continue

Siguiente capítulo