webnovel

Chapter 10

Ia keluar lebih dulu sebelum membukakan pintu mobilnya untukku. Mr. Shaw menggenggam tanganku saat kami berjalan ke rumah itu. Ia meninggalkan jas hitamnya di mobil, lengan kemeja yang Ia kenakan dilipat hingga ke sikunya. Sebuah senyuman muncul di wajah tampannya saat Ia menangkap pandanganku yang sedang mengamatinya, lalu Ia mengangkat tanganku yang sedang digenggamnya dan mencium jaari-jariku dengan lembut.

"Kalian butuh waktu privasi lagi?" Tiba-tiba Gregorius Shaw muncul dari balik pintu, Ia tersenyum ramah saat melihatku tapi cemberut saat mengalihkan pandangannya pada Mr. Shaw. "Kami sudah menunggumu sejak 45 menit yang lalu, Nick."

Aku masih belum beratanya untuk apa Mr. Shaw mengajakku kesini. "Kau terlihat cantik, Eleanor." Kata Greg tiba-tiba sambil mengedipkan sebelah matanya dengan ekspresi bercanda.

"Namanya Miss Heather untukmu, Greg." Tegur Mr. Shaw sambil menarik kedua sudut mulutnya ke bawah. Greg hanya membalasnya dengan tertawa, lalu kedua matanya tertuju pada tangan kami. Senyumannya memudar dengan cepat. Kurasakan wajahku memerah saat Ia memandangku sekilas. "Semuanya sudah menunggu di dalam."

Semuanya? Siapa?

Kami berjalan masuk ke dalam rumah. Bahkan interior di dalamnya terlihat lebih mewah dari luarnya, karya desainer dan benda seni dipajang di setiap sudut rumah ini. Kami melewati serambi luas yang berseberangan dengan kolam renang, lalu masuk ke ruangan besar lainnya. Ruangan ini dihiasi rak buku dan sofa-sofa, lukisan, benda antik, dan grand piano yang ditata sedemikian rupa hingga terlihat elegan. Mr. Shaw sudah melepaskan genggaman tangannya sesaat sebelum kami masuk ke dalam ruangan ini.

Empat orang lain sedang berdiri di sekitar meja mahogani yang berada di tengah ruangan. Dua orang asing, Eric, dan Alice. Alice mengenakan gaun malam berwarna biru yang serasi dengan warna matanya yang pucat dan seperti yang sebelum-sebelumnya Ia terlihat sangat cantik. Auranya yang anggun membuat semua yang sedang dilakukan olehnya terlihat elegan, bahkan saat Ia hanya berdiri. Tiba-tiba aku menyadari ruangan ini dipenuhi oleh orang-orang seperti Alice dan Mr. Shaw. Mereka seperti model yang berada di cover majalah High End.

"Ah... ini dia, Nicholas." Gumam seorang perempuan yang berdiri tidak jauh dari Alice. Dan Ia juga terlihat sama cantiknya. Rambutnya yang agak keriting dan berwarna coklat gelap terlihat membingkau wajah kecilnya dengan sempurna, kedua mata besarnya yang berwarna coklat memandangku dan Mr. Shaw bergantian dengan sedikit terkejut. "Aku tidak tahu Nicholas akan membawa tamu."

"Ludy, ini Eleanor Heather. Eleanor, ini Ludmila." Mr. Shaw mengenalkan kami, aku tersenyum padanya. Ludy membalas senyumanku dengan ramah, lalu Mr. Shaw menunjuk pria di sebelah Ludy, "Dan ini adalah Sebastian Moran, suaminya."

"Senang bertemu denganmu, Miss Heather." Mr. Moran tersenyum padaku tapi suaranya terdengar sedikit terkejut. Ia terlihat seumuran dengan Mr. Shaw.

"Senang bertemu denganmu juga, Mr. Moran, Mrs. Moran." Jawabku sambil tersenyum. Eric mengangguk dengan ramah padaku saat kami bertatapan. Mr. Shaw berdiri di sebelahku, sedang berbasa basi dengan Mr. Moran.

Semua orang sedang memegang segelas Wine merah di tangan mereka. Gregorius Shaw meminum Winenya sambil bersandar di salah satu rak buku, Ia sedang memandang karpet di bawahnya dengan kening berkerut.

"Kau ingin minum sesuatu, Eleanor?" tiba-tiba Alice bertanya padaku. "Atau kita bisa ke dapur bersama, Sebastian memiliki banyak koleksi Wine."

Oh, jadi ini rumah keluarga Moran. "Okay, tentu saja." Jawabku sambil berjalan di sebelahnya. Mr. Shaw menoleh ke arahku sejenak sambil tersenyum kecil sebelum melanjutkan obrolannya dengan Mr. Moran.

Kami berjalan melewati beberapa lorong dan ruangan, rumah ini benar-benar luas seperti museum. Alice tidak mengajakku mengobrol sama sekali dan aku tidak bisa membaca ekspresi di wajahnya. Apa Ia akan mengintrogasiku setelah ini? Atau mungkin lebih buruk... Mungkin Ia akan melabrakku?

Alice membawaku melewati sebuah dapur besar, beberapa orang berseragam chef sedang sibuk memasak, tapi kami berjalan terus masuk ke ruangan lain, dapur yang lebih kecil dan lebih rapi. Aku tidak heran jika rumah ini memiliki dua dapur, tipikal orang-orang kaya.

Alice membuka sebuah lemari penyimpanan Wine yang sangat besar lalu mengeluarkan salah satu botolnya. "Ini Wine favorit Ludy." Gumamnya sambil menuangkannya ke dua gelas baru lalu memberikannya padaku salah satunya.

"Terima kasih." Balasku sebelum meminumnya seteguk, membiarkan rasa manis dan sedikit pahit bertahan di lidahku lebih lama.

"Nicholas tidak pernah mengenalkan teman wanitanya pada kami." Kata Alice dengan santai sambil mengambil gelasnya.

Aku hampir tersedak Wine yang sedang kuminum. "Maaf, apa?"

Kedua mata abu-abu kebiruannya yang pucat memandangku lekat-lekat, "Ia tidak pernah peduli untuk mengenalkan teman wanitanya pada kami. Dan aku sudah mengenalnya sangat lama..." Tidak ada nada cemburu di dalam suaranya, malah aku mendengar sedikit nada heran.

"Oh..." aku menggenggam gelas Wineku dengan salah satu tanganku, "Aku berpikir kau adalah teman wanitanya?"

Ia tersenyum padaku, wajahnya yang anggun terlihat semakin cantik saat Ia tersenyum. Sayangnya sepertinya Ia jarang tersenyum. "Nicholas hanya teman lamaku. Sama seperti Greg, Eric, Sebastian, dan Ludy." Ia mengamati ekspresiku sebelum menambahkan, "Tenang saja, Eleanor, aku sama sekali tidak tertarik padanya. Dan aku bisa meyakinkanmu, Nicholas juga tidak tertarik padaku." tambahnya sambil bergidik sedikit.

Kurasakan wajahku sedikit memanas setelah mendengar kalimat terakhirnya. Jadi selama ini aku salah paham? Rasa lega memenuhi dadaku seperti sekumpulan balon yang melayang lepas.

"Jadi dimana kalian bertemu? Aku melihat kalian pertama kali saat di Manhattan."

"Mr. Shaw menyelamatkanku saat aku hampir ditabrak. Dan kebetulan aku sedang mengaudit perusahaannya."

Alice kembali tersenyum, "Oh? Nicholas menyelamatkanmu?" pandangannya tiba-tiba terpaku pada leherku saat aku menyibakkan rambutku ke belakang. Senyuman di wajahnya menghilang seketika. Ia mengangkat kepalanya dan mengendus ke udara lalu ekspresi di wajahnya berubah drastis.

"Miss Heather, apa kau punya waktu sebentar?"

Aku menoleh ke arah pintu lain dari dapur ini, Gregory Shaw sedang berdiri di depannya. Aku tidak mendengarnya masuk tadi. Ia memandangku sekilas lalu memandang ke arah Alice dengan sedikit dingin.

"Tentu saja" jawabku sebelum berjalan ke arahnya. Sebenarnya aku ingin menghindarinya malam ini.

Ia memakai jeans dan kaos hitam dengan logo band, jaket jeansnya yang sebelumnya dipakai sudah dilepas. Bakal janggut tumbuh menutupi rahangnya. Dengan penampilan seperti ini Ia tidak terlihat seperti pengacara mahal lagi. Mungkin lebih seperti model cover majalah Men's Health?

"Gregory... Apa kau sudah gila?" suara Alice terdengar aneh, jadi aku menoleh kembali ke arahnya. Ia bersandar ke counter dapur sambil melipat kedua tangannya di dada. "Nicholas akan membunuhmu." Gumamnya dengan pelan. Aku memandang mereka bergantian, apa yang mereka bicarakan?

"Ini bukan urusanmu." balas Gregory dengan ketus.

Alice mengangkat bahunya sambil tersenyum, "Kau benar." lalu Ia menelengkan kepalanya sedikit, "Tapi aku tidak sabar melihat responnya."

"Aku tidak tahu Ia adalah—" Gregory menutup mulutnya seketika lalu menggertakkan rahangnya. "Apa kau bisa keluar sebentar? Aku ingin bicara berdua dengannya."

Alice hanya mengangkat bahunya sebelum berjalan keluar dari dapur, meninggalkanku sendiri bersama Gregory Shaw. Ia sedang menatapku dengan ekspresi suram di wajahnya. Tiba-tiba luka di pangkal leherku sedikit berdenyut lagi.

Ada apa denganku?

Gregory Shaw menarik nafasnya dalam-dalam lalu menyisir rambut hitamnya dengan kedua tangannya. "Bagaimanapun juga aku harus membereskan kekacauan ini." Gumamnya lebih kepada dirinya sendiri. "Tapi aku tidak tahu harus memulainya darimana" Katanya padaku.

Aku masih tidak mengerti apa atau mengapa Ia ingin bicara berdua denganku. Tapi aku tetap berusaha mendengarkannya sesopan mungkin.

"Miss Heather, kita pernah bertemu sebelumnya di San Fransisco."

Kerutan di keningku semakin dalam. "Oh? Aku tidak mengingatnya."

Ia kembali menarik nafasnya dalam-dalam lalu menatapku dalam-dalam, "San Francisco, 7 bulan yang lalu. Kita bertemu malam itu."

"7 bulan yang lalu—"

"Di depan gang sialan itu." potongnya dengan tidak sabar.

Gelas wineku meluncur jatuh dari tanganku, suara pecahannya menggema di sekitar dapur yang sunyi. Tubuhku membeku di tempat saat rasa terror itu kembali lagi. Rasa panik, takut, dan putus asa itu.

Semua rasa familiarku pada Gregory Shaw, lukaku yang berdenyut saat Ia berada dekat denganku, dan suaranya... semua itu adalah tanda-tandanya. Dan aku baru menyadarinya sekarang.

Saat Ia mendekat lagi ke arahku, kubuka mulutku untuk memintanya berhenti di tempatnya, tapi yang keluar malah suara teriakanku yang sebelumnya tidak bisa keluar. Sesaat aku membayangkan sepasang taringnya yang kulihat malam itu. Kusandarkan punggungku di tembok belakangku untuk menopang tubuhku yang terasa lemas.

Gregory Shaw hanya berdiri mematung di tempatnya, seakan sedang menunggu sesuatu. Rasa panik membuatku kesulitan bernafas. Rasanya tubuhku seperti kembali ke malam itu, aku bisa merasakan udara malam yang dingin, dan mendengar suara teriakan kesakitan itu...

Beberapa detik kemudian beberapa orang masuk ke dalam dapur, tapi aku tidak melihat siapa saja karena kedua mataku masih terpaku padanya. Sepasang tangan menangkup wajahku, memaksaku mengalihkan pandanganku.

Wajah Nicholas tiba-tiba menggantikan wajahnya, "Eleanor!" suaranya menembus kabut yang sebelumnya menutupi otakku. Aku menggenggam pergelangan tangannya erat-erat hingga jari-jariku sedikit memutih, "Ia... Ya Tuhan, Ia—Ia yang menggigitku." Kalimatku tidak terdengar jelas di telingaku sendiri.

"Eleanor, tarik nafasmu dalam-dalam." Nicholas masih menangkup wajahku, ibu jarinya menyapu pipiku yang basah, aku baru menyadari aku sedang menangis. Ia menarikku ke dalam pelukannya, dan rasa aman sesaat menyelubungiku. Hanya sesaat. Aku bisa merasakannya sedang berbicara dengan marah, kubenamkan wajahku di dadanya. Hingga aku menangkap pertanyaan Mr. Shaw berikutnya.

"Kau... apa?" tubuhnya tiba-tiba menegang. Ia melepaskan pelukannya dariku perlahan lalu membalikkan badannya. Punggungnya berada di depanku menutupi pandanganku dari Gregorius Shaw.

"Aku tidak tahu kalau dia adalah milikmu, Nick! Ahh... saat itu dia belum menjadi milikmu, kan?"

Detik berikutnya Mr. Shaw melemparkan tinjunya pada saudaranya hingga mereka berdua jatuh ke lantai, dan Ia tidak berhenti hanya sekali. Tangannya terus bergerak untuk memukulnya hingga aku bisa mendengar suara tulang yang patah.

"Kau menyentuhnya?" Ia menarik kaos Gregorius dengan kedua tangannya, dan suaranya... suaranya membuat bulu-bulu halus di punggungku berdiri. Gregorius mengerang, tapi Ia tidak membalas satu pun pukulan kakaknya.

"Kau menyentuh apa yang menjadi milikku, Greg." Mr. Shaw memukulnya sekali lagi. Aku hanya bisa berdiri terpaku di tempatku. Eric dan Mr. Moran masuk ke dalam dapur untuk memisahkan mereka. Mr. Moran membawa Greg yang terluka keluar dari dapur, sedangkan Eric masih berusaha menjauhkan Mr. Shaw darinya. Walaupun Ia masih memunggungiku, tapi aku bisa melihat kemarahannya hanya dari tubuhnya yang menegang.

"Lepaskan aku, Eric." Perintahnya dengan suara dingin, diluar dugaanku Eric menurutinya langsung. Dan saat itulah Nicholas berbalik padaku. Kami saling menatap selama beberapa saat, sebelum tanganku bergerak menutup mulutku untuk menghentikan isakanku yang tertahan.

"Kau... Kau sama sepertinya."

Siguiente capítulo