webnovel

Sebuah Takdir

Tanpa terasa Clarissa sudah menjalani masa magang selama 1 bulan. Selama itu pula Andrew membimbing Clarissa dengan sabar. Berkat kecerdasan dan kecekatannya, tak ada kesulitan yang berarti. Hubungan Clarissa dan Andrew juga semakin dekat. Clarissa juga terlihat nyaman dengan keakraban mereka. Mereka berdua juga sering mengobrol di saat ada waktu luang.

"Clarissa ... Apa kamu punya kekasih?" tanya Andrew sambil tersenyum menggodanya.

"Ada ... " jawabnya singkat.

"Tidak ada rencana untuk menikah dengannya?" tanya Andrew lagi.

"Sebenarnya ... ahhh sudahlah." Clarissa terlihat ragu ingin bercerita.

Andrew yakin, pasti Clarissa malu dengan hubungan gelapnya. Andrew tak kehilangan akal untuk memeriksa isi hati Clarissa.

"Ceritakan saja .... Bukankah sekarang kita seperti sahabat?" Andrew sedikit memaksanya untuk bercerita.

"Tapi jangan membenciku ya," ucap Clarissa pada Andrew. Lelaki itu pun hanya mengangguk.

"Sebenarnya kekasihku sudah beristri," jelasnya.

"Apa ... Jadi wanita secantik dirimu hanya dijadikan simpanan." Andrew pura-pura terkejut.

"Dia sangat mencintai istrinya, walaupun dia merasakan kenyamanan saat bersamaku." Clarissa terlihat sedikit membayangkan sesuatu.

"Apa kamu tak memiliki rencana menikah?" tanya Andrew.

"Aku juga wanita biasa, terkadang aku juga ingin memiliki hubungan yang normal. Menikah dan menjadi istri yang baik adalah impianku. Sekarang aku malah terjebak dengan hubunganku yang tidak jelas." Clarissa terlihat seperti diselimuti kekecewaan.

"Kalau saja ada orang yang mau menikah denganmu, dan menerima kamu apa adanya, apakah kamu mau?" tanya Andrew.

"Ucapanmu tadi terdengar seperti sebuah lamaran bagiku." Clarissa tertawa, menertawakan perkataannya sendiri.

Andrew menatap Clarissa, seperti ada rasa lelah yang mendalam di dalam hatinya. Walaupun dia tertawa dengan senyuman, bagi Andrew itu lebih seperti tangisan hatinya.

"Kenapa malah kamu yang terdiam Mas?" tanya Clarissa memandang wajahku.

"Aku hanya sedang berpikir, apa kamu tak lelah menjalani hubungan seperti itu." Ada rasa sedikit iba di dalam hati Andrew.

"Lelah .... Aku bahkan sangat lelah. Tapi aku tidak tahu, bagaimana aku bisa mengakhiri semuanya itu?" Clarissa terdengar frustasi.

"Aku tidak keberatan menikahimu, tapi setelah kamu selesaikan hubunganmu itu," ucap Andrew.

Andrew merasa Clarissa adalah wanita yang baik. Hanya saja dia terjebak dengan hubungan terlarang.

"Apa kamu bercanda, Mas?" tanyanya.

"Aku sangat serius." Andrew mengatakannya dengan seyakin mungkin.

Clarissa hanya tersenyum mendengar ungkapan Andrew.

Gardenia Apartemen

Clarissa jadi kepikiran dengan ucapan Andrew. Sampai di apartemen juga terngiang di telinganya. Clarissa tiduran di ranjang kamarnya sampai ketiduran. Saat Ferdinand membangunkannya, barulah dia terbangun.

"Om Ferdi .... " Clarissa kegelian dengan jilatan Ferdinand di telinganya.

"Bangunlah ... Ada yang ingin aku katakan," ucap Ferdinand.

"Aku juga ingin mengatakan sesuatu." Clarissa bangun dan duduk di pangkuan Ferdinand.

"Katakanlah," ucap Ferdinand dingin.

"Aku ingin mengakhiri hubungan terlarang ini. Aku merasa berdosa kepada istrimu." jelas Clarissa.

"Baiklah bila itu mau mu. Besok aku juga harus berangkat ke luar negeri. Mungkin beberapa bulan lagi baru bisa kembali. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan bersama istriku," terangnya.

"Sebagai hadiah terakhirku, kamu harus memuaskan ku malam ini," ucap Ferdinand dengan dingin.

Detik berikutnya, Clarissa sudah menanggalkan seluruh pakaiannya. Tubuhnya tetap saja sexy seperti biasa. Clarissa menciumi Ferdinand, membuka kancing kemejanya satu persatu. Lalu melepaskan celananya juga, sekarang dua insan itu sudah sama-sama polos. Clarissa mulai menjelajahi leher Ferdi dengan lidahnya, turun ke dadanya. Ferdinand mulai mendesah lirih, seperti membuat irama untuknya. Lidah Clarissa telah sampai di perutnya, lalu turun dan melumat sesuatu yang membuat Ferdinand semakin terbakar gairah. Ferdi mengerang sangat keras, lalu meremas gundukan di dada Clarissa. Semakin tak kuat menahan gairahnya, Ferdinand menarik Clarissa dan memposisikan tepat dibawanya. Ferdinand menghujam Clarissa tanpa ampun hingga wanita menjerit. Entah itu jeritan kesakitan atau kenikmatan rasanya sulit dibedakan. Akhirnya tubuh Ferdinand menegang, merasakan puncak kenikmatannya lalu jatuh di atas tubuh Clarissa. Malam itu mereka melakukannya berkali-kali sampai pagi, hingga Clarissa lemas tak bertenaga. Setelah pagi hari, Ferdinand baru akan pulang. Dia mengecup bibir Clarissa dan meninggalkan apartemennya.

Kediaman Ferdinand & Sonya

Setelah turun dari apartemen Ferdinand melaju mobil ke arah rumahnya. Penerbangannya jam 10 pagi, masih ada 3 jam lagi. Saat memasuki rumah, sudah terlihat istri dan anaknya duduk di meja makan.

"Baru pulang Mas?" tanya Sonya.

"Iya Sayang. Soalnya harus lembur menyelesaikan semuanya. Sebelum pergi masalah kantor harus sudah selesai." Ferdinand menjawab sambil duduk mengambil sarapannya.

"Memangnya Ayah dan Ibu mau kemana?" tanya Andrew penasaran.

"Bisnis peninggalan Kakekmu di Australia dalam masalah, Pamanmu tidak bisa mengurusnya. Mungkin kami akan sedikit lama berada di sana" jelas Sonya.

Andrew berpikir semua serba kebetulan. Disaat dia berpikir untuk menikahi Clarissa, Ayah dan Ibunya ada urusan di luar negeri. Mungkinkah ini adalah takdirnya.

Setelah sarapan selesai, Andrew langsung ke kantornya. Melihat sekeliling, meja Clarissa masih kosong. "Tumben sekali Clarissa datang lebih siang," batin Andrew. Tak berselang lama Clarissa datang dengan wajah yang pucat.

"Clarissa, kenapa wajahmu terlihat pucat?" tanya Andrew.

"Ini gara-gara ucapan konyol mu," jawab Clarissa.

"Apa maksudmu?" Andrew sama sekali tidak mengerti jawaban Clarissa.

"Semalam aku mengakhiri hubunganku dengan kekasihku. Seperti yang kamu inginkan kepadaku sebelumnya. Semalaman dia malah mengerjai ku tanpa ampun. Seluruh tubuhku remuk redam." jelasnya.

"Kemarilah duduk di sampingku." Andrew menarik Clarissa duduk di sofa dengannya.

"Mungkin jam 9 nanti aku mau ijin ke RS." Clarissa terlihat sedikit kesakitan.

"Aku akan menemanimu," ucap Andrew.

Andrew mulai memandangi wajah cantik dihadapannya. Clarissa menyadari tatapan Andrew kepadanya, dia jadi salah tingkah. Clarissa mencoba berdiri, tubuhnya oleng dan terpeleset. Clarissa jatuh tepat di atas tubuh Andrew. Mereka berdua saling menatap, jantungnya pun seolah berlomba.

"Maaf Mas .... " Clarissa bangun dan berdiri dihadapannya.

"Apa kamu sebegitu menyukaiku, sehingga rela meninggalkan kekasihmu yang kaya raya itu," tanya Andrew dengan tatapan tajam.

"Darimana Mas Andrew tahu kalau kekasihku kaya? Aku saja tak tahu dia kaya atau tidak. Buat aku kenyamanan itu yang paling penting.

Seperti rasa nyaman yang aku rasakan ketika bersamamu," jelasnya.

"Aku hanya mengiranya saja," jawab Andrew berbohong.

Setelah jam 8 pagi Andrew mengantarkan Clarissa ke RS. Setelah menunggu 15 menit nama Clarissa pun dipanggil untuk memasuki ruang pemeriksaan. Andrew berniat menunggu di luar ruangan.

"Wali Ibu Clarissa ... mari silahkan masuk." Seorang perawat menyuruh Andrew masuk. Andrew pun mengikuti tanpa penolakan.

"Selamat datang Ibu Clarissa, keluhan apa yang ibu rasakan," ucap dokter di depannya.

"Daerah sensitif ku sedikit nyeri Dok ... " jawab Clarissa.

Clarissa berbaring di ranjang dan dokter memeriksanya. Andrew merasa kikuk dengan posisinya. Dia terlihat gelisah, menunggu Clarissa di periksa. Selesai diperiksa, Clarissa keluar dan duduk di samping Andrew.

"Untuk Bapak, sementara libur jangan berhubungan badan dulu. Soalnya kondisi daerah sensitif Ibu Clarissa sedikit terluka. Saya sangat menyarankan, besok lagi lebih lembut jika ingin berhubungan badan." Dokter menjelaskan kondisi Clarissa.

"Tapi dia bukan .... " Belum juga menyelesaikan ucapannya Andrew menggenggam tangan Clarissa.

"Baik Dok .... Saya akan lebih lembut kepada istri saya," jawab Andrew dengan senyum khasnya.

Selesai mengambil obat, mereka berdua kembali ke kantor. Andrew menyelesaikan beberapa desain di ruangannya.

"Clarissa .... istirahatlah di ruanganku." Andrew menghampiri Clarissa menyuruhnya ke ruangannya.

Clarissa masuk dan duduk di sofa. Andrew pun juga ikut duduk di sampingnya.

"Bagaimana kamu bertahan selama ini dengan pria yang menyakitimu itu," tanya Andrew sambil mengelus rambut Clarissa.

"Biasanya dia sangat lembut. Mungkin ini karena aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan terlarang kami. Dia menjadi marah dan menyakitiku," jawab Clarissa sedih.

"Apa kamu menyesal telah memutuskannya?" Andrew mulai melihat sisi rapuh seorang Clarissa.

"Aku sama sekali tidak menyesal. Mungkin ini sudah takdir ku telah menuruti ucapanmu." Clarissa mengembangkan senyumnya. Andrew ikut tersenyum, tanpa sadar dia mengecup kening Clarissa.

Mungkinkah itu cinta? Ataukah hanya terbawa suasana? Siapakah yang tahu isi hati manusia?

Happy Reading

Siguiente capítulo