webnovel

Penasaran

"Karena aku akan menjadi suamimu." - William Alexander.

...

"Suami, pendamping hidup, belahan jiwa, pria yang memiliki hatimu, dimataku suami adalah seperti itu." - Roseline Kheruson.

...

Tapi bagaimana jika pria yang menjadi jodohku bukanlah pria pemilik hatiku? Apa aku akan bahagia menjadi istrinya?

Pertanyaan itu muncul dalam benak Rose secara terus menerus dan tidak mau mengalah, tumpang tindih antara gejolak hatinya yang terluka dan pikirannya yang gelisah.

Antara Rayhan dan William, sang pemilik hati dan si pria asing.

Rayhan selalu dengan kecemasannya dan William yang terlalu percaya diri mereka berdua bertolak belakang dan sialnya Rose seperti gadis egois yang tidak dapat menyingkirkan William dari dalam benaknya walaupun mereka baru tiga hari bersama. William mendominasi dirinya dengan mudah, sangat berkesan hingga tidak dapat terabaikan.

Pria yang sulit digambarkan, dia adalah pria yang saat ini tengah terlelap diatas sofa panjang di dalam kamar yang sama dengannya.

William Alexander, siapa kamu sebenarnya?

Rose tidak dapat berpikir dengan jernih, ia bahkan tidak dapat tidur saat ini, bukan karena ia berada di dalam kamar yang sama dengan William tapi karena William membuatnya setengah mati penasaran tentang bagaimana perasaannya sesungguhnya padanya.

Ketika Rose menggunakan ponsel William tadi, ia sengaja mengecek galeri fotonya, hanya ada foto seorang wanita paruh baya berambut pirang dan seorang pria dewasa yang terlihat seumuran dengannya.

Mungkin mereka adalah ibu dan adik William, tapi mereka sama sekali tidak mirip dan satu lagi seorang wanita dengan gaun biru navy yang tidak sempat ia perhatikan wajahnya karena William keburu mengintip jadi Rose dengan panik segera membuka layar online shop dan berpura-pura mencari jam.

Siapa wanita itu? ia berdiri disamping seorang pria tapi Rose tidak sempat melihat wajah pria itu, mungkinkah itu William atau itu adalah adiknya?

Sayangnya Rose hampir mati karena penasaran sekarang. Jika William memiliki seorang kekasih lantas untuk apa ia melamarnya?

"Haruskah aku melihatnya sekali lagi?" Gumam Rose berbicara pada dirinya sendiri.

Rose menyadari jika William meletakan ponselnya diatas meja dekat dengan sofa dan William sepertinya tidur dengan lelap.

Ia tidak ingin digantung oleh rasa penasaran jadi Rose melangkah dengan hati-hati dan duduk diatas sofa tanpa bersuara dan meraih ponsel milik William.

Rose melirik cemas, jantungnya berdegup kencang, nafasnya mulai tidak teratur dan keringat dingin mulai ia rasakan.

"Tenanglah Rose kamu hanya memastikan." Rose kembali berbicara pada dirinya sendiri.

Walaupun ragu, Rose menyalakan ponsel William dan membuka galeri.

"Tidak boleh! Apa yang kamu lakukan Rose!" Ucap Rose yang akhirnya mengurungkan niatnya karena batinnya terasa bergejolak tidak tenang.

Tapi sialnya rasa penasaran itu kembali muncul dan semakin mendesaknya, Rose kembali meraih ponsel William yang sebelumnya ia letakkan diatas meja kembali.

"Tenanglah, kamu hanya memastikan. Jika dia memiliki seorang kekasih maka kamu akan dengan mudah terbebas dari jeratannya. Ya seperti itulah bukan karena penasaran." Ucap Rose dan sekali lagi seperti orang bodoh ia berbicara pada dirinya sendiri dan mulai menahan nafas ketika galeri ponsel William terbuka.

Rose masih menarik keatas layar dengan hati-hati, memperhatikan satu persatu foto dan mencari letak keberadaan foto gadis itu kembali tapi kemudian terdengar suara William meringis.

"Kamu kenapa belum tidur sayang?"

Tubuh Rose membeku, William tiba-tiba saja terbangun dan kini Rose merasakan William meletakan dagunya diatas bahunya.

Dengan jantung yang memompa kencang seperti sedang melihat hantu, Rose melirik melihat William yang kembali terdiam.

"Untunglah dia hanya mengigau." Ucap Rose menghela nafas lega.

Rose kembali fokus pada ponsel William dan membiarkan kepala William tertopang di bahunya.

"Apa yang kamu cari?"

Upsiee... Sepertinya kamu tertangkap basah Rosie...

Rose perlahan menoleh, William sudah tidak menyandarkan kepalanya tapi Rose masih dapat merasakan nafas William menderu hangat menerpa tengkuknya.

"Aku hanya... Aku..." Rose tidak mampu menjawab, lidahnya keluh dan tubuhnya kaku bahkan ia hanya diam mematung ketika William menarik ponselnya dari genggaman tangannya lalu kemudian ia merasakan William semakin mendekat padanya.

Dengan nyali yang sudah menciut, Rose hanya dapat pasrah ketika William sudah menurunkan kakinya menghimpit tubuhnya dan kembali menopang kepalanya di curuk leher jenjang Rose.

"Namanya Jasmine tapi aku lebih suka memanggilnya Jane dan dia juga selalu memperkenalkan dirinya sebagai Jane. Dia adalah ibuku." Ucap William menjelaskan foto seorang gadis berambut pirang dengan gaun biru navy yang membuat Rose setengah mati penasaran.

"Pria disebelahnya adalah ayahku Jackson. Ini foto mereka ketika masih muda dulu." Lanjut William.

"Kamu tahu, aku akan berpikir kamu telah benar-benar jatuh cinta padaku karena memeriksa ponselku secara diam-diam." Bisik William, suaranya serak dan berat dan terdengar sangat menakutkan membuat buku kuduk Rose merinding.

"Maafkan aku..." Rose akhirnya memberanikan diri meminta maaf walau lidahnya terasa keluh, bahkan Rose masih dapat merasakan tubuhnya sedikit gemetaran.

"Aku hanya penasaran, aku mengira kamu sudah memiliki kekasih." Lanjutnya menjelaskan.

"Memangnya mengapa jika aku memiliki kekasih? Kamu memiliki kekasih juga bukan?" Bisik William lagi, Rose semakin membeku ketika ujung bibir William sedikit menyentuh daun telinganya.

"Bukan begitu, maksudku... Maksudku jika kamu sudah memiliki kekasih maka untuk apa kita menikah sebaiknya kita berhenti sebelum terjebak." Jelas Rose dengan terbata-bata.

"Aku memang sudah terjebak dan sebaiknya kamu berhati-hati atau aku tidak akan segan menarikmu dan membawamu terjebak bersamaku." Sahut William, ia bahkan tidak sungkan mengecup singkat leher Rose yang membuat tubuh Rose memanas seketika.

"Will, kendalikan dirimu." Ucap Rose tertahan karena William kembali mengecup leher jenjangnya.

"Kamu tahu, aku sedikit marah padamu. Aku memberikan akses ponselku bukan untuk membiarkanmu seenaknya memeriksa ponselku."

Mata Rose terpejam, ia hanya dapat mencengkram gaunnya agar menahan jeritan rasa takutnya. William sangat menakutkan, dia seperti harimau yang siap menerkam kapanpun juga.

"Bagaimana jika aku menghukummu?" Bisik William lagi.

"Aku tahu aku salah tapi tolong jangan berbuat diluar batasmu." Ancam Rose dengan tegas.

"Batas? Memangnya sampai mana batasan kita?"

Oh Tuhan selamatkan aku, Rose hanya dapat berdoa sekarang. William mengusap rambutnya lalu tangannya bergerak turun dan perlahan memeluknya dari belakang.

"Aku mengantuk sekali, kamu mengganggu tidurku dan memeriksa ponselku. Sangat tidak adil. Cepat nyanyikan lagu Nina Bobo untukku."

Apa? Ada apa dengan suara William? Kemana perginya aura gelap dan menakutkan itu? William malah tiba-tiba bersikap manja padanya, ia bahkan terdengar merengek saat ini.

"Apa kamu yakin?"

"Jadi kamu ingin hukuman seperti apa sayang? Aku tidak dapat berpikir selain hanya ingin mendengarmu bernyanyi untukku." Rengek William.

"Baiklah-baiklah, berbaringlah. Seharusnya kamu tidak perlu menakut-nakuti ku sambil modus seperti itu! Kamu membuatku memikirkan hal kotor!" Oceh Rose kesal yang tanpa sadar malah membuatnya tanpa sadar melontarkan kalimat yang mempermalukan dirinya sendiri.

William hanya dapat tertawa sambil membaringkan tubuhnya.

"Melihatmu sangat tegang membuatku ingin terus menggoda mu!" Ucap William.

"Dasar pria jahat!" Umpat Rose kesal sambil membetulkan selimut William.

Dan tanpa terduga, William kembali beranjak duduk dan membuat bibirnya dengan bibir Rose bersentuhan lembut.

William tahu apa yang dilakukannya adalah hal yang sangat berbahaya tapi ia tidak dapat menahan dirinya untuk tidak mengecup bibir ranum Rose yang seakan memanggilnya.

"Bernyanyi lah yang merdu atau aku akan menciummu lagi." Ucap William setelah menarik dirinya dan kembali berbaring dengan nyaman diatas sofa membiarkan Rose dengan wajah bodohnya yang mematung tidak percaya jika baru tiga hari mereka bersama dan sudah tiga kali juga William mencuri ciumannya.

.....

Siguiente capítulo