webnovel

Impas

"Mau pulang tidak?" Tanya William dengan nada suara yang sama yang kini berada dibalik pintu.

Rose dengan hati-hati turun dari atas tempat tidur dan dengan kaki yang sedikit pincang ia bergerak menghampiri William.

"Apa yang kamu tunggu?" Tanya Rose ketika William masih berada di depan pintu kamar, ia sendiri tidak bernai menatap wajah William saat ini.

Terdengar suara helaan nafas yang berat lalu kemudian Rose merasakan tubuhnya terangkat.

"Kamu menaiki tangga disaat kaki mu masih sakit?" Tanya William seraya bergerak melangkah menuju anak tangga.

"Aku mencarimu, aku takut kamu meninggalkan ku sendiri." Jawab Rose pelan, ia masih merasa malu dan sesuatu dari dalam dirinya mengalirkan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, sesuatu yang membuatnya merasa nyaman dengan sentuhan dan perlakuan William padanya.

"Aku tidak akan meninggalkanmu. Lain kali jika kakimu masih sakit dan kamu mencariku cukup telepon aku saja." Ucap William sambil perlahan menuruni tangga.

"Aku tidak membawa ponselku lagipula aku tidak mengetahui nomor ponsel mu." Jawab Rose.

"Kamu calon istri yang tidak perhatian, harusnya kamu meminta nomor ponselku." Goda William.

"Kamu yang melamarku mengapa harus aku yang meminta nomor ponselmu." Sahut Rose.

"Benar juga ya, kalau begitu aku salah, Maafkan aku."

Pembicaraan macam apa ini? Rose tidak mengerti rasanya sangat lama waktu berjalan saat ini sehingga menuruni tangga saja sampai menghadirkan percakapan tidak masuk akal ini, tidak seharusnya ia berkata seperti itu terlebih ia memiliki Rayhan, percakapannya dengan William seolah mengartikan jika mereka akan benar-benar menikah.

"Kamu tidak mau meminta maaf padaku?" Tanya William tepat ketika langkahnya menapaki anak tangga terakhir.

Rose kembali mengangkat wajahnya dan menatap William bingung.

"Meminta maaf?"

Oh Tuhan, aku memang salah tapi bisakah engkau menghapus ingatan kami tentang insiden memalukan tadi?

"Maafkan aku, aku sungguh tidak bermaksud melecehkanmu." Ucap Rose pelan dan terdengar menyesal.

"Aku hanya bergurau tentang ucapanku tadi tapi aku senang karena kamu mau mengakui kesalahanmu."

William kembali menunjukan wajah itu lagi, pria bijaksana dan menghangatkan hati jika William terus menunjukkan wajahnya seperti itu maka tidak akan menutup kemungkinan jika perasaannya pada Rayhan mungkin akan goyah.

"Dan jika kamu merasa malu maka aku akan berpura-pura jika kamu pernah menyentuh 'aset' ku tadi, toh nanti juga setelah menikah kamu dapat melakukan apapun pada 'aset' ku ini."

Baru juga dipuji tapi William mulai lagi dengan perkataan mesumnya itu. Bisa tidak sih Ia memiliki kekuatan teleportasi saat ini karena ia ingin menghilang dari gendongan William saat ini juga.

"Mesum!" Cicit Rose pelan.

"Kamu juga mesum." Balas William membuat wajah Rose kembali merah padam karena malu.

"Padahal aku tidak sengaja." Sambung Rose lagi kali ini lebih pelan agar William tidak membalas perkataannya walaupun sebenarnya William dapat mendengarnya cukup jelas karena wajah Rose sangat dekat dengan wajahnya kini.

Tanpa terasa William menggendong Rose sampai di depan mobil Rose.

"Turunkan aku, kaki ku hanya terkilir bukannya lumpuh. Aku bisa naik mobil sendiri." Ucap Rose, akhirnya mendapatkan keberanian untuk meminta diturunkan dari gendongan William setelah keluar dari dalam rumah, entah mengapa rumah itu memberikan aura yang membuatnya nyaman berada dalam gendongan William.

William kemudian menurunkan tubuh Rose karena ia sendiri merasa tubuhnya semakin panas semakin lama ia berdekatan dengan Rose saat ini, ia bahkan mengeluarkan keringat, jika Rose melihatnya pasti ia akan menggodanya dengan mengatakan ia lemah.

Tapi meskipun begitu, William tidak memberikan kesempatan untuk Rose membuka pintu mobilnya sendiri karena tangan William lebih cepat membukakan pintu untuk Rose.

"Terima kasih." Ucap Rose pelan, ia kemudian beranjak masuk kedalam mobil namun kakinya sekarang benar-benar terasa nyeri hingga ia sedikit kesulitan untuk masuk tapi William dengan sigap membantunya

"Kamu harus lebih berhati-hati, konsermu mungkin tidak akan berjalan lancar jika kakimu tidak segera pulih." Ucap William menasehati, ia masih berada dibalik pintu mobil yang belum tertutup dan sesaat menatap wajah Rose yang juga tidak dapat mengalihkan pandangannya pada William.

"Aku ingin mencium mu." Sesingkat kalimat yang dikatan William, secepat itulah William bergerak dan mencium bibir Rose tanpa mendengar persetujuan dari Rose terlebih dulu sementara tangannya bergerak memasangkan sabuk pengaman untuk Rose.

Rose menahan nafasnya, ia mengatupkan bibirnya rapat, William selalu menciumnya secara tiba-tiba tanpa terduga dan tanpa izinnya lebih dulu dan ia dengan bodohnya tidak menolak ataupun memberontak.

Esapan-esapan kecil yang dibuat William membuat jantung Rose berdebar tidak karuan bahkan nafasnya terasa tercekat.

Perlahan William menarik bibirnya, ia lalu menatap kedua mata Rose yang bergerak gelisah.

William tidak berniat untuk mencium Rose tapi tiba-tiba saja perasaannya tergerak untuk mencium Rose ketika mata mereka tidak sengaja bertemu tadi, seperti sebuah panggilan, sorot mata Rose yang tidak dapat diartikan olehnya membuatnya ingin merasakan kembali sentuhan lembut bibir Rose yang tadi pagi ia rasakan.

"Anggap saja kita impas malam ini." Ucap William pelan, hembusan nafasnya menerpa wajah Rose dan membuat Rose semakin gugup dan hanya dapat diam mematung.

***

Mereka tiba di kediaman Rose tepat sebelum jam dua belas malam, kondisi rumah sudah gelap dan sepi. Dapat dipastikan jika kedua orangtua Rose telah tertidur, mereka sepertinya telah terbiasa jika Rose pulang larut malam mengingat ia adalah seorang superstar.

"Aku bisa jalan sendiri Will." Ucap Rose ketika William menggendongnya sejak turun dari mobil sampai kini William mulai memijakkan kakinya dianak tangga. Kamar Rose memang berada dilantai tiga rumahnya.

"Aku tidak bisa membiarkanmu menaiki tangga dengan kondisi mu saat ini."

Rose merasa tidak enak hati pada William kini, anak tangganya cukup banyak dan pasti William sudah sangat kelelahan.

"Kita bisa menaiki lift kan."

"Lift? Kamu tidak memberitahukannya tadi, haruskah kita turun lagi sekarang?"

Rose melihat dimana posisi mereka saat ini, mereka sudah sampai di anak tangga menuju lantai dua, sudah setengah jalan maka sama saja jika mereka turun, itu malah membuat William semakin kelelahan.

"Rumahmu sangat besar, kamu adalah anak tunggal, apa kamu tidak merasa kesepian saat kecil?" Tanya William.

"Kesepian? Aku bahkan masih merasakan kesepian sampai saat ini." Jawab Rose pelan, suaranya terdengar lirih, William tahu jika Rose menyimpan kesedihan yang disembunyikan dengan kecerewetannya.

"Aku juga." Sahut William.

Rose kembali mengangkat wajahnya dan menatap William yang menatap lurus kedepan.

Kesepian? Mungkinkah William juga merasa kesepian? Tapi ia memiliki keluarga yang utuh serta seorang adik, itulah yang ia ketahui tentang William.

"Turunkan aku jika kamu lelah."

"Lelah? Kamu meremehkan tubuh kekar ku?"

"Ayolah Will, jangan mulai lagi, ini sudah malam."

"Memangnya mengapa jika sudah malam? Oh aku lupa malam adalah waktu yang pas untuk bercinta karena itulah kamu malas berdebat denganku? Tapi Rosie ku sayang, kita belum resmi menikah jadi bersabarlah."

Rose memutar bola matanya tanda jengah, sepertinya bercinta memiliki tempat istimewa dalam otaknya sehingga William selalu mengaitkan segala sesuatu dengan bercinta. Pasti separuh otak milik William berwarna abu-abu karena selalu memikirkan hal mesum.

"Jangan menatapku, kamu tidak akan sanggup menahan pesonaku. Jangan sampai kamu tidak sadar telah jatuh cinta padaku." Ucap William menoleh, menangkap basah Rose yang menatapnya sejak tadi.

"Aku tidak akan jatuh cinta padamu, dan kamu tidak memesona, wajahmu bukan tipeku." Sahut Rose dengan penuh percaya diri dan ditanggapi dengan sebuah senyuman dari William yang membuat Rose bersyukur karena manusia tidak mampu mendengar suara hati seseorang karena jika tidak maka ia sudah ketahuan karena berkata 'Wow' dalam hati ketika William tersenyum, bahkan dalam kegelapan sekalipun, wajah William tetap bercahaya dan memancarkan pesona tampan yang maskulin, sungguh tipenya idealnya sebelum ia bertemu dengan Rayhan yang memiliki ketampanan yang lembut.

William sudah tiba di depan kamar Rose, ia kemudian membuka pintu dan membawa Rose masuk lalu meletakkan Rose dengan hati-hati diatas tempat tidur.

"Tidurlah, ini sudah sangat malam." Ucap William setelah membenarkan selimut yang menutupi tubuh Rose.

"Aku harus mandi." Ucap Rose, ia tidak terbiasa tidur tanpa mandi terlebih dari pagi sampai siang ia sudah latihan.

"Baiklah, aku akan menggendong mu sampai kamar mandi." Ucap William bergegas.

"Tidak perlu, aku bisa mandi sendiri."

William kemudian tertawa pelan "Memangnya aku boleh menemanimu mandi?" Goda William.

.....

Siguiente capítulo