webnovel

Saksi

Pestanya benar-benar meriah. Makanan terbaik yang bisa di dapatkan, disajikan dengan tampilan yang apik dan menggugah selera. Minuman mulai dari yang paling manis sampai ke yang pahit juga ada. Wine dan sampanye terbaik juga ada. Hiburan juga ditampilkan. Band terkenal didatangkan untuk menyanyikan secara live. Tidak hanya band terkenal, tapi juga penyanyi lainnya dihadirkan.

Para tamu undangan tidak tampil biasa. Mereka mengenakan pakaian terbaik mereka dan pastinya juga mahal. Kebanyakan sih mereka satu level sama sang empunya acara. Yang gembel disini cuma aku. Kebetulan banget aku pakai setelan jas yang bagus karena hadiah dari Mr. Ilham. Kalau nggak gitu, aku cuma akan pakai setelan jas yang biasa aja.

Bertempat di ballroom hotel, dekorasinya sangat biasa untuk ukuran orang kaya, tapi kesan mewah tetap ada. Yang menarik adalah pemandangannya. Para tamu bisa melihat kota Frankfurt dari ketinggian lantai 17 karena dindingnya dari kaca. Nggak 360 derajat, tapi sebagian besar dindingnya dari kaca. Apalagi sekarang sedang senja berganti malam. Matahari tenggelam menjadi pemandangan yang sangat indah disini.

Pesta orang kaya memang beda.

Setelah menikmati matahari terbenam, acara belum selesai. Masih ada beberapa acara lagi sebelum penutup, seperti makan malam dan acara lainnya yang sudah disusun. Sekarang waktunya untuk berisitrahat.

Mumpung Bos masih menikmati kesendiriannya, aku memutuskan untuk ke toilet sebentar. Mungkin membasuh muka bisa menyegarkan wajahku. Walaupun hanya menghadiri pesta, nyatanya itu juga butuh tenaga.

Keluar dari kamar mandi, aku menuju ke tangga darurat untuk menikmati rokok. Aku tahu nggak boleh merokok di dalam ruangan, tapi nggak masalah kok kalau di tangga darurat. Selama nggak ketahuan. Tinggal satu belokan sebelum aku sampai pintu darurat, tapi ada suara yang menghentikan langkahku.

"Happy birthday." hanya 2 kata itu, tapi bisa membuatku menghentikan langkah.

Itu suara Bos. Jelas itu suara dia. Walau jarang bersuara, aku bisa tahu kalau itu suaranya. Dan karena jarang bersuara, aku jadi mengingat dengan jelas bagaimana suara Bos.

"Thank you." suara lain menyahut, yang aku kenali sebagai suara Miss Kaluna. Siapa lagi disini yang ulangtahun selain Miss Kaluna?

Aku penasaran, dan tanpa sadar aku melangkah sepelan mungkin agar nggak menimbulkan suara. Duh, malah jadi kayak maling kan aku kalau gini. Tapi aku penasaran banget sama apa yang bakal terjadi selanjutnya. Apalagi keduanya memang nggak pernah mau melewatkan waktu hanya berdua saja.

Sudah menajamkan pendengaran, nyatanya nggak ada yang bersuara. Kan nyebelin banget.

"Why earrings?" suara Miss Kaluna terdengar.

Sama, aku juga penasaran kenapa Bos selalu memberikan hadiah anting kepada Miss Kaluna. Tapi, bukan Bos namanya kalau menjawab pertanyaan itu. Dia cuma diam saja menatap Miss Kaluna.

Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat mereka sedang berdiri berhadapan. Tenang, kalau dari arah mereka, aku kemungkinan besar nggak terhlihat karena tertutup hydrant.

Tangan Bos mendarat di sisi wajah Miss Kaluna dan terlihat serius. Ya memang setiap harinya wajah Bos tuh datar dan serius, tapi serius kali ini tuh beda sama wajah serius Bos yang biasanya. Apa ya? Serius tapi juga lembut. Penuh kasih gitu.

Perlahan Bos memajukan wajahnya dan mencium Miss Kaluna tepat di bibirnya. Aku kaget. Bukan karena pertama kali melihat orang lain berciuman di bibir. Aku kaget aja karena Bos ternyata bisa melakukan hal itu. Selama ini tuh susah banget lho dapet momen Bos lagi jalan atau ciuman sama perempuan. Karena memang Bos itu tertutup banget. Waktu sama Kara itu jalan ya cuma jalan aja, nggak kayak orang pacaran mereka.

Mungkin memang tahap percintaan sudah naik level. Sudah bukan jamannya pacaran yang main-main cuma untuk pasang status. Sekarang sudah jamannya ajakin pacaran serius trus dihalalin.

Balik ke Bos. Setelah ciuman yang begitu intim, Bos mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Itu cincin. Dan aku nggak tahu kapan dan dimana Bos beli itu cincin. Karena memang Bos nggak pernah melibatkanku untuk urusan pribadinya.

"You are mine. Only mine." ketika berucap, Bos memasangkan cincin itu ke jari manis Miss Kaluna.

Kalau itu adalah sebuah lamaran, aku akan bilang kalau itu adalah lamaran paling nggak romantis sedunia. Mana ada orang meminta menjadi miliknya kayak gitu. Eh nggak meminta juga sih. Bos cuma menegaskan kalau Miss Kaluna adalah miliknya. Nggak meminta ijin ataupun menawarkan. Hanya mengatakan dan menegaskan.

Apa sih yang ada di pikiran seorang Angga Narendra sampai nggak sebiasa orang-orang? Emang Bos nggak punya data internet buat mencari contoh lamaran yang romantis gitu?

***

Setelah acara ulangtahun itu, nggak terjadi apa-apa diantara Bos dan Miss Kaluna. Mereka kayaknya juga nggak berkirim pesan atau melakukan sesuatu hal bersama. Bos tetep sibuk bekerja dan langsung balik ke Singapura sehari setelahnya. Buset banget nggak sih ni orang?

Aku hampir berpikir kalau apa yang dilakukan Bos itu cuma karena emosi sesaat. Bukan karena cinta. Hampir ya.

Nyatanya, mereka kembali bersama. Cuma jalan bersama, tapi bisa diartikan lain kalau orang itu adalah Angga Narendra. Orang yang nggak pernah dekat sama perempuan kecuali keluarganya.

Bulan Maret, ketika musim semi sudah mulai berlangsung. Bos tiba-tiba memintaku untuk menguruskan visa ke Jerman. Rencananya dia akan liburan ke Jerman selama seminggu disana. Dan sialnya aku harus ikut. Padahal kalau nggak ikut, aku bisa pulang ke Indonesia dan menikmati kebersamaan dengan keluargaku.

Kami berangkat tanggal 10 Maret. Tepat sehari sebelum ulangtahun anak keduaku. Hey, aku sudah menikah dan memiliki dua orang anak perempuan yang cantik dan menggemaskan. Nanti aku ceritakan bagaimana aku menikah dan dengan siapa aku menikah.

Kedatangan kami tidak diketahui anggota keluarga yang lain. Maksudnya para Kakak. Karena hanya Bos seorang yang tinggal di kawasan Asia, sedangkan ketiga kakaknya tinggal di kawasan Eropa.

Menempati apartemen yang biasa digunakan oleh Bos untuk tinggal, kami segera beristirahat. Aku pikir sih Bos juga akan beristirahat, mengingat penerbangan kali ini lebih lama dari biasanya. Nggak, Bos langsung pergi gitu aja setelah menyimpan barang bawaannya.

[I'll be home tomorrow. Take time to rest.]

Awalnya aku kurang paham ya. Maksudnya, Bos tuh nggak punya temen kecuali 2 cunguk teman kuliah yang sekarang masih lengket itu, Jona dan Galih. Aku belum pernah melihat atau mendengar Bos memiliki teman lainnya. Kecuali...

Tebakanku benar. Bos datang ke restoran tempat kami makan siang keesokannya menggunakan mobil yang berbeda dengan mobil yang kemarin dikendarai. Mobil itu umum digunakan oleh banyak orang, tapi sayangnya aku hapal plat mobil itu. Menjelaskan siapa pemilik mobil. Kaluna Springfield tentunya.

Tapi Miss Kaluna nggak ikut sama Bos. Kemungkinan besar Bos mengantar Miss Kaluna ke kantor dulu, baru datang ke restoran. Itu sih satu-satunya penjelasan yang paling masuk akal yang bisa aku pikirkan.

Bos diam saja ketika mendapati tatapan curigaku. Aku tahu ini cara dia untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut. Sayangnya, kekepoanku nggak sebesar itu. Aku memang ingin mendengar penjelasan Bos tentang mobil Miss Kaluna yang dikendarainya itu, tapi juga rasanya nggak penting penjelasannya. Ya sama-sama tahu aja kalau Bos sekarang udah bukan anak berusia 17 tahun lagi. Sekarang udah 14 tahun berlalu kok, yang artinya Bos udah masuk kategori laki-laki dewasa yang berusia 31 tahun.

"Want to buy souvenirs?" tumbenan Bos bertanya.

"No. Hanya ingin beristirahat dan menikmati liburan." jawabku. Itu juga termasuk sindiran ya.

"Oke. Enjoy your time." aku melongo melihat Bos mempersilahkanku menikmati liburan

Lah terus fungsinya aku ada disini tuh apa? Masa iya aku cuma kebagian nemenin doang?

Agak gondok sih sebenernya, tapi ya mau gimana lagi. Mau balik ke Singapura sekarang juga sayang tiketnya kan. Jadi aku cuma menghabiskan waktu dengan berbelanja oleh-oleh dan juga menikmati keramaian yang ada.

Sialnya, kemanapun aku pergi, mataku tetap bisa menangkap sosok yang sangat familiar itu. Siapa lagi kalau bukan Nur Angga Tedjo Narendra dan Miss Kaluna Springfield.

Dia sedang berjalan-jalan dengan Miss Kaluna di pagi yang hangat ini. Keduanya mengenakan jaket yang membungkus tubuh mereka. Aku tahu, itu bukan karena keduanya kedinginan. Itu lebih untuk menutup wajah mereka agar tidak dikenali oleh orang-orang ataupun tertangkap cctv.

Memang kenapa kalau mereka kepergok jalan bareng? Itu kan bukan aib. Apalagi keluarga keduanya juga nggak masalah mereka jalan bareng. Sudah didukung dari sejak mereka belum memiliki perasaan malah.

Untuk beberapa saat aku mengikuti kemana mereka berjalan. Ternyata keduanya menikmati matahari pagi sembari mengunjungi beberapa toko souvenir. Tapi ya, meski mereka berjalan bersama, nggak terlihat kalau keduanya itu sepasang kekasih. Bos kayak seorang bos yang lagi jalan sama asistennya. Nggak takut apa pacarnya nanti disamber sama orang? Miss Kaluna kayaknya juga ngikut terus di belakang Bos.

Aku nggak mengikuti mereka seharian, karena aku merasa aku sudah mengganggu privasi mereka meski keduanya nggak sadar aku ikuti. Ya cuma sadar diri aja sih kalau apa yang aku lakukan itu bukan hal yang sopan. Jadi aku kembali melanjutkan aktifitasku berbelanja oleh-oleh.

Dari 7 hari yang kami lewatkan di Frankfurt, hanya 3 hari Bos tinggal bersamaku di apartemen. Sisanya? Jelas tinggal bareng sama Miss Kaluna. Dan, Bos nggak membahas sedikitpun Miss Kaluna atau liburannya selama di Frankfurt kali ini. Oke, keep silent. Aku hanya saksi hidup bagi mereka.

Siguiente capítulo