Setelah rapat selesai Noah tetap diam diruang rapat sementara yang lainnya telah keluar, kecuali Soi-fon yang tetap duduk di kursinya dengan wajah khawatir.
"Soi-fon kau tidak keluar?" kata Noah sambil menyandarkan punggungnya.
"Em... Tuanku kau tidak apa apa?" Kata Soi-fon dengan wajah khawatir.
"Aku? Tidak ... aku tidak apa apa" Kata Noah dengan senyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.
Soif-fon tentu saja tidak percaya ini setelah mendengar teriakan amarahnya sebelum Noah datang kesini.
"Baiklah Tuan ... aku harap aku bisa berguna untukmu, jadi tolong bicara jika anda membutuhkan sesuatu dariku" Meskipun Soi-fon tahu Noah berbohong, dia tidak punya hak untuk mendesak lebih lanjut tuannya dengan pertanyaan ini, jadi dia hanya bisa menerima jawaban ini dengan sedih. Lagipula, Noah biasanya tidak akan berbohong tapi sepertinya ini kasus lain.
Setelah mengatakan ini Soi-fon berdiri dan akan pergi keluar ruangan.
"Tunggu Soi-fon" Tapi pada saat itu Noah menghentikan langkah Soi-fon.
"Ya? Ada apa Tuan?" Soi-fon berbalik dan bertanya.
"Tidak ... bukan apa apa, kau bisa pergi" Noah memandang wajah Soi-fon sebentar sebelum menggelengkan kepalanya.
Tapi Soi-fon tetap diam dan berjalan kearah Noah.
"Itu benar benar bukan apa apa? Hari ini anda sepertinya telah banyak berbohong Tuan" Setelah mengatakan ini Soi-fon segera menyesalinya. 'Sialan apa yang kupikirkan mengatakan ini?!' pikirnya.
"Eh?"
"Maaf Tuan, aku tidak bermaksud begitu" Kat Soi-fon dengan buru buru menundukan badannya.
"Tidak, itu tidak apa apa, tapi kau benar, aku telah terlalu banyak berbohong hari ini" Kata Noah dengan senyum pahit.
Soi-fon terus menundukan kepalanya bingung bagaimana harus merespon Tuannya.
"Bagaimana kalau menemaniku berkeliling sebentar?" Kata Noah.
"Tentu, aku akan dengan senang hati menemanimu Tuan" Kata Soi-fon dengan sedikit memerah.
Noah menepuk kepala Soi-fon dengan lembut dan pergi keluar bersamanya.
.
.
.
Noah dan Soi-fon berjalan berdampingan di sekitar distrik 2 dengan tenang, selama perjalanan Soi-fon terus diam sambil menundukan kepalanya melihat kebawah dan tidak mengatakan apa apa, Noah bertanya tanya apakah ada sesuatu yang salah dengannya.
"Hei" Noah menepuk punggung Soi-fon pelan yang membuat tubuhnya sedikit gemetar.
"Ada apa tuan?" Soi-fon dengan malu mengangkat kepalanya.
"Apakah kau mempunyai masalah? Kau terus diam selama perjalanan ini"
"Ahh tidak, aku hanya ... um aku hanya tidak tahu harus mengatakan apa (?)" Kata Soi-fon dengan malu, dia tentu saja mempunyai banyak hal untuk dikatakan pada tuannya, tapi Soi-fon terlalu malu untuk mengatakannya.
"Hmmm ... bagaimana kalau kau memanggilku Noah saja, jangan panggil aku tuan, setidaknya saat kita berdua kita akan menjadi teman hehe ... Teman saling memanggil nama mereka bukan?" Noah pikir Soi-fon canggung karena statusnya jadi dia mengatakan ini agar mereka dapat dengan mudah berkomunikasi.
"Tidak mungkin!" Kata Soi-fon tanpa berpikir.
"Hmm? Kau tidak suka memanggil namaku?" kata Noah sambil memasang wajah sedih.
"Tidak tidak bukan itu ... maksudku kau adalah tuanku, aku tidak bisa bersikap tidak hormat pada tuanku" Soi-Fon berkata sambil menggerakan tangannya dengan panik.
"Nah itu tidak masalah, aku tidak peduli soal itu" Kata Noah dengan santai.
"Tapi ... aku masih tidak bisa mengatakannya, aku tidak bisa tidak menghormatimu" Kata Soi-Fon keras kepala.
"Kalau begitu aku akan memerintahkanmu sebagai tuanmu untuk memanggil namaku selama kita berdua, apakah itu akan berhasil" Kata Noah dengan seringai licik.
"Aau, Tuan kau menggodaku" Kata Soi-fon dengan wajah memerah.
"Hehehe, jadi tolong sebut namaku, aku ingin mendengarnya" Kata Noah dengan sedikit tawa, Soi-Fon yang ada didepannya sangat imut saat ini.
"No .. Noah ..." Kata Soi-fon dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar.
"Hmm? Aku tidak mendengarnya" Kata Noah dengan nada main main, tentu saja Noah mendengarnya, dia hanya senang menggodanya.
"Noah ... Noah ..." Soi-Fon berkata dengan suara yang pela tapi lebih keras dari sebelumnya.
"Hmm ... ini masih kurang, tapi baiklah itu juga bagus hehe, sekarang kita teman" Kata Noah sambil menepuk kepala Soi-fon.
"um" katanya dengan malu. Teman? Soi-fon berharap akan menjadi lebih dari itu, tapi dia tahu ini tidak bisa, 'tapi seorang teman juga tidak buruk hehe' pikirnya.
Mereka terus berjalan hingga akhirnya tiba di sebuah bangunan kecil yang berada di pantai dekat dengan distrik 2.
Bangunan ini terbuat dari kayu Noah dengan bentuk yang abstrak seperti batang pohon yang saling terlilit tidak seperti bangunan Kayu Noah lainnya.
"Bangunan ini aku sebut 'Room of Thought', ini adalah tempat dimana aku akan memikirkan setiap perbuatan yang akan dan sudah kulakukan" Kata Noah dengan lelah.
"Jadi kenapa kita kesini ... Noah?" Kata Soi-fon dengan suara mengecil saat menyebutkan Noah.
"Karena aku akan berpikir, dan aku sedang tidak ingin berpikir sendirian, jadi aku ingin meminta bantuanmu untuk membantuku menjawab apa yang ada dipikiranku, teman saling membantu kan? Apakah kau mau membantuku?" Kata Noah sambil melirik Soi-fon disebelahnya.
"Itu tentu saja, aku akan bisa membantumu dengan senang hati hehe" Soi-fon dengan cepat menjawab.
"Kalau begitu, mari kita masuk ke bangunan ini" Noah menarik lengan Soi-Fon kedalam ruangan.
.
.
.
Sementara itu dalam Istana El Cielo.
Ini sudah sore, dan sudah beberapa jam saat Noah meninggalkan ruangan.
Lisa berjalan mondar mandir dengan khawatir sementara Alaya duduk di dekat Hancock yang masih tertidur.
"Kakak ... aku tidak tahan lagi, kurasa kita harus cepat cepat minta maaf pada Noah" Kata Lisa dengan Gelisah.
"Lisa, jangan lakukan itu! kita tidak salah!" Kata alaya dengan sedikit teriakan.
"Kita salah! Itu sepenuhnya salah! Kakak kita seharusnya memikirkan perasaan Noah saat melakukan ini, mungkin kita pikir ini baik untuk suami kita tapi belum tentu suami berpikir begitu, Karena itu juga keadaannya menjadi seperti ini!" Kata Lisa yang juga meninggikan suaranya.
"Lakukan sesukamu" Alaya sedikit terdiam saat mendengar ini dan berkata.
"Tidak, kita harus melakukan ini bersama sama, itu tidak akan berguna jika kita tidak menyelesaikan masalah ini bersama sama" Kata Lisa dengan tegas.
Melihat Lisa yang seperti ini dia hanya bisa menggangguk, "Alaya, kau adalah yang seharausnya menjadi paling dewasa, tapi kenapa malah berperilaku kekanak kanakan seperti ini" Pikir Alaya mengejek dirinya sendiri.
Alaya memegang pipinya yang ditampar Noah dengan mata sayu dan mengehela nafas pelan sambil berdiri dari duduknya.
"Kita biarkan Hancock di sini dulu sementara kita mencari Noah" Kata Alaya.
Kemudian mereka berdua keluar dari kamar dan mencoba mencari Noah.
.
.
.
Room of Thought.
Ini hanya ruang sederhana dengan 1 meja dan 2 kursi, sebelumnya hanya ada 1 kursi disini, tapi karena ada Soi-fon Noah membuatkan 1 untuknya.
Noah dan Soi-fon duduk berhadapan dengan dipisahkan oleh meja, ada 1 gelas kopi di masing masing sisi Noah dan Soi-fon.
Selain itu ada sebuah suara yang mencul dari tembok mengelilingi mereka berdua, suara ini adalah musik.
Suara itu seperti mengucapkan sesuatu tapi tidak familiar untuk Soi-Fon, itu seperti kata "aku ... celengan ... rindu" atau terkadang "dancing ... you ... beetwen ... arms ... ".
Bagaimanapun, itu masih bagus dan enak didengar jadi Soi-fon tidak mempermasalahkannya.
"Jadi pertanyaan pertama adalah apa yang ada dipikiranmu?" Kata Noah sambil memegang gelas yang berisi Kopi.
"Eh?" Soi-fon kebingungan. "Bukankah ini seharusnya pertanyaan tentang Noah atau masalahnya? Kenapa dia memikirkan pikiranku?" pikir Soi-fon dengan gugup.
"Ya itu benar, itu ada dipikiranku, karena aku terus memikirkan ini dari beberapa hari yang lalu, sepertinya kau selalu sedih, jadi aku penasaran apa yang terjadi padamu? Siapa yang membuatmu sedih? Sebutkan saja dan aku akan membuat wajahnya tidak dikenali" Kata Noah dengan santai sambil menyeruput kopinya.
"Um ... kau yakin?" Kata Soi-fon melihat Noah dengan aneh, Soi fon ragu ragu "apa apaan ini, bukankah Tuannya hanya akan memukuli dirinya sendiri jika aku memberitahunya?" pikirnya.
"Ya, bicaralah ... aku akan mendengarkan" Kata Noah dengan sedikit senyuman.
"Itu kamu ..."
"Baiklah aku akan menghajar orang yang bernama kamu ini .... tunggu ... itu aku?"
"..." Soi-fon.
"..." Noah.
"..."
Kesunyian sepi memenuhi ruangan.
Noah meletakan gelas ditangannya dan ...
BANG!
"Tuan apa yang kau lakukan?!" Soifon berteriak melihat Noah mulai memukul dirinya sendiri.
"Menepati janjiku?" Kata Noah dengan senyum sebelum tangan kirinya melakukan pukulan kedua.
BANG!
"Tidak kau tidak bisa melakukan itu! kau tidak usah menepati janjimu! Itu janji bodoh! Sudahlah jangan lakukan itu" Soi-fon kebingunan melihat Noah yang terus memukuli dirinya sendiri dan tidak menghiraukan Soi-fon.
BANG!
Pukulan terakhir Noah mendarat di muka Noah dan menerbangkan dirinya sendiri hingga jatuh kelantai.
BANG!
Lantai kayu itu retak dan Noah berbaring diatasnya.
Noah melihat kelangit langit dan berkata "Apakah kau masih mengenaliku?"
"Tentu saja, kau adalah tuanku!" Soi-fon menjawab tanpa sadar.
Sialnya pada saat itu Noah mengangkat tangannya bersiap memukul wajahnya lagi.
"Apa yang kau lakukan?! Hentikan ini!" Soi-Fon tidak tahan lagi dan langsung muncul di depan Noah untuk menghentikannya.
"Tapi wajahku masih dikenali oleh mu" Kata Noah dengan polosnya.
"Bahkan jika kau menghancurkan seluruh wajahmu aku masih akan mengenalinya, seberapa hancurnya itu, jadi tolong hentikan" Soi-fon mulai menangis dan terus berteriak padanya.
"..."
"Baiklah ... jadi apakah aku harus menghilangkan seluruh keberadaanku agar kau tidak mengenaliku?" Noah berbicara dengan datar.
"..."
Plak!
"KAU GILA?!" Soi-fon marah dan menampar Noah dengan keras. Soi-fon adalah bawahan pertamanya yang berani memarahi dan menamparnya. Apakah ini hal baik?
"Aduh duh duh ... aku bercanda aku bercanda, tentu saja aku tidak akan melakukan hal sebodoh itu ... aku bercanda tolong hentikan ini aduh duh" Soi-fon seperti tidak mendengarkan Noah dan terus menampar pipi kiri dan kanannya dengan keras.
Butuh beberapa menit hingga gerakan tangan Soi-fon berhenti dan beberapa menit lagi sebelum erangan kesakitan Noah berhenti.
Wajah Noah tidak bengkak seperti yang diharapkan, tapi ada banyak luka lecet dan pipinya sangat merah.
Setelah beberapa saat mereka menyadarinya ada hal yang aneh.
Soi-fon sedang duduk di atas badan Noah dan kedua tangannya bertumpu di dadanya, itu bisa digambarkan sebagai posisi Cowgirl ... Soi-fon menyadari posisi mereka langsung merah padam dan seolah asap telah keluar dari ujung kepalanya membuat dia terlihat sangat imut.
"Kamu sangat imut ... Soi-fon ..." Kata Noah sambil memegang pipinya seolah itu hal yang alami.
Mendengar ini wajahnya makin merah seolah itu akan meledak. Tapi serangan Noah masih belum selesai. Pada saat ini Soi-fon merasakan sesuatu yang keras menusuk pantatnya hingga membuat dia sedikit mengerang, sepertinya hatinya juga telah mencapai batas untuk menerima serangan serangan kenyataan ini membuat dia pingsan dengan wajah yang sangat merah dan jatuh di dada Noah.
Pada saat ini ...
"APA YANG KALIAN LAKUKAN?!" Teriakan datang dari luar ruangan.
.
.
.
lagi nyoba banyakin interaksi antar karakternya ... gimana menurut kalian?