webnovel

Jatuhnya Sang Pemusnah, Bagian #6

Sambil berjalan menyusuri lorong untuk menuju bagian bawah Agrrav, Riev memusatkan Khy guna memulihkan jaringan ototnya yang rusak, akibat teknik mematikan yang dipelajarinya dari Zaina. Selain itu, juga untuk memulihkan organ tubuh yang cidera di bagian dada akibat terkena tendangan Teir.

Tapi belum sempat tubuh Riev pulih, beberapa pasukan Abaddon muncul dari dalam elevator di ujung lorong. Terhitung ada belasan pasukan bersenjata laser, siap untuk menyerang Riev.

"Kiev, bisa kau urus?" tanya Riev melalui gelombang pikirannya.

"Oke~" jawab Kiev dengan santai sambil menyiapkan senapan plasma miliknya dari dalam Hecantor, kemudian keluar untuk mengambil posisi di bagian depan. Ia menghitung jumlah pasukan itu melalui 'Radar' pikirannya.

Kiev membidik para pasukan yang berlari ke arah Riev. "1... 2... 3... 16. Hei, Riev. Pertanyaan mendadak. Berapa tembakan yang aku perlukan untuk menghabisi mereka?"

"16 kalau kau menembak mereka satu per satu, 8 kalau kau menembak 2 sekaligus, 4 kalau kau menembak 3 sekaligus. Anak kecil juga tahu!"

"Dan jawabannya adalah...." Lalu sang penembak jitu itu memutar bagian atas tubuhnya sambil mengarahkan moncong senapan ke belakang. Ia mengambil ancang-ancang untuk melakukan gerakan selanjutnya.

Kemudian Kiev melompat sambil berputar secara diagonal dengan sangat cepat sambil menyalurkan Khy ke senapan, membuat sebuah peluru plasma berbalut Khy yang ia atur agar lebih fleksibel. Di tengah putaran, Kiev menembakkan peluru tersebut.

Peluru yang keluar dari senapan miliknya tidak bergerak lurus seperti yang seharusnya. Peluru plasma berbalut Khy itu bergerak melengkung ke bawah lalu berputar spiral, menembus lapisan dinding tebal Agrrav.

Tidak hanya pergerakannya yang berbeda, kecepatan laju peluru itu juga lebih cepat beberapa kali lipat dari biasanya.

Hanya dengan 1 tembakan, ke-16 pasukan Abaddon itu tewas tertembak peluru yang menembus tubuh tanpa sempat mereka menyadarinya.

"1 Tembakan~ Hahaha. Belajar berhitung lagi, sana!" ledek Kiev dengan puasnya.

"Cih! Dasar tukang pamer!" gerutu Riev. Tapi sebenarnya ia merasa senang juga, kembarannya bisa berkembang sejauh itu.

"Setidaknya aku tidak kena tendang!"

"Puas sekali kau meledek, ya? Dendam apa kau padaku, duhai kembaranku?" Riev menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Hahaha. Sudah, cepat sedikit!"

"Iya-iya, 'tuan yang tidak kena tendang yang cuma bisa nembak sekali doang'."

Mendengar 'julukan' dari Riev itu, Kiev malah tertawa lepas yang langsung diikuti oleh gelak tawa dari Riev juga.

Sebenarnya, baik Riev ataupun Kiev merasa tegang saat itu. Mereka sengaja saling melempar candaan untuk menghilangkan ketegangan tersebut. Karena siasat terakhir yang akan segera mereka jalankan, bisa dibilang menjadi penentu kemenangan atau kekalahan juga penentu hidup dan mati. Makanya, kedua pemuda itu harus bisa mengatasi ketegangan mereka agar rencana yang Ain rancang bisa berjalan dengan mulus.

Untuk sementara waktu, Kiev tidak masuk ke dalam Hecantor dulu. Ia ingin memastikan kembarannya bisa sampai dengan selamat ke tempat tujuan.

"Oke, elevator itu akan membawamu sampai ke bagian terbawah Agrrav. Cepatlah!" ucap Kiev memberi instruksi pada Riev yang sudah berada di dalam elevator.

[•X-Code•]

Pertarungan di dalam ruangan luas tempat Grief memberi komando pada para pasukan Abaddon itu belum juga usai.

Ain dan Grief bergerak tanpa jeda sedikitpun. Keduanya terus menyerang dan bertahan secara bergantian. Di setiap serangan mereka yang dilapisi Khy, terbentuk sayatan angin tajam yang dihasilkan dari tebasan senjata plasma mereka.

Keduanya bisa mengantisipasi serangan dengan daya penghancur dan tingkat akurasi yang tinggi itu. Hingga detik ini, belum ada dari kedua petarung itu yang terluka. Mereka imbang dari segala sisi. Kecepatan, kekuatan serangan, reflek, juga daya tahan tubuh.

Selain dari teknik penguasaan Khy, Ain juga memiliki sesuatu yang membuat mereka setara. Ain melatih fisiknya sedari kecil, tanpa beristirahat satu haripun. Makanya, ia bisa mengalami peningkatan pesat ketika sudah mulai menguasai Khy, walau baru sebentar ia menguasainya. Tapi itu hanya beberapa penyebab. Ada alasan-alasan lain mengapa Ain bisa seimbang dengan Grief.

Dari keduanya terpancar raut wajah yang menyiratkan semangat tinggi. Mereka merasa begitu antusias dengan pertarungan tersebut.

Setelah lama mereka saling menyerang satu sama lain, keduanya melompat mundur menjaga jarak untuk beristirahat sejenak.

Grief dan Ain paham, kalau terlalu dipaksakan, tubuh mereka bisa kehabisan stamina. Hal itu tentu saja akan membawa mereka pada kekalahan.

"Ain, untuk apa kau bersikeras? Ketahuilah, usahamu sia-sia. Agrrav tetap akan menembakkan senjata pemusnahnya secara otomatis walau aku mati," ujar Grief yang berusaha membuyarkan konsentrasi Ain.

Namun Ain tidak bergeming mendengarnya. Ia terlihat seperti sudah mengetahui hal itu.

Walau Agrrav terlihat sedang diam, namun sebetulnya kapal induk pasukan Abaddon itu tengah mengumpulkan energi dalam jumlah besar untuk menembakkan lagi senjata pemusnah, yang kali ini diarahkan langsung ke Left Head.

"Aku tidak tahu usahaku ini akan sia-sia atau tidak sebelum aku mencobanya," jawab Ain dengan tenang.

Grief tersenyum lebar mendengar jawaban itu. Semakin bertambah rasa kagumnya pada Ain yang sangat gigih dalam menghentikannya.

"Kau memang hebat, Ain. Tapi maaf, aku harus segera mengalahkanmu."

Grief menarik napas panjang, lalu mengaturnya dengan ritme tarikan napas tertentu. Ia memusatkan seluruh Khy miliknya untuk berputar berlawanan arah jarum jam.

Kemudian lantai ruangan itu bergetar hebat. Aura Grief terlihat lebih pekat dengan percikan api di permukaannya. Saking kuatnya akselerasi aura Grief, hidrogen udara di sekitar tubuhnya ikut terbakar. Itulah yang membuat percikan api muncul dan terlihat dengan jelas, bahkan bagi orang awam sekalipun.

Kalau Ain masih dalam kondisi yang sama seperti dulu, sudah pasti ia akan terkapar tak berdaya. Dulu, ketika Grief mengeluarkan sedikit auranya saja, Ain sudah tidak bisa menggerakan tubuhnya.

Tapi kali ini Ain masih bisa berdiri dengan tenang menghadapi akselerasi energi Grief. Walau sebenarnya, bulu kuduknya berdiri disertai jantung yang berdegup kencang. Tapi Ain percaya pada kemampuannya sendiri, makanya ia masih bisa bertahan.

Tadinya Ain tidak ingin mengerahkan Khy secara maksimal. Tapi nyawanya tengah terancam. Kalau Ain tidak mengerahkan semua kemampuan yang ia punya, ia bisa tewas terbunuh. Ain bisa memahaminya setelah melihat aura Grief yang begitu dahsyat.

Sama seperti Grief, Ain juga mengatur napasnya untuk memusatkan Khy miliknya. Ia juga memutar pergerakan Khy di dalam tubuh untuk meningkatkan akselerasinya dengan pesat.

Lantai di sekeliling keduanya semakin bergetar hebat begitu Ain mengeluarkan kekuatan maksimal Khy miliknya.

Sangat tidak terduga, Grief terkejut melihatnya. Ia merasa begitu terkejut melihat aura Ain yang membesar dengan kilatan listrik menyambar-nyambar dari permukaan aura.

Percikan api dari aura Grief berasal dari gesekan antara hidrogen udara dengan akselerasi auranya, sedangkan kilatan listrik di aura Ain memang berasal dari perubahan wujud aura itu sendiri.

Tidak sampai di situ, Khy milik Ain terus meningkat lagi. Hingga akhirnya terdengar ledakan keras yang ditimbulkan dari pergesekan aura dengan hidrogen udara.

Lantai di sekeliling Ain tidak hanya bergetar, tapi juga ikut meleleh terkena sambaran-sambaran listrik dari auranya.

Grief merasa ada sesuatu yang lain dari pemuda yang tengah dihadapinya itu. Ia merasa kalau Ain bukanlah orang sembarangan. Karena tidak mungkin seseorang bisa menguasai Khy sampai ke tingkat itu hanya dalam waktu yang sangat singkat, yang normalnya butuh waktu bertahun-tahun bahkan sampai puluhan tahun untuk bisa seperti itu.

"Apa jangan-jangan?!" pikir Grief dengan rasa terkejut ketika ia telah mengingat sesuatu.

Grief menoleh ke arah Agna yang memperhatikan mereka dari jauh. Wajah Agna pucat pasi dengan keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuhnya.

Di sebelah Agna, Ive berdiri dengan mulut menganga. Ive juga merasa terkejut bukan main. Ia sendiri tidak menyangka kalau Ain bisa mengalami peningkatan sejauh itu.

"Agna, apa DNA Fighting Type Ain?" tanya Grief yang juga mulai merasakan tetesan keringat dingin di wajahnya.

Agna terdiam sejenak. Ia membuka sedikit mulutnya, terlihat bergetar hebat seperti seseorang yang sedang menggigil.

"D-DNA.. F-Fight... Fighting Type... 0-X," jawab Agna terbata-bata dengan usaha yang cukup berat karena kondisi mentalnya saat itu.

Untuk yang kesekian kalinya, Grief kembali terkejut. Tapi setelah mendengar jawaban dari Agna, semua rasa penasarannya hilang begitu saja. Kedua tangan yang ia pakai untuk menggenggam erat Katana kembar miliknya pun mulai stabil, yang asalnya bergetar cukup kencang akibat tekanan Khy dari Ain.

Pria itu memejamkan matanya sembari tersenyum lega. Ia berkata pelan, "Begitu, ya?"

Siguiente capítulo