Setelah dokter Ali dan istrinya pergi rumah Georgina kembali sepi, para tetangga baik hati yang sebelumnya ingin memberikan Georgina makanan pun sudah kembali ke rumah masing-masing untuk mengurus keluarganya. Sementara itu Georgina di dalam rumah ternyata sudah bangun, ia yang terbiasa bangun pagi tak bisa tidur lagi meskipun baru tidur jam setengah lima pagi. Kebiasaannya bangun pagi untuk menyiapkan makanan untuk sang ibu masih ada, padahal ibunya sudah meninggal.
"Belum ada dua puluh empat jam kita berpisah tapi Gina sudah rindu padamu bu," ucap Georgina pelan sambil meraba ranjang sang ibu yang dingin.
Kedua mata Georgina sembab dan bengkak karena menangis, ia terlihat sangat menyedihkan dengan penampilannya yang seperti ini. Karena belum makan dari kemarin perut Georgina berteriak minta diisi, dengan langkah gontai Georgina berjalan keluar dari kamar sang ibu. Tujuannya adalah dapur, namun baru saat melangkah keluar dari kamar ibunya Georgina melihat tas warna merah ada di bawah jendela dengan tulisan besar yang tertulis besar alamat klinik dokter Ali.
Dengan perlahan Georgina berjalan mendekati tas warna merah itu dan langsung membukanya dengan cepat, kedua matanya yang sembab terbelalak saat melihat isi tas yang baru ia temukan itu. Tanpa menunggu lama ia pun lalu langsung menikmati makanan yang ada dalam pelukannya saat ini, Georgina makan dengan lahap makanan yang dibawa oleh dokter Ali dan istrinya.
"Lihat bu, hari pertama tanpa hadirmu aku tak kelaparan. Ibu tenang saja, aku akan baik-baik saja disini bu. Aku akan melanjutkan hidupku dengan baik, ibu tak usah khawatir. Istirahat dengan tenang disana bu."Georgina bicara dengan mulut penuh makanan, meskipun ia berkata baik-baik saja namun kedua matanya tak dapat berbohong. Air matanya terus mengalir membasahi pipinya yang menggembung karena terisi makanan.
Saat sedang berusaha menelan makanan yang sudah ia kunyah dengan sudah payah tiba-tiba secarik kertas warna putih menarik perhatiannya, dengan hati-hati Georgina menurunkan kotak makanan dari tangannya ke lantai. Ia lalu meraih kertas putih yang ternyata adalah sebuah amplop, karena penasaran Georgina pun merobek amplop itu dengan hati-hati karena tak mau merusak kertas yang ada di dalam amplop.
"Georgina putriku, cintaku, kasihku, mutiaraku, jiwaku apa kabar sayang? Ibu harap kau baik-baik. Karena jika kau membaca surat ini mungkin ibu sudah pergi selama-lamanya dari sisimu, maafkan ibu sayang karena tak memberitahu penyakit ibu yang sesungguhnya padamu. Ibu tak mau membuatmu sedih nak, ibu sengaja menitipkan surat ini pada dokter Ali dan nyonya Fatima. Dalam surat ini ibu juga menyertakan sebuah kunci loker yang ada di sebuah perpustakaan yang ada di pusat kota nak, alamat dan nomor lokernya sudah ibu tulis dengan jelas di balik kertas ini. Di loker itulah kau akan mendapatkan semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaanmu selama ini, sebelumnya ibu mau minta maaf padamu nak karena tak mengatakan secara langsung semuanya. Ibu tak berani nak, ibu terlalu takut untuk memberitahukan semuanya padamu secara langsung, Georgina anakku maafkan ibu harus pergi dari sisimu. Maafkan ibumu yang lemah ini nak, meskipun ibu sudah tak ada disampingmu tapi ibu akan selalu menjagamu dari rumah ibu yang baru nanti sayang. Hiduplah dengan baik anakku, ibu harap dengan semua peninggalan yang ibu letakkan di loker itu kau bisa melanjutkan hidupmu dengan baik anakku. Salam hangat dari ibu yang sangat mencintaimu, i love you Georgina Sanders."
Georgina terbata-bata saat membaca surat yang ditulis oleh ibunya itu, air matanya pun menganak sungai membasahi wajahnya yang pucat. Georgina sangat hafal dengan tulisan tangan sang ibu, karena itu ia yakin kalau surat yang baru ia baca itu adalah benar tulisan ibunya. Saat memeluk surat itu ke dada tiba-tiba ada sebuah key card yang jatuh dari lipatan surat. Key card itu adalah kunci sekaligus member dari perpustakaan pusat nasional yang ada di kota, kedua mata Georgina yang kabur karena dipenuhi air mata masih bisa membaca tulisan yang ada di key card itu. Tertulis jelas namanya dalam key card itu, sepertinya sang ibu sudah mempersiapkan semua ini dengan sangat detail dan rapi.
"Huhuhuhu...ibuuu, aku rindu padamu. Aku bohong bu, aku bohong tadi sudah bicara baik-baik saja. Aku tak baik-baik saja bu, aku hancur tanpamu. Aku hancur tanpamu ibuuuu... kembalilah bu, kembalilah padaku…"
Georgina kembali menangis tersedu-sedu saat mengingat ibunya kembali, ia menangis dengan memeluk kertas yang ditulis oleh sang ibu sambil bersandar di dinding. Hari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi dirinya karena hari ini adalah hari kelulusannya, namun hari ini justru menjadi hari yang sangat menyedihkan baginya karena kehilangan sang ibu untuk selama-lamanya.
"Bagaimana aku bisa hidup tanpamu ibu, seharusnya kau membiarkan aku berbakti terlebih dahulu padamu bu. Kenapa kau harus pergi dengan cara seperti ini ibuuuu…"
Bersambung