webnovel

Perhitungan

"Daddy, wake up!" Oliv menepuk halus pipi Jonathan yang masih memejamkan matanya, membuat pria itu mendesah, "Nanti dulu. Aku baru tidur ..."

Ya, karena Jonathan yang meminta cuti sehari untuk menemani Oliv kemarin, pria itu harus bergadang untuk menyelesaikan tugasnya yang menumpuk. Pria itu bahkan harus tidur jam 5 pagi, tepat sejam yang lalu.

"Dad, kau dan aku ada jam kuliah pagi. Kita bisa terlambat jika kau tidak bangun."ucap Oliv, kini gadis itu berlutut di sebelah tempat tidur Jonathan dan meniup mata pria itu.

"Come on, five min,"

Ucapan Jonathan berhenti ketika Oliv menggigit bibir bawahnya keras-keras. Membuat pria itu membuka matanya terkejut. "My naughty girl. Come to daddy!" pria itu mengerang seraya mengangkat tubuh Oliv dan menindihnya. Membuat Oliv tertawa, "Siapa suruh kau tidak bangun?"

Jonathan tersenyum miring dan kembali memejamkan matanya seraya membenamkan kepalanya di tubuh mungil Oliv. Membuat Oliv berteriak, "Daddy! Kau ini sadar diri kenapa sih? Kau berat, tahu!"

Jonathan hanya tersenyum kecil dan semakin menenggelamkan kepalanya, membuat Oliv terus berteriak, "Ayolah! Kau harus mandi, Demi Tuhan, Jonathan, kau membuat penampilanku rusak parah!"

Jonathan membangunkan tubuhnya dan menatap Oliv yang sudah rapi jadi sedikit berantakan karena ulah Jonathan. Membuat pria itu menatapnya galak, "Kau berdandan untuk apa?!"

Oliv mengangkat alisnya, "Tentu saja untuk pergi kuliah"

"Kau mau menarik perhatian siapa di kampus?!" tanya Jonathan lagi, membuat Oliv memutar matanya, "Apa aku harus berdandan seperti orang baru bangun tidur? Seriously?"

Jonathan mengangguk, "Setidaknya, dengan begitu tidak ada pria yang mau mendekatimu"

Oliv nemutar bola matanya lagi dan mendengus, "Mr. Marteen yang terhormat, jika kau ada di kelasku dan kau terlambat datang, aku bersumpah akan menghukummu seperti kau menghukum mahasiswamu"

Jonathan tersenyum dan mencium bibir Oliv, "Dihukum seperti itu?" Lalu Jonathan mencium leher Oliv, " Atau seperti itu?"

Wajah Oliv memerah. Gadis itu mendorong dada Jonathan sekuat mungkin hingga pria itu jatuh di sebelahnya.

"Dasar mesum!! Cepat mandi!!"

Jonathan segera menuju kamar mandi, dan bersiap-siap dengan jas kerjanya. Setelah selesai, pria itu membereskan semua pekerjaannya dan memasukkan ke dalam tas kerjanya. Barulah ia mengeluari kamar dan menuju meja makan. Tempat dimana Oliv sudah menikmati sarapannya. Pria itu tersenyum seraya mencium puncak kepala Oliv, membuat mata gadis itu membulat ketika menatapnya, "Apa kau gila? Ada Patricia di dapur!" bisik Oliv, membuat Jonathan tertawa, "Memangnya kenapa? Aku bisa menelanjangimu di depannya, jika aku mau"

Wajah Oliv memerah mendengar penuturan Jonathan. Gadis itu segera menyendokkan pancake madu kesukaan Jonathan ke mulut pria itu, "Makan! Kau jadi gila jika brlum makan pagi."

Jonathan tertawa dan memakan pancake madunya. Membuat Oliv tersenyum geli melihat wajah tampannya.

"Kau serius akan masuk? Kau bisa istirahat hari ini." tawar Jonathan, membuat Oliv menggeleng, "Aku sudah bolos kemarin. Nanti aku bisa ketinggalan pelajaran"

Jonathan menyeringai,"Kan aku bisa mengajarimu secara privat"

Mendengar jawaban itu, Oliv bergidik ngeri, "Privat di ranjang, iya?"

Jonathan tertawa dan memakan suapan terakhirnya. "Baiklah, ayo kita berangkat" ucap Jonathan seraya berdiri. Melihatnya, Oliv mengambil kotak makan yang ada di sebelahnya dan menyerahkannya ke Jonathan.

"Kau tahu dimana Alva tinggal, kan?" Nanti setelah kau mengajar, tolong antarkan ini kepadanya. Aku tahu kau free 2 jam sebelum mengajar di kelasku." ucap Oliv.

Jonathan menbarahkan matanya tepat di mata Oliv dan berkata, "Berhenti bersikap baik padanya."

"Aku tidak bersikap baik, aku hanya, well, dia butuh sarapan rumahan. Dan ini pancake tiramisu kesukaannya."

Jonathan mendengus dan berjalan menuju mobilnya. Mendadak pria itu begitu kesal. Membuat Oliv berlari dengan langkah pendeknya dan memasuki kursi penumpang.

"Jonathan, please ... "

"Lihat? Kau memanggilku Jonathan ketika berbicara tentang Alva! Apakah kau harus sepeduli itu dengannya setelah yang ua lakukan padamu?!" ucap Jonathan seraya menjalankan mobilnya, "Kau bahkan tahu makanan kesukaannya!"

"Ada apa denganmu? Aku tahu juga karena kau yang memberitahuku, kan?" ucap Oliv tak habis pikir.

"Dia anakmu, harusnya kau bisa lebih peduli lagi" lanjut Oliv membuat Jonathan menaikkan kecepatan mobilnya. "Sayangnya, aku sama sekali tidak peduli"

Oliv mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi Jonathan, "Daddy, come on. Kau seperti anak kecil."

Jonathan melepaskan pegangan Oliv di pipinya dan berkata, "Kenapa aku seperti anak kecil hanya karena aku ingin melindungimu?!"

Oliv tersenyum, "Terima kasih sudah menjadi pelindungku. Tapi, bukan begitu caranya."

Oh, Olivia bahkan terdengar seperti guru TK yang sedang menasehati muridnya.

"Bukan karena aku peduli dengan Alva. Aku justru peduli kepadamu." ucap Oliv. Gadis itu menatap Jonathan penuh, "Aku tidak ingin kau menjadi ayah yang seperti ayahku untuk Alva, hanya karena aku. Apapun yang dia lakukan, Alva tetaplah anak kandungmu, dan aku hanyalah seorang gadis asing yang beruntung karena bertemu pria sepertimu lewat internet."

Mendengar penuturan Oliv, membuat Jonathan menghentikan mobilnya dan menatap gadis itu lekat-lekat. Jonathan mencium bibir Oliv lama, "Aku tidak suka mendengarmu memgucapkan itu. Gadis asing? Ya. Gadis asing ini telah mengambil seluruh hatiku dan membuatku begitu menyayanginya."

Oliv kembali tersenyum. Jonathan selalu mampu membuatnya merasa spesial. Jonathan selalu berhasil membuatnya merasa sebagai wanita paling diinginkan di muka bumi ini.

"Baiklah, jadi, kau mau mengantarkannya, kan? Kau sendiri yang mengantarkannya?" tanya Oliv yang akhirnya dibalas anggukan oleh Jonathan.

❤❤❤❤❤

"Dude, the hell, kau masih disini?" Richard tersentak ketika melihat Alva yang masih tiduran di sofa tempat mereka berkumpul. Sudah tiga hari Alva tidak pulang ke rumah, dan sama sekali tidak memberitahunya apa penyebabnya. Yang ia tahu, malam itu, dia meminum habis sisa botol vodkanya padahal menolak mentah mentah sebelumnya.

Alva tidak membalas ucapan Richard melainkan melihat kotak makan yang dikirimkan oleh ayahnya kemarin. Well, kotak makan itu sudah bersih karena Alva memakan keseluruhan isinya.

"Kau kenapa?" tanya Richard, membuat Alva menghela nafas dan bangun dari tempatnya tidur, "Aku membuat ayahku marah."

"Oh, jadi karena itu kau tidak pulang ke rumah? Ku kira gara gara apa." ucao Richard manggut-mamggut. Bagi Richard, Jonatham yang marah pada Alva adalah hal yang biasa. Richard tahu bagaimana watak keras Jonathan. Bahkan, meskipun Richard teman dekat Alva, pria itu masih segan jika harus berada dalam satu ruangan yang sama dengan dosen paling killer itu.

"Dude, bagaimana jika orang tuamu menyukai kekasihmu?" tanya Alva membuat alis Richard terangkat, "Tentu saja aku senang! Sangat sulit menyatukan pikiran orang jaman dahulu dengan orang jaman sekarang. Kau tahu, mantan mantanku minta putus juga karena ibuku yang suka menyindirnya dan ayahku yang suka menatapnya tajam."

Alva menggeleng, "Bukan itu maksudku. Bagaimana jika .... "

Ucapan Alva terhenti ketika lagi lagi ia memgingat kejadian kemarin di supermarket. Dia melihat bagaimana dekatnya Oliv dan ayahnya. Dia bisa melihat bagaimana Jonathan begitu menyayangi Oliv, bagaimana pria itu menenangkan Oliv ketika gadis itu menangis. Dia juga melihat bagaimana sentuhan tangan Oliv di pipi Jonathan dapat meredakan emosi pria itu. Semuanya terasa nyata. Jonathan seakan begitu melindungi dan menyayangi Olivia, lebih dari yang ia lakukan pada Alva. Atau ... perlakuan Jonathan pada Olivia memang lebih dari apa yang seorang ayah lakukan pada anaknya?

"Jika apa, brother?" suara Richard membuyarkan lamunan Alva. Pria itu menghela nafas dan kembali membaringkan tubuhnya di sofa. Selang beberapa saat, Chloe dan Airin membuka pintu dan duduk di sofa yang sama dengan Alva, membuat pria itu meletakkan kakinya di atas paha Chloe.

"Alva, kau apakan wajah gadis beasiswa itu?" tanya Chloe dengan sedikit tertawa, membuat Alva menutup wajahnya dengan bantal.

"Aku melihatnya tadi pagi bersama Mr. Marteen. Aku tidak tahu jika Mr. Marteen bisa tersenyum selebar itu. Ah, jika saja dia meluluskanku tahun ini, aku pasti akan jatuh cinta kepadanya." ucap Airin membuat Alva mendengus. Pria itu melempar kotak makannya kesal.

"Wait, kau bilang apa?" Richard duduk di atas meja yang menghadap Chloe. Membuat gadis itu mengangkat alisnya bingung.

"Tadi. Memangnya Alva melakukan apa pada Olivia?" tanya Richard.

Chloe mengangkat bahunya,"Wajahnya lebam,bibirnya terluka. Itu yang ku lihat, lagipula aku tidak terlalu memperhatikannya."

Kini, Richard mengalihkan pandangannya ke arah Alva, seluruhnya. Pria itu benar benar meminta penjelasan ketika Alva hanya mengatakan,"Aku sedang tidak mood. Diamlah."

"Apa yang kau lakukan padanya?!" bentak Richard. Pria itu menarik kaos Alva hingga sahabatnya itu terduduk.

"Aku mabuk. Sudahlah, jangan ungkit masalah ini ... " desah Alva. Jawaban Alva sama sekali tidak membuat Richard puas.

"Gadis itu memang pantas mendapatkannya." Chloe menyahut sambil memainkan kuku jarinya yang berwarna tosca. Membuat Richard menatap wanita itu tajam,"Apa maksudmu?"

Chloe tertawa seraya menyerahkan sebuah video kepada Richard. Membuat Richard dan Airin melihatnya berdua.

"Ini tidak mungkin" ucap Richard, membuat Alva mengangkat bahunya tidak peduli

"Gila!! Tubuh Olivia bagus juga, ya!!" Airin tertawa. Richard kini berhadapan dengan Alva,"Kau tidak melakukan apapun padanya hanya karena itu, kan?"

Alva menatapnya tajam,"Hanya?!"

"Oh, jangan munafik, Alva. Kau bahkan lebih parah darinya. Kenapa kau harus marah hanya karena itu?"

Alva tersenyum sinis,"Dia milikku. Tidak ada yang boleh menyentuh barangku selain aku."

Richars mengangkat tangannya tak percaya,"Kau selalu menganggap wanita sebagai barang. Karena itulah aku memperingatimu untuk tidak mendekati gadis beasiswa itu!"

Alva menatap Richard tajam,"Kau melakukannya karena kau pikir dia berbeda. Tapi, kau lihat sekarang, kan?!"

Richard mendengus,"Setidaknya kau bertanya dulu alasannya."

Alva menjambak rambutnya,"Bagaimana aku bertanya jika pada pertanyaan pertama, dia sudah berbohong."

Richard tidak menjawab. Pria itu mengangkat tangannya dan menghampiri teman temannya yang dari tadi ada di dapur,"Terserah. Aku tidak ikut campur, dan silahkan sesali itu sendiri."

"Babe, aku punya ide." Chloe berkata, membuat Alva mendengus kesal karena pikirannya yang semakin kacau.

"Kau bisa menyebarkannya ke internet." bisik Chloe membuat Alva tersentak. Namun, memikirkan kejadian di swalayan waktu itu, membuat Alva tersenyum sinis,"Lakukan semaumu,babe."

"Bahkan jika dia menjadi bahan cacian seluruh kampus, aku tidak akan peduli."

Chloe tersenyum lebar dan mentransfer video itu ke laptop yang ada di dalam ruangan. Chloe mengedit videonya dengan tulisan tulisan seperti 'I am a bitch' atau 'touch me free' dan sejenisnya. Sesekali gadis berambut pirang itu tersenyum penuh kemenangan. Richard kembali ke depan mereka dengan sereal di mangkoknya. Pandangannya tertuju pada laptop yang kini sedang di mainkan oleh Chloe, membuat pria itu tersedak oleh serealnya sendiri.

"What the fuck is this?!" teriak Richard seraya menatap layar laptop Chloe, membuat gadis itu mendengus karena pekerjaannya terganggu,"Kau ini kenapa sih, tidak pernah mendukung sahabatmu sendiri?!"

Richard memandang gadis itu tak percaya,"Karena kau melakukan hal yang tidak penting!"

Chloe membentak,"Alva mengizinkanku!!"

Mendengar itu, Richard menatap Alva tak percaya,"Apakah kau harus sekali mempermalukan Olivia dengan cara yang murahan seperti ini?!"

Alva tersenyum sinis,"Aku sama sekali tak peduli pada gadis itu!"

"Ketidakpedulianmu itu dapat menghancurkan gadis tidak bersalah, Alva Marteen!!" bentak Richard.

"Tidak bersalah? Dia menghancurkan hatiku!! Dia menghancurkan kepercayaan yang telah ku berikan kepadanya!! Dia menghancurkan egoku!! Dia nenghancurkan segalanya!!" bentak Alva.

"Kau gila!" ucap Richard tak percaya.

Alva tersenyum sinis dan mengambil alih laptop Chloe. Pria itu membuka aplikasi youtube dan menekan video yang baru saja di edit oleh Chloe. Membuat Richard merebut laptop itu dari tangan Alva.

"Kau?!" Alva berteriak geram. Pria itu hendak meninju pipi Richard ketika Richard lebih cepat meninju pipinya. Richard melempar laptopnya, dan mencengkeram kais Alva,"Sadarlah, Alva!! Sadarlah siapa yang akan kau lukai!!"

Alva hendak mendorong Richard ketika pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok Jonathan Marteen yang sedang membawa sebuat tas di tangab kanannya. Kehadiran Jonathan membuat semua orang di ruangan itu tampak tersentak dan segera memberi hormat pada pria bertatapan tajam itu. Richard melepaskan cengkramannya di kaos Alva,"Maafkan saya, Mr. Marteen!"

Jonathan tidak menjawabnya. Pria itu berjalan untuk mengambil laptop yang tadi dilempar Richard. Dia memainkan video yang sudah siap di upload, kemudian memejamkan matanya untuk menahan amarahnya. Video itu menunjukkan kejadian dimana Jonathan meninggalkan Olivia di club beberapa hari yang lalu. Membuat Jonathan sadar bahwa kemarahan Alva berasal dari situ.

"Dad."

Jonathan menggeram dan segera meninju pipi Alva hingga pria itu jatuh tersungkur. membuat semua orang tampak terkaget. Tentu saja, Jonathan Marteen sedang memukul anaknya sendiri!!

Jonathan duduk di perut Alva dan mencengkeram kaos pria itu,"Siapa yang mengajarimu sebrengsek ini?!"

Alva tertawa,"Daddy mengatakan ini karena kekasihku sudah menggodamu,kan?"

Jonathan memukul pipi Alva sekali lagi,"Jaga mulutmu!!"

"Apa aku salah?! Kau sudah lihat bagaimana jalangnya gadis itu!! Tak bisa ditolak jika dia bisa saja bersikap jalang kepadamu!!" bentak Alva membuat Jonathan kembali memukul pipi Alva. Pria itu menarik tubuh Alva yang sudah limbung untuk berdiri.

"Dengar, kau tidak punya hak untuk berkata demikian. Dari awal, aku sudah memperingatkanmu. Jika kau sedijit saja menyakitinya, aku akan membunuhmu. Aku akan benar benar membunuhmu!!" bentak Jonathan, membuat semua orang disana tersentak oleh kemarahan Jonathan. Mereka jauh lebih tersentak karena Jonathan memukuli anaknya sendiri demi seorang gadis.

"See?? Guys?? Lihat!! Ayah kandungku sendiri mengatakan hal tersebut demi seorang gadis yang bahkan, ia baru mengenalnya beberapa hari yang lalu. Lihat betapa pandainya gadis jalang itu?!"

PLAK

Jonathan menampar wajah Alva dan menatapnya tajam tajam,"Malam itu,aku yang membawanya ke club. Dia tidak sendirian. Dia pergi bersamaku."

Alva tersentak mendengar ucapan Jonathan,"Maksudmu?"

"Olivia datang ke club bersamaku. Aku ada acara dengan temanku, dan aku membawanya yang tidak bisa ditinggal sendirian." jelas Jonathan.

"Aku memakaikan jaketku, hingga tak ada seorangpun yang bisa melihat tubuhnya. Ku bilang, tak ada seorangpun."

Dan jika kau menyalahkannya atas apa yang terlihat di video, kau salah. Kau salah besar, karena akulah yang membuatnya seperti itu. Aku meninggalkannya sendirian dan bersenang senang dengan teman temanku. Aku mabuk hingga aku lupa datang ke club bersamanya. Aku melupakannya dan membuat pria bajingan itu datang, memberinya minuman keras, memanfaatkannya. Aku yang salah!!"

Alva terkejut mendengar penjelasan Jonathan. Bahkan, pria itu berkaca kaca ketika menjelaskannya.

"Kau tahu betapa menyesalnya aku karena melupakannya?? Kau tahu betapa merasa bersalahnya aku karena melihatnya dimanfaatkan oleh pria hidung belang di dalam club?!"

"Daddy .... " ucap Alva lirih.

"Dan kau tahu betapa sakitnya hatiku melihat keadaannya yang mengenaskan akibat anakku menyiksanya karena kesalahanku?? Kau tahu, Alva?!" bentak Jonathan membuat Alva melemas. Pria itu terjatuh ke sofa dengan perasaan yang sama sekali tak menentu.

"Aku menyuruhnya tidak menceritakan apapun padamu agar kau tidak perlu mempermasalahkan itu denganku. Aku,,, "

Alva menjambak rambutnya sendiri. Pria itu benar benar merasa bodoh telah melakukan hal seperti itu padanya.

"Shitt!!" Jonathan mengumpat, "Melihatnya menangis membuatku ingin menonjok wajahmu"

Jonathan mengambil tas yang tadi dibawanya dan melemparkannya di depan Alva, hingga isinya bercecer kemana mana. Alva nenatap makanan kesukaannya, pancake tiramishu. Dan tentu, itu adalah buatan Oliv.

"Kenapa pula aku harus menurutinya untuk datang kesini dan mendengar omong kosongmu!!" bentak Jonathan. Pria itu mengambil laptop Chloe dan menghapus semua video Oliv.

"Dengar!! Jika video ini sampai tersebar, aku akan membuat perhitungan dengan kalian semua!! Terutama kau, Alva!!" Jonathan menatap wajah mereka satu persatu. Mereka yang tampak menunduk ketakutan melihat kemarahan Jonathan.

"Aku tidak peduli, dengan cara kotor sekalipun, aku akan membuat kalian semua dikeluarkan dari New York university. Dan tidak ada satu universitas pun yang akan menerima kalian." Jonathan membanting laptop itu dan berjalan mengeluari ruangan.

Meninggalkan mereka yang masih tersentak karena kemarahan Mr. Marteen. Demi Tuhan, mereka belum pernah melihat Mr. Marteen semarah itu. Sekalipun ia adalah dosen.oaling killer di kampus. Dan yang lebih mengagetkan, mereka juga melihat Mr. Marteen ... meneteskan air matanya??

"Stupid Alva!!" Alva berteriak marah dan menjambak rambutnya sendiri. Membuat Richard menatap pria itu prihatin.

Yang ia takutkan, akhirnya terjadi.

Siguiente capítulo