webnovel

17. Flashback - Fitnah

Dua bulan telah berlalu, dan tinggal sebulan lagi dhika menyelesaikan kknnya. Tetapi sebulan ini dhika lost contek dan nomornya tidak aktif. Bahkan janjinya untuk pulang sebulan sekali tidak dipenuhinya. Aku semakin sedih dan murung, entah apa yang terjadi padanya sampai dia melupakanku. Akhir-akhir ini pun, kak angga selalu saja memperhatikanku dan selalu mengantar jemputku membuatku tidak enak ke ratu. Padahal aku sudah menolaknya, tetapi kak angga tetap keras kepala an tidak mendengarkan ucapanku. Saat ini aku tengah membereskan beberapa meja di café, setelah beberapa minggu berlalu. Aku mencoba menjauhi kak angga saat insiden kak angga yang memelukku yang menangis karena merindukan dhika. Dan kejadian itu terlihat oleh ratu, serli, iren dan okta. Meskipun semuanya berkata percaya denganku, tetap saja aku harus berusaha menjaga jarak dengan kak angga. Aku tidak ingin menyakiti hati siapapun. Saat aku tengah fokus mengelap meja, tiba-tiba sepasang tangan kekar memelukku dari belakang dan menyusupkan kepala dileherku membuatku terpekik kaget.

"eh ini siapa,,,!!" Tanyaku berontak mencoba melepaskan pelukan seseorang itu.

"aku merindukanmu"

Deg... Aku terpaku mendengar suara merdu milik seseorang yang selama ini aku rindukan, aku langsung berbalik dan mendapatkan wajah tampan milik seseorang yang selama ini aku rindukan.

"hai sayang" dhika mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum. "aku sangat merindukanmu" ujar dhika membuatku menangis terisak

"kemana saja kamu, menghilang tidak ada kabar. Aku tersiksa disini...hikz" aku menangis sejadi-jadinya seperti anak kecil sambil memukul dada dhika, aku tidak perduli di tatap orang banyak. Aku hanya ingin meluapkan kekesalanku saja pada dhika. Dhika menarikku kepelukannya.

"sayang, aku tersiksa karena rinduku ini sama kamu" ujar dhika

"kamu bohong, kamu menghilang begitu saja" ujarku merajuk

"maaf sayang, disana sulit sekali mendapatkan sinyal. Aku harus ke kota dulu untuk mendapatkan sinyal. Tetapi dua bulan ini aku tidak bisa, karena pasien sangat banyak disana" ujar dhika, aku tidak menjawabnya dan terus memeluk tubuh dhika dengan erat. Aku sangat sangat merindukannya, Rasanya tenang sekali sekarang setelah merasakan kehangatan dari pelukan dhika. Hanya ini yang aku butuhkan.

"Sepertinya tunanganku yang cantik ini juga sangat merindukanku" goda dhika

"Kamu tau, aku hampir mati karena kehilangan kabar darimu" ucapku dengan manja dan aku merasa dhika membelai kepalaku lembut.

Sudah berhari-hari setelah kepulangan dhika. Dhika terlihat berbeda kepadaku, dhika terlihat menjadi lebih pendiam dan tak banyak bicara. Bahkan mendekati dingin, aku selalu bertanya padanya tetapi jawabnya tidak apa-apa. Sebenarnya apa yang terjadi padanya. "kamu kenapa sayang?" Tanyaku duduk disamping dhika, karena saat ini kami tengah berada diruangan dhika.

"tidak apa-apa, hanya saja ada hal yang menggangu pikiranku" ucap dhika menyandarkan kepalanya dan kembali melamun.

"ada apa?" Tanyaku semakin penasaran.

"oh iya sayang, setiap pulang dari café. kamu selalu melarang aku mampir dan kamu selalu sulit untuk dihubungi. Kenapa?" Tanya dhika membuatku tak menyangka dhika akan menanyakan hal ini.

"emm,,," aku bingung harus menjawab apa pertanyaan dari dhika. "kamu kan tau, aku lelah dan aku butuh istirahat" ujarku

"tapi tidak seperti biasanya. Bukannya masih jam 8?" Tanya dhika lagi, membuatku semakin kebingungan. Haruskah aku kembali berbohong.

"kamu selalu saja menanyakan hal yang sama. Kamu taulah aktivitas aku banyak, kuliah terus kerja. Aku jadi gampang lelah dan cape, sayang. Dan aku cuma butuh istirahat. Dan setiap pulang dari café itu aku langsung tidur" ujarku. Maafkan kebohonganku dhika.

"tidur?" Tanya dhika memicingkan matanya

"iya" jawabku

"oh" jawab dhika datar dan mengusap wajahnya yang muram.

"kamu kenapa sih?" Tanyaku semakin bingung

"aku sedang kecewa dengan seseorang karena berbohong" ucapan dhika membuatku terpaku dan gugup, bahkan lidahku terasa kelu.

"emm,, memang siapa?" Tanyaku lirih

"ada, temen aku" jawab dhika. "aku harus pergi dulu, nanti aku hubungi kamu" dhika berlalu pergi meninggalkanku. Dhika kenapa yah? Apa dia mulai mencurigaiku.

Diperjalanan menuju club, tidak sengaja aku melihat mobil dhika terparkir di sebuah café yang tak jauh dari club. Tadi aku pulang sendiri dari café karena dhika bilang, dia ingin beristirahat dirumah tetapi sekarang mobilnya ada di sebuah café. Karena rasa penasaran, aku menuruni taxi dan berjalan menuju café itu. Tetapi baru sampai di depan pintu café, langkahku terhenti karena pandanganku menangkap sosok dhika tengah bercanda dengan seorang perempuan yang tidak aku kenali. Hatiku sangat hancur seketika, tanpa pikir panjang. Aku berlari meninggalkan café itu menuju club tempatku bekerja. Kenapa dhika melakukan ini padaku? Kenapa dhika berbohong padaku. Beberapa hari ini, dhika terlihat menghindariku. Aku tak mengerti apa maksudnya, tetapi satu hal yang aku pahami, karena wanita itu dia menghindariku. Saat ini aku baru sampai di kampus, karena kebetulan ada jadwal kelas siang. Aku datang sendiri tanpa dijemput dhika. Entahlah dhika kemana. Aku berjalan menyusuri lorong kampus tetapi kenapa rasanya begitu mencekam dan aneh. Aku bingung kenapa semua orang memandangku seperti itu, apa ada yang salah dengan penampilanku? Kenapa semua orang menatapku jijik dan banyak juga yang mencibirku.

"dasar wanita murahan"

"wanita tak punya harga diri"

"Wanita tak tau malu"

"dasar bitch,, dasar jalang"

Umpatan itu yang aku dengar dari orang-orang yang aku lalui sepanjang kolidor kampus. Sesampainya di kelaspun, semua mata menatapku jijik. Hingga seni menghampiriku dan mengatakan kalau aku di panggil dekan. Akupun pergi menuju ruangan dekan.

Tok tok tok

Setelah dipersilahkan masuk, akupun masuk kedalam ruangan dekan.

"bapak panggil saya?" Tanyaku

"silahkan duduk" ucap dekan seraya menghela nafas panjang membuatku mengernyitkan dahiku.

"ada apa pak?" Tanyaku, hatiku sungguh tidak enak dan nyaman.

"bisa jelaskan tentang foto-foto ini?" Tanya dekan menyerahkan beberapa foto kepadaku. Aku mengambil foto-foto itu dan melihatnya satu per satu. Aku melotot sempurna melihat foto dimana aku terlihat tengah bersama kak angga didalam mobil, saat aku berpelukan dengan kak angga, ada juga foto yang terlihat seperti kak angga akan menciumku di dalam mobil, dan beberapa foto yang membuatku semakin membelalak lebar. Foto dimana aku tengah tidur di pelukan kak angga di dalam kamarnya sendiri, bahkan tubuhku tertutupi selimut hingga leher dan kak angga terlihat bertelanjang dada. Beberapa foto diatas ranjang dengan pose yang hampir sama berpelukan.Aku menutup mulutku saking kagetnya. Siapa yang melakukan ini? siapa yang telah memfitnahnya. Bahkan aku tidak pernah sekalipun mengajak kak angga ke rumah.

"tapi-. Saya tidak tau mengenai ini pak" ujarku terbata-bata.

"saya kecewa sama kamu lita, kamu termasuk siswi yang jenius disini bahkan beasiswa kamu juga full, tapi kamu mencemarkan nama baik kampus, kamu tau foto itu dipajang disetiap madding di kampus ini tadi pagi" jelas dekan.

"Apa?????" aku memekik saking kagetnya

"yah, tapi anak-anak senat sudah mencopotnya semua" ujar dekan

"ini bukan saya, saya berani bersumpah saya tidak pernah melakukan hal serendah ini pak" ujarku mulai berkaca-kaca

"untuk kali ini saya tidak akan menghukum kamu yang berat, saya hanya akan menskor kamu selama seminggu" jelas dekan

"tapi pak" ucapanku terpotong, dan dengan dinginnya pak dekan menyuruhku keluar. Dengan langkah gontai aku keluar ruangan dekan, dan bersandar ke dinding dibelakangnya. Bagaimana bisa dia di skor selama seminggu? Itu bisa saja mengancam beasiswaku. Siapa yang tega memfitnahku seperti ini.

"dhika !!!!" aku teringat dhika dan tanpa pikir panjang langsung berlari menuju ruang senat. Sesampainya diruang senat, terlihat semua anak geng brotherhood berkumpul. Kecuali ratu dan kak angga yang tidak terlihat.

"dhika" panggilku membuat semua orang menengok kearahku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"ngapain loe kesini, hah?" bentak arseno saat melihatku

"dhika, aku bisa jelasin semuanya. Ini tidak benar" ujarku dengan tangisku yang sudah pecah, tetapi dhika hanya menatapku dingin. Tatapan elang yang tajam dan menyala, tatapan yang begitu tak aku kenali.

"gue gak nyangka dhika pergi selama tiga bulan, di jadiin kesempatan sama loe buat selingkuh dengan si angga" bentak Irene, aku tak memperdulikan ucapan mereka semua. Fokusku hanya kepada dhika saja.

"cukup ren !!" jawab Daniel

"lita, kenapa kamu lakuuin ini? Kakak sangat kecewa sama kamu" ujar kak dewi dengan mata merahnya. Aku tak memperdulikan kak dewi, aku berjalan mendekati dhika yang terdiam dengan tatapan tajam dan rahangnya yang mengeras. Aku tau dhika tengah menahan amarahnya.

"dhika, tolong dengerin penjelasan aku dulu. Ini semua bohong, aku tidak pernah melakukan hal serendah itu dengan kak angga" isakku memegang lengan dhika dan duduk dilantai disamping kaki dhika

"cukup lita, jangan coba menganggu dhika lagi. Cukup loe lukai hati sahabat gue,, sekarang lebih baik loe pergi!!" ujar kak Daniel

"dhik-" ucapanku terhenti saat dhika mengangkat sebelah tangannya ke udara.

"Ikut aku" dhika menarik tanganku keluar ruang senat dan membawaku ke belakang gedung fakultas sastra tak jauh dari ruang senat. "Jelaskan semuanya" ucap dhika melepaskan genggamannya.

"Itu bukan aku, aku berani bersumpah" ucapku menangis terisak.

"Tapi foto itu asli, tanpa ada editan. Kalau memang kamu gak merasa melakukannya. Kenapa ada foto itu? Kenapa lita?!" tanya dhika kesal

"Aku gak tau, tapi aku gak melakukannya" isakku, karena memang aku tak tau apapun.

"Kamu bilang gak tau?" ulang dhika

"Aku gak tau, aku juga kaget saat tadi melihat foto itu" ucapku semakin menangis.

"Bisa kasih alasan yang masuk akal???? Aku ingin percaya sama kamu, tapi kenapa seperti ini? Kenapa lita???????" bentak dhika membuatku terpekik kaget. Aku tak mengenal sosok di depanku ini, dia terlihat sangat menyeramkan. Mata coklatnya menyala tajam dan aura gelap memenuhi dirinya. "Kenapa kamu lakukan ini!!" dhika mencengkram kedua lenganku membuatku meringis.

"Kenapa kamu mempermainkanku? Kenapa kamu lakuin ini? Apa salahku??????" amuk dhika, matanya terlihat merah menahan amarah dan tangis.

"Aku benar-benar tidak tau, tetapi aku berkata jujur. Aku tidak bohong" ucapku meyakinkan dhika.

"Itu terus yang kamu ucapkan !!! Tapi buktinya kenapa kebalikan dari omongan kamu lita,,,,, KENAPA??????" bentak dhika, membuatku semakin ketakutan karena bentakan dhika yang menyeramkan. Selama ini dhika tak marah padaku.

"A-aku harus jawab apa lagi, kenyataannya aku tidak pernah melakukannya" isakku membuat dhika berpaling memunggungiku dan memijit pangkal hidungnya.

"Aku tidak tau, aku ingin percaya sama kamu, tapi kenyataannya menyudutkanmu kalau kamu sudah mengkhianati hubungan kita" ujar dhika

"A-ku-" ucapan lita tertahan

"Sudah cukup,, aku ingin sendiri dulu. Ini sangat berat buatku, aku sungguh kecewa pada kalian berdua" ujar dhika dan berlalu pergi meninggalkanku.

"aku akan membuktikannya, dhika" teriakku

"lakukanlah, akan aku tunggu itu" ujar dhika dan berlalu pergi meninggalkanku sendiri. Aku terduduk di lantai dengan tangis yang pecah.

Kenapa, tuhan? Apalagi ini, kenapa rasanya begitu menyakitkan? Apa salahku, sampai aku di fitnah seperti ini. Aku berjalan dengan gontai menuju kelasku dan berpapasan dengan amel yang tengah memasang senyum mengerikannya.

"gue gak nyangka, loe semurahan ini. Setelah ancurin hubungan chacha sekarang beralih ke sahabatnya dhika. Padahal kurang apa coba kak dhika, ah... loe memang cewek yang gak tau diri. So kecakepan. Kak dhika tidak pantas untuk loe" ujar amel sinis dan berlalu pergi meninggalkanku. Aku mengepalkan kedua tanganku karena kesal, ini semua pasti karena ulah amel. Usai kuliah, aku hendak pulang. Meskipun kuliah hari ini sangat menakutkan dan mencekam apalagi dengan suasana hati yang kacau, tetapi aku tidak menghiraukannya dan tetap melakukan pembelajaran seperti biasanya. Pikiranku hanya terfokus pada satu orang dan itu adalah dhika.

Plak

Aku terpekik kaget saat merasakan pipiku panas dan ngilu, aku menatap siapa pelaku yang menamparku itu dan ternyata ratu. Ratu berdiri di hadapanku dengan mata yang merah dan air mata yang sudah mengalir.

"gue gak habis pikir loe serendah ini, tha"ujar ratu tajam. "loe tau, dari awal gue sudah curiga sama interaksi loe dengan kak angga. Tapi gue coba mengenyahkan pikiran negative itu dan percaya sama loe. Tapi gue salah besar karena sudah percaya sama loe, dan ternyata selama ini gue salah mengartikan chacha." amuk ratu lagi dengan memburu "sowri tha tapi kali ini gue harus mengakui ini, ucapan chacha benar adanya kalau loe memang cewek murahan !!!!" ucap ratu dingin dan tajam mampu menusuk ke ulu hatiku, air mataku mengalir begitu saja membasahi pipi. Mulutku seakan terkunci rapat dan tidak mampu berkata apa-apa. "kenapa loe lakuin ini tha? Selama ini gue sudah sering memergoki loe dengan kak angga, tapi gue mencoba mengenyahkan pikiran negative gue dan percaya sama loe. tapi apa?????????? loe lakuin ini, loe khianatin gue, loe hancurin kepercayaan gue" isak ratu disetiap ucapannya penuh penekanan membuatku merasa sangat berdosa. "mungkin loe gak mikirin hati gue, gue gak masalah. Mungkin gue bukan sahabat yang baik buat loe, gue akui juga, loe jauh lebih baik dari gue. Jadi wajar saja kalau loe gak mikirin perasaan gue" ujar ratu sendu, membuatku menggelengkan kepala karena yang di ucapkan ratu itu salah besar. Aku mencoba untuk berbicara, tetapi ratu mendahului ucapanku. "Tapi apa loe pikirin hati kak dhika? Bagaimana hancurnya dia??????? Lita apa loe pernah berpikir bagaimana perasaannya saat ini, hah????? Dimana hati nurani loe, LITA???" bentak ratu, beberapa siswa yang melewat melihat ke arah kami tetapi mencoba tidak memperdullikannya.

"loe tau lita,, disini.. disini..." ratu menunjuk dadanya sendiri sambil menangis "disini rasanya sangat sakit, rasanya hati gue tersayat-sayat oleh darah gue sendiri. Ini lebih menyakitkan dibanding di tolak oleh seseorang !!!" isak ratu menundukkan kepalanya, aku ikut menangis melihatnya. Tapi bagaimana aku menjelaskan semuanya kalau ini semua salah paham dan tidak benar. "gw kecewa sama loe tha, gue benci loe. mulai sekarang gue bukan sahabat loe lagi" sambil menunjuk wajahku, ratupun berlalu pergi meninggalkanku yang menangis terisak dengan masih terus menatap kepergian ratu yang semakin menjauh.

"lita" panggil seseorang membuatku menengok dan mendapati serli disana.

"ada apa ser? Loe mau ngehina gue juga seperti yang lain? Asal loe tau saja, gue gak pernah melakukan hal serendah itu" ujarku dan berlalu pergi meninggalkan serli yang masih mematung.

Setiap hari aku menunggu kedatangan dhika di café karena aku masih dalam masa hukuman. Tetapi dhika tidak pernah datang ke café. ini sudah ke enam harinya aku menanti kedatangan dhika, tetapi dhika tetap tidak pernah datang ke café. Ini hari terakhir aku di skor, dan saat ini tengah berjalan menuju café. Aku kaget saat tubuhku terserempet dan terjatuh ke trotoar.

Aku meringis, karena tanganku terluka. Tak lama pemilik mobil itu turun dari mobilnya dan berjalan mendekatiku. Dia menanyakan apa aku baik-baik saja. Aku menjawab aku baik-baik saja seraya beranjak dengan sedikit meringis.

Aku melihat lelaki patuh baya di hadapanku. Wajahnya... sepertinya aku pernah melihat wajah ini. Tapi dimana?

"maaf, apa aku boleh lihat liontin yang kamu pakai?" tanyanya sopan membuatku mengernyitkan dahiku bingung.

"eh? Ini" tanpa berkata apapun akupun melepaskan liontin itu dari lehernya dan memberikannya ke laki-laki itu. Laki-laki itu membuka liontin dan melotot sempurna saat melihat isi liontin itu membuatku heran. "apa ada yang salah?" Tanyaku bingung.

"nama kamu Thalita Putri Casandra?" Tanya lelaki itu. Dan aku menganggukkan kepalaku, tiba-tiba saja lelaki itu langsung memelukku dengan erat

.

"putriku,, akhirnya tuhan" ucapnya memelukku yang masih masih mencoba mencerna maksud dari ucapannya barusan..

"aku adalah pramudya casandra, papa kamu nak" ucap lelaki itu, membuatku semakin mengernyitkan dahiku bingung . Tubuhku mendadak kaku, bibirku mendadak kelu. Apa ini benar? Aku masih tidak mampu memahami semua ini yang serba mendadak. Aku merasakan tubuh lelaki ini bergetar. Apa lelaki ini menangis. Lelaki yang mengaku bernama pram itu, melepas pelukannya dan menatap wajah ku yang masih terlihat bingung.

"kamu sudah menjadi sosok wanita yang sangat cantik, kamu begitu mirip dengan mamamu" ujarnya lagi

"maaf, tapi apa benar om ini-?" ucapanku tertahan.

"iya, aku adalah papamu" ujar om pram. Om Pram mengajakku untuk duduk di kursi taman yang ada disana dan menceritakan kalau selama ini dia mencari keberadaanku dan tante ratih kemana-mana. Aku menjelaskan kalau kami sudah lama pindah dari rumah lamanya. Om Pram mengajakku untuk tinggal bersamanya, tetapi aku menolaknya dengan halus. Ini terlalu tiba-tiba bagiku, apa benar ini papaku? Aku rasa belum saatnya aku kembali bersama mereka. Setelah memberi alamat rumahku ke om pram, setelahnya aku berlalu pergi menuju café.

***

Sesampainya di café, aku sangat bahagia saat melihat mobil dhika terparkir disana. Aku ingin segera menceritakan semua ini ke dhika, hatiku sungguh bahagia bisa bertemu dengan papaku.

Tetapi langkahku terhenti saat melihat dhika tengah bercanda dengan wanita yang sama yang sebelumnya aku temui. Kelihatannya mereka sangat akrab, sampai tertawa lepas begitu. Hatiku yang awalnya bahagia, kini kembali sakit dan hancur.

Aku berjalan dengan menundukkan kepala menuju ruang khusus karyawan untuk mengganti pakaianku dan mulai bekerja tanpa ingin memperdulikan dhika dengan wanita itu lagi. Sungguh rasanya sakit, tega sekali dhika melakukan ini padaku. Hatiku benar-benar hancur rasanya. Setelah menghilang tanpa kabar, sekarang dia datang dengan wanita lain. Bahkan saat aku datang, dia tak menatapku sama sekali. Lebih baik sekarang aku mulai bekerja dan melupakan dhika.

Satu jam sudah berlalu, aku masih sibuk bekerja di dapur cafe. Mencuci piring dan membantu koki disini. Aku sengaja diam disini, karena sedang tidak ingin melihat pemandangan yang menyakitkan itu lagi. "lita, ini tolong kamu antarkan keruangan pak dhika. Kamu kan tunangannya, aku kebelet nih pengen ke toilet," ujar hanna rekan kerjaku,

"tapi-" belum sempat aku menjawab, hanna sudah berlalu pergi. Aku hanya bisa menghela nafas dan membawa nampan berisi makanan itu menuju ruangan dhika, entah untuk siapa makanan ini.

Setelah dipersilahkan masuk, akupun masuk dan saat itu juga pandangan mataku dan dhika beradu, aku sangat merindukannya. Aku kecewa saat dhika langsung memalingkan wajahnya ke arah laptopnya. "simpan saja diatas meja" ujarnya dingin, aku menurutinya dan menyimpannya disana. Pandanganku terarah ke arah lengannya yang terdapat perban. Dhika kenapa yah? bagian tangannya juga terlihat lecet.

"kamu kenapa?" pekikku saat melihat perban di tangan dhika dengan khawatir, dhika menepis tanganku yang ingin menyentuh lengannya.

"bukan apa-apa, tugasmu sudah selesai. Sekarang keluarlah" ucapnya dingin membuatku semakin teriris sakit.

"Dhik dengar, Semua itu salah. Semua itu kebohongan dhik, aku tidak pernah ngekhianatin kamu. Aku tidak ada hubungan apapun sama kak angga, aku berani bersumpah. Aku-" ucapanku terpotong karena ucapan dhika.

"Itu lagi yang kamu ucapkan, !!!" ucap dhika membuatku terdiam. "sudahlah, saat ini aku sedang melawan emosi dan kecemburuanku sendiri. Aku sedang berusaha untuk percaya sama kamu," ujar dhika. "lebih baik sekarang kamu makan juga dan beristirahatlah" ujarnya tetap datar dan dingin. Tetapi dia masih memberiku perhatiannya.

"Dhika..." ucapanku terpotong lagi.

"Aku ingin sendiri," ujar dhika dingin. Aku sangat merindukanmu dhika,

Akupun beranjak hendak keluar ruangan, tetapi langkahku terhenti saat otot pinggangku terasa sangat sakit dan kram.

"Aww,,, astagfirulloh !!!" ringisku memegang perut di daerah sisi kananku yang terasa sangat sakit, sampai tubuhku sedikit membungkuk.

"Kamu kenapa?" Dhika sudah berdiri tepat disampingku dengan khawatir.

"Perutku sakit banget, aww.." ringisku karena memang sangat sakit. Dhika dengan sigap membantuku merebahkan tubuhku di atas sofanya.

"Coba kamu luruskan tubuh kamu," perintah dhika dan aku tidak bergeming tetap dengan posisi meringkuk.

"Tidak bisa, perutku kram dan sakit" ujarku meringis sampai menangis. Dhika mengambil sebotol air dan memberikannya kepadaku.

"Minumlah," dhika membantuku meminum air itu dan aku langsung menghabiskannya. "gimana?" Tanya Dhika,, sakitku sudah mulai berkurang.

"Sudah lebih baik dan tidak terlalu sakit," ujar ku menghapus air mataku.

"Kamu itu dehidrasi, harus banyak minum air putih," ujar dhika kembali datar. Aku berangsur memperbaiki posisi dudukku dan dhika sudah beranjak menuju mejanya kembali.

"pulanglah dan beristirahat" ujar dhika dingin tanpa melihat ke arahku.

"tapi-"

"aku tidak mau terjadi sesuatu sama kamu, jadi pulanglah. Aku akan menghubungi taxi" ucap dhika, setidaknya dhika masih memperdulikanku. Aku hanya bisa mengangguk.

***

Siguiente capítulo