webnovel

36. Love...

"LEON!"

Pekik Leonna terbangun dari tidurnya, keringat membanjiri wajah dan tubuhnya. "Ya tuhan, kenapa dadaku terasa sakit sekali," ringisnya memegang dadanya sendiri.

"Kamu kenapa, De?" Tanya Verrel yang juga ikut terbangun.

Leonna hanya terdiam dengan nafas yang tersenggal-senggal dan memegang dadanya yang sangat sakit. "De, kamu baik-baik saja kan?"

"A-aku merasa sakit di dada. Leon! aku merasa sesuatu terjadi padanya."



Saat ini Leonna tengah duduk termenung di dalam kamarnya, mamanya baru saja menghubunginya dan memberitahukan kalau Leon sudah lebih baik. Kejadian yang terjadi semalam membuatnya begitu syok. Bagaimana mungkin Leon melakukan hal yang akan membuat Leonna kehilangannya.

Verrel datang dengan membawa nampan berisi makanan. "De," Leonna tersentak dari lamunannya saat merasakan usapan lembut di kepalanya. "Kamu masih kepikiran Leon?" Tanya Verrel yang kini sudah duduk di sisi ranjang.

"Aku tidak tau apa yang di pikirkan Leon, kenapa dia nekat. Dia hampir saja meninggal, Kak. Padahal dia belum benar-benar sembuh." Leonna yang terlihat gelisah.

"Tenanglah semuanya akan baik-baik saja."

"Kak, kalau aku lebih dulu meninggalkan Kakak. Apa yang akan Kakak lakukan?" Tanya Leonna membuat Verrel mematung di tempatnya.

"Kamu ngomong apa sih!"

"Kak, aku serius. Bukankah manusia itu akhirnya akan meninggal juga, dan kalau misalnya aku yang lebih dulu pergi. Kakak akan bagaimana?" Tanya Leonna tetap ngotot.

Verrel memalingkan wajahnya ke arah lain, tak ingin menatap Leonna. "entahlah, aku tidak bisa membayangkannya. Aku tidak tau apa yang akan terjadi padaku saat kamu pergi. Entah bisa menjalani hidup seperti ini atau sebaliknya."

Verrel kembali menatap Leonna dan menarik kedua tangan Leonna. Di genggamnya kedua tangan Leonna itu. "Kamu tau De, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Tidak perduli sesingkat apa waktu itu, yang jelas aku ingin selalu bersamamu." Verrel menatap teduh mata Leonna. "Aku memang tidak tau kapan ajal kita menjemput, itu adalah takdir dan rahasia tuhan. Tapi selama itu aku ingin menghabiskan sisa waktuku di dunia ini hanya bersamamu, membuatmu bahagia dan menikmati kehidupan rumah tangga kita dengan sangat bahagia. Aku tidak ingin yang lainnya lagi, bisa berdua bersamamu seperti ini saja aku sudah merasa sangat bahagia,"

Leonna tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca. "Bukankah hidup itu pilihan, lurus atau berliku, baik ataupun buruk, hitam ataupun putih." Ucap Leonna tertahan, "Mencintai atau melupakan. Dan aku memilih untuk selamanya mencintai Kakak."

Verrel menarik Leonna ke dalam pelukannya, ia mengusap punggung Leonna dengan lembut. "Aku tidak memahami apa itu cinta, tetapi semoga usahaku yang masih berusaha untuk menjadi seseorang yang terbaik untuk Kakak. Itu sudah bisa membuktikan kalau aku mencintai Kakak."

"Dan semoga segera tubuh benihku di sini, agar rumah tangga kita bisa jauh lebih berwarna," Verrel mengusap perut rata Leonna, membuatnya tersenyum menatap ke arah tangan Verrel.

"Kalau begitu ayo bikin dede bayi Kak. Biar cepet tumbuh di dalam sini." ucap Leonna kembali bersemangat. Verrel hanya bisa terkekeh melihat ke antusiasan Leonna.

"Kamu pasti lelah, seharian ini kita mengikuti Leon. Sekarang kamu istirahat."

"Aku tidak mau, pengen bikin dede dulu." Leonna dengan berani duduk di atas pangkuan Verrel dan mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel.

"Mesum,"

"Biarin, mesumin suami sendiri ini." kekeh Leonna tak mau kalah.



Keesokan harinya, Leonna kembali ke kampus di antar oleh Verrel. Setelah mengecup pipi dan bibir Verrel, Leonna menuruni mobil dan beranjak memasuki kampus. Ia berjalan sambil memainkan handphonenya, mengirim pesan suara ke Verrel. "Hai suamiku, semangat bekerjanya yah. Aku bangga padamu, aku cinta padamu dan aku kangen kamu, walau kita baru saja berpisah. Rasanya pengen nempel terus sama Kakak seperti prangko sama amplop. Pulang kuliah aku ke kantor Kakak yah, sampai bertemu suamiku yang tampan, muach muach muach." Leonna segera mengirimkan voice note itu ke Verrel.

"Romantis sekali," ucapan seseorang membuat Leonna menengok dan tepat di belakangnya Martin tengah berdiri. Leonna tak ingin meresponnya, ia beranjak pergi tetapi Martin menarik lengan Leonna dan membawanya ke sudut lain dekat gedung yang sudah tak terpakai. Martin membekap mulut Leonna yang ingin berteriak membuatnya terus memberontak ingin lepas. "Diam!"

Leonnapun akhirnya diam tidak memberontak lagi. Martin melepas bekapannya dan menempelkan tangannya di dinding tepat di samping kepala Leonna. "Ada apa pak?"

"Karena suamimu, kau jadi melupakan kekasihmu," ucap Martin membuat Leonna memutar bola matanya jengah.

"Maaf pak Martin yang terhormat, apa harus saya umumkan di club radio kalau saya bukan kekasih bapak dan masalah itu hanya ajang taruhan. Permisi," Leonna menepis lengan Martin yang menghalanginya dan bergegas pergi. Tetapi Martin yang sudah emosi karena penolakan Leonna, langsung menarik lengan Leonna dan menekan tubuh Leonna ke dinding. Martin memaksa untuk mencium bibir Leonna, walau Leonna terus berontak dan meminta tolong tetapi sulit karena kodisi di sini sepi.

"Tolonggg," teriaknya terus menghindar, Martin seperti kerasukan hantu dan ingin memperkosa Leonna.

"Aku sudah bilangkan berkali-kali kalau aku tidak perduli dengan taruhanmu itu, bagiku kamu tetaplah kekasihku," ucap Martin masih berusaha mencium bibir Leonna.

Bug ... Leonna berhasil menendang selangkangan Martin dan langsung berlari meninggalkannya dengan ketakutan.

'Kau tak akan aku Lepas, Leonna Orlando.' batin Martin menahan kesakitannya.

"Ya tuhan,, dosen itu cabul. Tampan tampan tapi cabul, ih nakutin." gerutu Leonna berlari menuju kelasnya.

Brug

"Awww," Leonna mengusap pantatnya yang baru saja mencium lantai, begitupun yang menabraknya barusan.

"Heh Ona, kebiasaan loe lari-lari. Pantat gue sakit," pekik Datan seraya berdiri diikuti Leonna.

"Yah maaf, kan gak lihat," ucap Leonna melirik ke belakangnya takut dosen cabul itu mengejarnya.

"Apa susahnya sih jalan dengan anggun."

"Gue bukan model, udah ah bye."



Verrel baru saja mendaratkan pantatnya di kursi kebesaran miliknya dan terdengar suara handphonenya. Verrel merogoh handphonenya dan menerima voice note dari Leonna. Ia tersenyum mendengar voice note dari Leonna. Mereka seperti pasangan kekasih yang tengah di mabuk cinta. Verrel menghubungi Leonna, dan tak lama di angkat Leonna.

"Hai,"

"Hai lopelope." Verrel tersenyum mendengar panggilan alay dari Leonna.

"Belum ada dosen?"

"Belum Kak, gak tau bakalan datang atau nggak. Aku ke kantor Kakak saja sekarang yah,"

"Jangan bolos, belajar dulu dengan benar."

"Baiklah pak bos,"

"Permisi pak, ada nona Caren." ucap Sarah yang mengetuk pintu.

"De, aku ada tamu. Nanti aku hubungi kamu lagi."

",...."

"Baiklah, miss you"

Verrel menutup sambungan telponnya dan tak lama Caren masuk ke dalam ruangan Verrel tanpa mengetuk pintu. "ada apa?" suara Verrel terdengar datar.

"Rel, maafin aku masalah kemarin di Vila."

"Sudahlah, Ren." ucap Verrel. "Tapi aku gak habis pikir, kenapa kamu mengatakan yang bukan-bukan pada Leonna?"

"Aku melakukan ini karena aku masih mencintaimu." ucap Caren membuat Verrel mendengus kesal. "Bukalah mata kamu, Verrel. Leonna hanya bocah ingusan, kamu tidak akan bahagia bersamanya."

"Caren cukup! jangan ikut campur urusan rumah tanggaku. Aku yang lebih tau apa yang membuatku bahagia dan tidak, jadi ku mohon jangan campuri urusan rumah tanggaku lagi."

"Verrel," Caren berjalan mendekati Verrel, "Verrel dengarkan aku, aku tau mana yang terbaik untukmu dan mana yang nggak. Aku tau mana yang bisa membuatmu bahagia dan mana yang nggak. Dan hanya aku yang bisa memahami dan membahagiakan kamu." ucap Caren membuat Verrel emosi.

"Ku mohon Caren, jangan membuat kesabaranku habis. Kita hanya sebatas rekan kerja dan tolong jangan campuri kehidupan pribadiku." Verrel beranjak melewati Caren, menuju pintu keluar. Tetapi Caren seketika memeluk tubuh Verrel dari belakang, Caren menangis di punggung lebar Verrel.

"Aku mencintaimu, Verrel. Tidakkah kamu lihat aku sekarang. Aku sudah meninggalkan karierku demi kamu, aku kembali ke Indonesia untuk kamu. Aku tau aku salah karena meninggalkanmu saat itu, dan sudah menolak lamaranmu. Tapi bisakah kali ini kamu memberiku kesempatan kedua, aku mohon Verrel." isak Caren, Verrel masih berdiri mematung di tempatnya. "Aku mencintaimu, Rel. Sungguh."

Verrel melepas pelukan Caren di perutnya dan berbalik menghadap Caren yang terlihat sendu. "Semuanya sudah berlalu, Caren. Sekarang tidak lagi sama seperti dulu, aku memiliki seorang istri. Dan tolong kamu pahami itu."

"Tetapi kenapa harus dengan bocah itu, apa keistimewaannya sampai kamu terus mempertahankannya?" Tanya Caren dengan tangisannya. "apa kurangnya aku sampai kamu memilih bocah itu."

"Banyak, keistimewaan yang tidak bisa di miliki oleh wanita lain. Sebaiknya kamu pulang, karena aku ada pertemuan dengan client." Verrel beranjak pergi meninggalkan Caren yang mengepal kesal. 'Verrel menolakku, karena bocah ingusan itu. Lihat saja, aku akan merebut Verrel darinya.'



Di dalam kampus, Leonna tengah asyik berbicang dengan Michella dan Datan. Hingga Martin masuk membuat semua mahasiswa diam. Leonna menatap benci ke arah Martin yang tadi pagi hampir melecehkannya. 'Dasar dosen cabul,' batin Leonna mengambil buku pelajarannya. Martin mulai membuka suara dan mengatakan kalau hari ini ada kuis dadakan.

"What The Hell?" pekik Datan.

"Ini dosen gila bener, main kuis kuis saja. Mana gue baru masuk lagi." gerutu Leonna yang kesal.

Martin membagikan kertas soalnya ke semua mahasiswa, saat sampai di meja Leonna. Martin sengaja menyenggol balpoin Leonna hingga membuatnya jatuh ke lantai. Leonna menunduk untuk mengambilnya begitupun dengan Martin. Keduanya berhadapan dengan jarak yang sangat dekat. "aku tak akan melepaskanmu, saying." bisik Martin seraya mengambil balpoin Leonna dan menyimpannya kembali di atas meja. Leonna hanya bisa memalingkan wajahnya dan merubah posisi duduknya. Kecanggungan itu tertangkap oleh mata jeli milik Datan.

'Gue mencium bau bau tak sedap nih, kayaknya si Leonna sama si Dosen bossy itu ada sesuatu.' Batin Datan melirik ke arah Leonna yang terlihat sedang menulis.

Kuliahpun selesai, mereka baru bubar saat sore hari. Leonna sudah keluar terlebih dulu, "Ona tunggu." Datan berlari mengejar Leonna membuatnya menoleh.

"Apaan kunyuk?" Datan menarik lengan Leonna menuju ke taman yang sepi. "Loe ada apaan sama pak Martin?" Tanya Datan to the point.

"Whatt?"

"Gue tau ada yang loe sembunyiin dari gue tentang dosen itu."

Leonna menghela nafasnya, susah memang berbohong kepada kunyuk satu ini. "susah memang nyembunyiin sesuatu dari loe, loe mirip cenayang."

"Hei kalian, kenapa ninggalin gue." gerutu Chella yang baru menghampiri mereka berdua. "eh ada apaan nih? Wajah kalian serius bener."

"Tau nih si Ona main rahasia-rahasiaan dari kita."

Leonnapun mulai membuka suara dan menceritakan semuanya, termasuk kejadian tadi pagi. "Loe serius?"

Leonna menganggukkan kepalanya. "Serem banget tuh dosen." Chella mengedikkan bahunya ngeri.

"kita harus kasih pelajaran tuh dobul." ucap Datan.

"Apaan dobul? Double maksud loe?" Tanya Chella.

"Aish tuh otak beku bener sih, dobul itu dosen cabul. Lola loe ah."

"Abis loe seneng bener menyingkat-nyingkat kata, bikin puyeng kepala gue. Mana barusan kuis tuh dobul susah bener."

"Jahilin gimana maksud loe?" ketiganya terlihat berpikir keras.



Saat ini Leonna dan Verrel tengah menonton televisi di kamarnya, Leonna merebahkan kepalanya di paha Verrel sambil menonton televisi. "acaranya gak ada yang seru."

"hmm," jawab Verrel.

Leonna terbangun dari rebahannya dan dengan berani duduk di atas pangkuan Verrel, dia mengalungkan kedua tangannya di leher Verrel."Kak,"

"Apa sayang?" Tanya Verrel menatap manik mata Leonna.

"Bikin dede yuk,"

Oho oho oho ... Ucapan Leonna membuat Verrel tersedak salivanya sendiri. "Kita udah nikah selama 4 bulan, kok dedenya belum mau tumbuh di perut aku yah." ucap Leonna mengusap perut ratanya.

"Sabar, semuanya butuh waktu. Kita tidak bisa melampaui kehendak tuhan." "Yakin mau jadi ibu?" Tanya Verrel.

"Yakin Kak, nanti di panggil momud. Mommy muda."

"Semoga allah secepatnya memberi kita kepercayaan untuk jadi orangtua,"

"Amin," ucap Leonna. "Kalau begitu sekarang kita bikin dede yuk." ucap Leonna membuat Verrel tersenyum melihat ke antusiasan istrinya ini.

"Baiklah, sesuai keinginan princes Leonna." Verrel membopong tubuh Leonna dan membawanya ke atas Ranjang king size.



Di kampus, Leonna bersama Datan dan Chella mengerjai Martin dengan mengunci pintu toilet saat Martin masuk ke dalam toilet. Ketiganya tertawa puas karena sudah mengurung Martin di dalam toilet. Ketiganya berlalu untuk pulang, tetapi sebelum itu Datan membuat ban mobil Martin kempes semua.

Setelah berhasil mengerjai Martin, Leonna pulang menggunakan taxi sedangkan Chella dan Datan menggunakan mobil mereka. Hujan turun dengan derasnya sore itu, Leonna masih di dalam Taxi. Tak lama taxi itu berhenti di pinggir jalan karena mogok. Leonnapun memutuskan untuk berjalan kaki saja karena sudah tak jauh dari komplek rumah suaminya itu. Ia berjalan menerobos hujan. Leonna sudah terbiasa dengan air, dia begitu menyukai air. Begitupun dengan air hujan, asalkan jangan ada petir.

Saat tengah berjalan, mobil Verrel melintas dan berhenti di depannya. Langkah Leonnapun terhenti saat melihat mobil Verrel berhenti di depannya. Tak lama Verrel menuruni mobilnya, keduanya beradu pandang dengan pandangan yang tak terbaca. Baik Verrel maupun Leonna tak ada yang memalingkan pandangan mereka. Setelah cukup lama saling memandang, Leonna berlari ke arah Verrel yang berjalan mendekatinya. "Kenapa hujan-hujanan?"

"Lagi pengen." kekeh Leonna.

Verrel hanya bisa membelai kepala Leonna dan mengajaknya untuk masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil Verrel langsung menyerahkan jas miliknya yang berada di jok belakang untuk Leonna pakai. "Kamu bisa sakit De, kalau hujan-hujanan."

"Aku naik taxi, tapi taxinya malah kehabisan bensin jadi terpaksa deh aku jalan kaki." Ucap Leonna.

"Kenapa gak telpon Kakak?"

"Hp aku mati Kak, abis batre juga."

Verrel kembali fokus menyetir mobilnya. Leonna terlihat terus menerus bersin di dalam mobil, hidungnya sudah sangat merah. "tuh kan, kamu pake acara hujan-hujanan segala sih." Verrel menyentuh kening Leonna yang terasa hangat. "Badan kamu demam," Verrel menepikan mobilnya. "Kita ke rumah sakit sekarang."

"Tidak Kak, aku mau di rumah saja. Mama suka langsung khawatiran, aku bisa-bisa di suntik." ucap Leonna membuat Verrel terkekeh.

"Kamu calon dokter tapi takut sama jarum suntik."

"Kan sakit, mama suka main suntik suntik aja katanya biar cepat sembuh, apalagi aku malas banget minum obat yang pahit banget."

"Baiklah kita pulang, tetapi Kakak akan tetap memanggil papa atau om Angga untuk memeriksa kamu."

Sesampainya di rumah, Verrel bergegas membopong tubuh Leonna. Leonna hanya menyandarkan kepalanya ke dada Verrel dengan memejamkan matanya karena terasa pusing. "Lho Verrel, Leonna kenapa?" Pekik Serli menghampiri Verrel begitupun Daniel.

"Dia hujan-hujanan, sepertinya dia demam. Bun, tolong hubungi papa Dhika atau om Angga."

Verrel membawa Leonna ke dalam kamarnya, dan mengganti pakaian Leonna yang basah. Setelahnya Verrel menyelimuti tubuh Leonna hingga batas dada. Dia kembali menyentuh kening Leonna yang terasa semakin panas. "De, badan kamu semakin panas" ucap Verrel khawatir. "kita kerumah sakit saja yah."

"Tidak mau, aku tidak mau di pasangin jarum infusan." Rengeknya. Verrelpun mengalah, dia segera mengganti pakaiannya sendiri.

30 menit kemudian, Dhika dan Thalita datang dengan khawatir. Serli dan Daniel mengantar Dhika dan Thalita ke kamar Verrel. Sesampainya disana, terlihat Verrel tengah mengkompres kening Leonna dengan handuk basah. Verrel mencium tangan Thalita dan Dhika, seraya memberi ruang untuk mereka berdua. "Jangan di suntik," gumam Leonna saat melihat sang mama.

"Sayang, kalau kamu tidak mau di suntik kamu harus meminum obatnya." ucap Lita mengusap kepala Leonna.

"Tidak mau yang pahit," tambah Leonna membuat Dhika menggelengkan kepalanya.

"Kalau tidak ingin minum obat dan di suntik, jangan sakit. Kamu harusnya jaga kondisi tubuh kamu, Princes."

Dhika mulai memeriksa kondisi Leonna, "Kamu demam tinggi, kelihatannya kamu juga kecapean. Sebaiknya kamu di rawat di rumah sakit."

"Tidak mauuuu, Leonna mau disini." rengek Leonna.

"Sayang biar kamu cepat sembuh, mama janji tidak akan menyuntik kamu."

"Tidak mauuuu, jarum infus juga kan menyuntik tanganku." rengeknya membuat yang lain menghela nafas. "Kakak, bilang ke Papa dan Mama. Aku gak mau di rawat." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca dan wajahnya yang pucat.

"Ma, Pa, Biar Verrel saja yang merawat Delia disini. Takutnya nanti kondisinya malah semakin drop kalau di paksa untuk di rawat." Leonna seakan memiliki tameng yang lebih kuat untuk melawan orangtuanya. Daniel dan Serli hanya bisa tersenyum melihatnya.

"Tapi sayang, mama khawatir sama kamu." ucap Thalita menggenggam tangan Leonna yang terasa panas. "tangan kamu juga panas sekali."

"Sudahlah jangan di paksa. Verrel, nanti kamu tebus resep obatnya di apotek. Dan Princes, jangan larang papa atau mama untuk kesini setiap hari. Kami harus memeriksa kondisi kamu." Leonna mengangguk sebagai jawaban. "Verrel ini resepnya." Dhika menyerahkan secarik kertas ke Verrel.

"Aku akan segera membelinya."



Siguiente capítulo