webnovel

Bab 26. Manja dan Menggemaskan

Setelah mengatakan itu Elise keluar dari kamar yang akan ditempati Elena. Wanita itu berjalan masuk ke dalam kamar. Kakinya berjalan ke arah kaca lebar yang menghubungkan ke balkon. Terus melangkah hingga dia berdiri di pinggir balkon dan berpegangan dengan pagar pembatas. Semilir angin menerpa tubuh Elena. Bibirnya tertarik membuat sebuah senyuman saat menikmati angin yang berhembus.

Matanya menatap pemandangan yang ada di bawah. Bibirnya terpekik saat melihat taman luas dengan kolam renang di bagian belakang mansion. Oh my God, Elena sudah lama tidak berenang. Seandainya ini bukan malam hari, Elena pasti sudah berlari dan berenang di kolam renang itu saat ini. Elena berbalik masuk dan mulai merapikan barang-barang yang dia bawa.

....

Elena terbangun di pagi hari. Dia bangkit dan mengulung rambutnya tinggi. Seperti biasa dia ingin menyiapkan sarapan terlebih dahulu.

Dia berjalan ke dapur dan mulai menyiapkan sarapan. Membuat roti bakar. Tak berapa lama Elise masuk ke dapur. Elena berbalik dan tersenyum kepadanya.

"Pagi."

"Pagi, kau bangun pagi sekali Elena." Elena tersenyum menanggapi ucapan Elise.

"Kau membuat sarapan?" tanya Elise yang kini berdiri di samping Elena, mengamati apa yang sedang dilakukan wanita itu.

"Ya."

"Dimana Bi Yanti?"

"Bi Yanti lagi membuang sampah ke belakang." Bi Yanti adalah pembantu yang bekerja di mansion itu.

"Baiklah, aku ke depan dulu mengambil koran langganan Brian."

Setelah itu Elise keluar dari dapur. Sedangkan Elena kembali menekuni pekerjaannya. Dia tengah mengolesi roti bakar dengan selai coklat, kesukaannya. Tiba-tiba ada sepasang tangan yang menyusup di sela pinggulnya dan mengerat di perut Elena. Dada hangat yang kokoh menempel di punggungnya. Dan sesuatu bersandar di pundaknya. Elena menahan napas saat merasakan hembusan hangat di ceruk lehernya. Elena mematung tak percaya.

"Aku mencarimu tadi. Ternyata kau disini." Suara serak khas bangun tidur seorang pria terdengar jelas di telinga Elena. Tubuhnya bergetar pelan. Elena benar-benar tak bisa berkutik. Tangannya yang hendak mengoleskan selai ke roti berhenti dan melayang di udara. Hanya ada satu pria yang ada di dalam mansion ini. Karena pak Ahmad, satpam Mansion ini hanya tidur di post-nya di depan.

Elena tau jika pria yang kini memeluknya dari belakang adalah Brian. Tapi dia tak pernah membayangkan hal ini terjadi. Elena melirik ke arah kanan. Mata Brian terpejam dengan wajah yang menghadap ke lehernya.

"Aromamu berbeda dari biasanya, Elise. Tapi aku suka." Brian mengecup leher Elena. Membuat gadis itu bergetar geli dan sedikit terpengaruh.

Tentu saja Elena terkejut. Brian baru bangun tidur dan langsung mencari Elise. Dan saat dia melihat Elena di dapur. Dia berpikir itu adalah Elise.

Entah mengapa Elena merasa lucu dengan aksi Brian ini. Pria yang selalu saja bersikap tegas, dingin dan sedikit menakutkan baginya, kini sedang bermanja-manja padanya. Dan yang lebih lucunya lagi, Brian tak sadar jika dia salah orang. Elena mengulum bibirnya untuk menahan senyumannya. Brian semakin mengeliat mengeratkan pelukannya dan semakin membenamkan wajahnya di ceruk Elena.

"Brian," gumam Elena pelan. Seketika tubuh pria yang ada di belakangnya menegang kaku. Lalu dalam sekejap melepaskan pelukannya dan membalik tubuh Elena. Mata Brian melotot besar. Rasa kantuknya menguap begitu saja. Brian melangkah mundur.

"Pagi." Elena menyapa dengan senyuman lebarnya.

Sudut bibir Elena berkedut dan tangannya meremas baju tidurnya untuk menahan tawa yang ingin keluar sejak melihat penampilan Brian. Pria yang selalu rapi dan terlihat tampan nan sempurna itu, kini terlihat berbeda dengan rambut yang brantakan, kaos tanpa lengan dan celana boxer. Dengan mata yang membesar menatap ke arah Elena. Itu sangat lucu dan tak pernah Elena bayangkan. Elena tak pernah melihat tampilan brantakan Brian saat pria itu bangun tidur seperti saat ini. Yang Elena tau, pria itu selalu rapi.

Saat mendengar sapaan Elena padanya, Brian sangat yakin jika dia memang salah. Astaga, bagaimana dia bisa salah orang? Dia memeluk Elena, bahkan berbicara dengan nada manja padanya. Itu sungguh memalukan. Sial! Brian mengumpat dalam hati.

"Pa-pagi," jawab Brian malu. Tangannya terangkat menggaruk tengkuknya dan tersenyum canggung. Aksinya itu membuat Elena memperhatikan penampilannya secara menyeluruh. Menatap kaos putih tanpa lengan yang sangat pas di tubuh kekarnya.

Brian mengikuti arah pandang Elena. Fuck! Brian mengumpat lagi. Seketika rasa panas menerpa wajahnya. Dengan cepat Brian berbalik dan berjalan pergi. Hanya satu yang ada dipikirannya, pergi dari dapur secepatnya. Dia malu. Astaga! Walau mereka sudah saling terbuka selama seminggu tapi itu saat malam dan mereka memang harus melakukannya. Berbeda dengan saat ini, di pagi hari dan dalam situasi yang sangat memalukan.

Brian berjalan ke arah pintu. Dia membuang muka jauh, tak sanggup melihat Elena saat ini.

"Brian, itu—" belum selesai ucapan Elena, Brian sudah berbalik arah. Brengsek, dia salah jalan! Double Shit!

Pria itu tadi menuju pintu keluar yang langsung mengarah ke belakang Mansion. Seharusnya dia berjalan ke arah kanan untuk keluar dari dapur menuju kamarnya. Brian berjalan dengan cepat. Dan langsung berlari saat sudah keluar dari dapur.

Tawa Elena pecah seketika. Ya ampun, Brian terlihat lucu dan menggemaskan di pagi hari ini.

"Ada apa? Mengapa kau tertawa?" Elise datang semenit kemudian dia masih mendengar tawa Elena.

Elena menekan perutnya. Perutnya sedikit sakit akibat kebanyakan tertawa. Dia sudah lama sekali tak pernah tertawa seperti ini. Dan aksi Brian tadi sukses memancing keluar tawanya. Setelah mengatur napasnya, Elena berdiri tegak dan tersenyum pada Elise.

"Ada apa?" tanya Elise lagi, wanita itu masih penasaran.

"Tidak, tak ada apa-apa." Elena tak mungkin mengatakan pada Elise jika dia menertawakan tingkah Brian tadi. Elise bisa tersinggung atau marah padanya.

"Kau ingin kubuatkan minuman apa?"

"Tidak, tak perlu. Aku bisa membuatnya sendiri."

"Tak apa, aku saja. Lagipula, tadi Brian mencarimu."

"Baiklah. Tolong buatkan aku susu vanila dan Brian coffee. Satu setengah sendok gula."

"Masih sama seperti dulu." Elena dan Elise saling melempar senyuman. Jika Elena sangat menyukai susu coklat maka Elise lebih menyukai susu vanila. Walaupun mereka kembar dan memiliki wajah yang identik tapi mereka memiliki kesukaan yang berbeda.

"Aku temui Brian dulu."

Setelah itu Elise berjalan pergi, meninggalkan Elena yang membuat minuman dengan senyum masih terhias di wajahnya. Bayangan Brian dengan tingkah lucunya sangat menghibur Elena.

.

.

Saat sarapan, Brian sama sekali tak melihat ke arah Elena. Dan hal itu masih saja menimbulkan senyum tipis di wajah Elena.

"Kopi buatanmu pagi ini, lebih enak, Elise," ucap Brian setelah meneguk kopinya hingga setengah.

Elise yang masih memakan sarapannya tersenyum dan menatap Elena.

"Itu kopi buatan Elena." Brian hanya mengangguk dan masih tak melihat ke arah Elena. Dia mengambil koran dan membacanya.

"Elena, kau masih bekerja di Cafe itu?"

"Ya." Elena menjawab seadanya dan melanjutkan makannya.

"Tapi sekarang kau sedang hamil, bagaimana jika terjadi sesuatu." Ucapan Elise membuat Brian meletakkan korannya dan menatap Elena tajam.

"Elise benar. Lebih baik kau berhenti bekerja. Dan hanya tinggal di rumah."

Elena terdiam menatap sepasang suami istri itu bergantian. Dia bisa saja berhenti tapi tidak! Jika Elena berhenti, dari mana dia mendapatkan uang untuk bertahan hidup. Lagipula sampai saat ini Diego belum sadarkan diri dan uang pemberian Brian tinggal sedikit lagi. Dia harus terus bekerja. Elena akan berhenti bekerja ketika kehamilannya memasuki usia tua.

"Aku akan tetap bekerja. Lagipula usia kandungannya masih muda. Dan aku masih bisa bekerja."

"Tidak! Aku tak mau mengambil resiko. Bagaimana jika kau tiba-tiba kelelahan? Bagaimana jika kau kecelakaan dan keguguran? Aku tidak mau! Kau harus berhenti bekerja," protes Brian tak terima.

Siguiente capítulo