webnovel

14

Empat pisau terbang hampir menghunjam wajahnya, tetapi pisau-pisau itu berhenti seolah ditahan oleh sesuatu sebelum akhirnya terjatuh di lantai. Naru mewaspadai seorang gadis berambut panjang putih, kemudian dia memandanginya dalam diam penuh kematian, tepat dengan sekali gerakan tanpa celah, Naru mencekik gadis itu hingga dibenturkan olehnya ke tembok. "Katakan jika itu bukan ulahmu!" kuku-kuku yang memanjang itu menembus leher si gadis, tidak hanya mengerang, gadis itu merasakan kehancuran pada setiap desir tubuhnya. "Aku terlalu baik, bukan?" bisik Naru ke telinganya.

"Jangan membunuhnya terlalu cepat, aku masih belum menemukan kesialan apa yang pantas dia dapatkan atas dosa-dosa di masa hidupnya," gadis pembuat kopi di meja bar berkata, kemudian bersenandung, Naru membuka lebar-lebar tangannya, ia berhenti mencekik sampai akhirnya gadis berambut putih itu terbatuk, lalu terjatuh lemas. "Andai kau tahu sulitnya memikirkan kehidupan bagi orang-orang berdosa seperti dia," lanjutnya. "Pahami sedikit peranku di sini, Uzumaki-san."

Gadis berambut merah muda keluar dari meja bar beserta secangkir kopi dengan uap mengepul, lalu diletakkannya pada meja yang biasa di mana Naruto duduk. "Selamat menikmati. Beruntunglah sedikit kau bisa menikmati kopi buatanku—kau pasti tahu aku menanam kopi itu sendiri."

Sementara ketika Dewi Kehidupan itu melihat gadis yang menderita karena intimidasi dari orang-orang di kedai kopi, melakukan sesuatu yang lebih berguna untuk membuatnya tidur.

Tanaman-tanaman rambat yang mengeluarkan gardenia membelenggu gadis itu kemudian. "Tidurlah yang nyenyak, berhenti bersedih," kata Dewi Kehidupan itu, lalu sang dewi kembali ke meja bar, sampai akhirnya beberapa detik kemudian bergabung untuk menikmati kopi bersama Naruto, dan seorang pria bertopi.

"Kenapa kau tidak membuatnya tidur sejak tadi?" tanya Naru, ia ingin sekali menyemburkan kemarahan, tapi gadis itu telah berjasa membantunya dalam segala hal—termasuk sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan olehnya—Naru mencoba sedikit bersikap sopan kepadanya, karena mungkin itu yang paling pantas. "Pisau itu hampir mencungkil mataku, bayangkan jika terjadi sesuatu pada tubuh manusia ini."

"Hei, ayolah, kau bisa sembuh dengan cepat."

"Tidak secepat yang kau kira, dan jika memang aku melakukan penyembuhan dengan cepat, hal tersebut tidak berhenti dari situ saja."

"Ayah dan ibumu akan langsung mengirimmu ke luar negeri dan sepanjang hari kau harus dipaksa tidur di ranjang, sementara sekumpulan profesor membuat hipotesis," pria bertopi bersuara. "Membayangkannya aku merasa begitu senang."

"Karena di dalam kepalamu kau membayangkan dia penuh penderitaan," ungkap sang dewi.

"Bagaimana kalau kita menyerangnya sekarang, dan membuatnya tidak bisa meregenerasi tubuhnya dengan cepat?" saran pria bertopi itu, Naru tiba-tiba bergidik, dia tidak mau diserang malam-malam saat kondisi tubuh manusianya lelah. "Lalu, kita kirim tubuh penuh lukanya pada ayah dan ibunya."

"Mereka mungkin akan langsung menangis," balas Naru, dia tersenyum miring, memikirkan betul-betul apa yang akan terjadi pada ayah dan ibunya jika mereka melihat tubuh anaknya terluka parah. Atau mereka mungkin beranggapan anak mereka tidak akan bisa tertolong. Semua harapan mereka, rasa bahagia mereka, diakhiri dengan kehancuran bukan pada perasaan, tapi dunia mereka, musnah.

Naru tahu betapa rapuhnya Kushina akan tuntutan memiliki seorang anak laki-laki, tidak, bukan hanya itu saja, wanita itu dituntut untuk memiliki seorang anak, itu yang lebih penting. Keluarga Kerajaan tidak menerima wanita mandul dalam silsilah keluarga mereka.

Haru No Sakura memandanginya, si Dewi Kehidupan yang banyak menolongnya, setelah wanita itu beranjak dari duduknya untuk menghampiri tanaman-tanaman kopinya yang ada di setiap deret jendela. "Gadis itu bagaimana?"

"Aku menyetujui gadis itu untuk pergi ke Tokyo."

"Bukan itu," Sakura kembali duduk setelah melongok keluar jendela, dan menemukan langit jauh lebih memerah. "Aku tahu perasaanmu, dari langit," Naru melirik dari jendela. "Kau tidak tampak baik-baik saja, kau sangat kacau."

"Ya, begitulah."

"Dia tidak mengenalimu? Seharusnya kau merasa begitu senang. Sekarang, kau lebih bisa mendekati dia dengan tubuh manusia."

"Ini tidak mudah," seolah-olah lelah, Naru menghela napas. "Dia mengingatku, dengan pasti."

Sakura memutar bola matanya. "Sudah aku kira."

"Kau harusnya mengganti penampilanmu, tapi kau malah menjadi manusia dengan tubuh aslimu. Kau salah besar," pria bertobi mulai bersuara. "Tapi ini sudah telanjur, tidak bisa diubah, kau tahu itu."

"Aku tidak pernah meminta untuk mengubah apa pun yang sudah Sakura berikan kepadaku, Uchiha," rasa lelah itu membuatnya marah, juga rasanya ingin mengutuk pilihan-pilihan yang diambilnya beberapa tahun silam. "Tubuh ini satu-satunya yang cocok dengan tampilan ibu dan ayahku. Kalian tidak lihat, betapa miripnya aku dengan mereka?"

"Ya, kau tidak sekali mengatakannya," Uchiha berbicara pasrah. "Lalu, awan merah ini, ada yang membuatmu jauh lebih merasa gelisah?"

Nama keluarganya "Haruno" berarti "bidang musim semi" (春 野). Dalam bahasa Jepang, nama lengkapnya dapat diartikan sebagai "bidang bunga sakura" (春 野 桜, haruno sakura) atau "bunga sakura di musim semi" (春 の の, Haru No Sakura).

Gardenia adalah suatu genus tumbuhan berbunga dalam keluarga tumbuhan kopi, Rubiaceae, yang berhabitat alami di daerah tropik dan subtropik Afrika, Asia, Madagaskar dan en:Pacific Islands.

BukiNyancreators' thoughts
Siguiente capítulo