webnovel

16. Petunjuk

Djurnal Cafe, blok 07, Jln. Pakisaji, Jakarta.

Tring!

Lonceng di atas pintu berdering nyaring saat Kalan dan juga Biru memasuki kafe. Mereka mengedarkan pandanganya ke sekitar, hanya ada beberapa orang yang bercengkerama. Mereka menuju ke arah kasir untuk memesan makanan dan minuman. Lalu memilih sebuah meja yang cukup dekat dengan pintu masuk.

"CEO!" seru seseorang yang duduk tak jauh dari meja mereka.

Kalan dan juga Biru menoleh ke arah perempuan yang tadi berteriak. Perempuan itu langsung menutup mulutnya setelah menarik perhatian semua orang. Ia berbalik memunggungi mereka, menghadap ke arah laptop yang menyala di atas meja.

"Ehm, jadi... apa yang ingin kau bahas denganku?" tanya Biru mengabaikan perempuan tersebut.

Kalan mengalihkan tatapannya ke arah Biru. "Ini tentang kasus kita yang kemarin," ujarnya kemudian. Kalan mengeluarkan ponsel miliknya, membuka aplikasi email lalu memperlihatkannya kepada Biru.

"Apa ini? Surat ancaman?" Dahi Biru berkerut saat membaca surat ancaman dari seseorang dengan ID mesinpembunuh@gmail.com.

To : Kalanta Arusha Adhyasta, beserta para kacungnya.

 

Apa hanya ini yang bisa kau lakukan, Tuan Kalan? Aku tidak menyangka jika kau hanya pecundang yang bersembunyi di balik Ayahmu yang terkenal itu.

Baiklah, aku akan bermurah hati dengan menyerahkan hadiah kecil padamu. Kalau setelah ini kau masih belum bisa menemukan aku, maka kau memang seorang PECUNDANG.

 

Selamat mencariku dan membuang buang waktu kalian.

 

From : Man. SofA

 

"Tunggu! Apa hubungannya surat ancaman ini dengan juga kasus kita?" tanya Biru tidak mengerti.

Kalan mengambil ponselnya dari tangan Biru, lalu membuka galerinya dan memperlihatkan sebuah foto kepada Biru. "Ini adalah foto yang di berikan oleh orang yang mengancamku," ujarnya.

Biru menatap foto di layar ponsel milik Kalan. "Ini foto apa?" tanya Biru yang hanya melihat petak sebuah tempat. Lebih tepatnya sebuah daerah yang di ambil dari atas lewat satelit.

"Petak 'kan!" perintah Kalan kemudian.

Meskipun bingung, Kalan memetakkan foto tersebut, mendeteksi dimana lokasi dalam foto itu berada lalu memperoleh hasil yang sebelumnya sudah diketahui oleh Kalan. "Ini nomor..." Biru menggantung ucapannya.

"Petunjuk untuk menemukan dalang di balik pembobolan Bank," ujar Kalan menjelaskan apa arti dari nomor acak tersebut.

*****

CINDERELLA SCANDAL'S : I'AM CEO, BITCH!

 

Cerita ini dimulai saat seorang pelacur—No, No, kalian tidak salah dengar— Pemain utama wanita dalam cerita ini memang seorang pelacur, wanita penghibur, budak seks atau apapun sebutannya untuk seorang wanita yang menjajakan selangkangannya pada pria pria penikmat One Night Stand alias hubungan satu malam.

Algieba adalah seorang pelacur. Wanita ini jauh jauh hijrah ke Washington hanya untuk menjadi seorang pelacur. Mungkin Gieba bukan upik abu yang menderita karena siksaan ibu dan saudara tiri, tapi kisah keluarga Gieba sama mengenaskannya dengan kisah Cinderella. Tidak perlu berdongeng sekarang, masih banyak waktu untuk menceritakan kehidupan Gieba yang sebenarnya.

Seattle, Washington.

Kota yang berada di bagian Pacific Northwest, Amerika Serikat yang terkenal sebagai kota metropolitan. Kota ini adalah pusatnya perusahan perusahaan top Amerika yang sudah mendunia. Amazon, Microsoft dan juga kedai minuman terkenal Starbucks. Gedung yang menjulang tinggi, aktivitas manusia yang tiada henti dan juga lampu warna warni di malam hari.

Malam hari adalah waktunya bagi Gieba untuk 'bekerja'. Wanita berusia 32 tahun itu keluar dari kamar mandi tanpa mengenakan sehelai benang sedikitpun. Membiarkan tubuh seksinya menjadi pemandangan malam dari kamar tempat tinggalnya. Ia berjalan dengan santai melewati tengah ruangan, menuju ruangan lain tempat ia menaruh harta berharganya. Walking closet. Jutaan uang menumpuk dalam bentuk tas, sepatu, perhiasan dan koleksi pakaian dengan harga selangit.

Gieba menatap lemari sepatu di hadapannya, hal pertama yang akan ia lakukan setiap ingin pergi keluar. Berbeda dengan wanita lainya yang memilih pakaian terlebih dahuu, Gieba lebih suka memilih sepatu terlebih dahulu. Karena menurutnya, sepatu yang tepat akan membawanya ke tempat yang indah. Wanita itu menatap puluhan pasang sepatu dengan brand yang berbeda beda, sedang menimbang nimbang akan menggunakan alas kaki yang mana dan rancangan siapa.

Setelah menimbang cukup lama, pilihannya jatuh pada sepatu heels warna merah menyala dengan tumit runcing rancangan Louboutin. Salah satu sepatu favoritnya. Merah yang berarti menggoda, tak terlupakan dan juga bergairah. Wanita itu merasa jika sepatu itu akan membawanya ke tempat yang indah.

Sejak dulu, Gieba memang mengagumi seorang Louboutin. Pria itu mengatakan jika merah adalah simbol kekuasaan. Keambisiusan Louboutin ini yang membuat Gieba kagum kepada pria itu. Setiap rancangan yang ia hasilkan, selau mempunyai pengaruh besar di industri fashion.

"Merah adalah simbol kekuasaan, ambisiun dan arogansi. Aku menyukainya," gumam Gieba mengambi sepatu heels pilihannya dari dalam lemari.

Wanita dengan tubuh telanjang itu memutar badan, menghadap lemari besar yang berisi koleksi pakaian miliknya. Entah, sudah berapa banyak dollar yang ia habiskan untuk memenuhi sifat shopaholic-nya.

"Hehm, gaun mana yang cocok dengan sepatu ini?" gumam Gieba menatap deretan gaun yang tergantung manis di lemari pakaiannya.

Mata tajam Gieba menyorot ke dalam lemari, tangan kanannya memilah milah beberapa gaun yang sebagian besar belum pernah ia pakai. Gieba membelinya hanya untuk memuaskan matanya. Senyuman manisnya menyeringai saat retina matanya tertuju pada gaun cantik berwarna merah dengan punggung terbuka yang terlihat seksi jika ia nanti memakainya.

"Baikah, hari ini aku akan menggunakan gaun merah ini," celoteh Gieba tersenyum senang. "Saatnya menggoda pria di luaran sana dengan ambisi dan pesonaku," imbuhnya kemudian.

__________________________________________________________________________

 

"Hehm, permulaan yang cukup bagus."Lona tersenyum puas setelah mengetik bab awal di karya barunya.

Siguiente capítulo