webnovel

Perjanjian

"Hah tidak, ini benar - benar menyebalkan!" decih selir Gun seraya menggebrak meja. Ia sungguh kesal kenapa Raja Reijin menghalangi kepergian Ursulla hanya untuk alasan seperti itu. Ia benar - benar tak habis pikir.

"Ibu suri aku sungguh tak tahu jalan pikiran anak mu itu." Selir Gun menggerutu kesal.

"Tak bisakah kau mengontrol emosi mu, Gun? Kita tunggu saja, Mungkin perkataan Ursulla benar atau bahkan dia bisa menyembuhkan penyakit Reijin. Jika penyakit anakku sembuh, tahta permaisuri akan segera kuberikan pada mu."

"Namun jika perkataan Ursulla tak terbukti bagaimana? Apakah ia akan tinggal di istana terus? Aku tak suka itu."

"Aku akan mengusirnya." Ibu suri menjawab lantang, "Kau tak perlu cemas. Lagipula sembuh atau tidaknya penyakit Raja Reijin aku tetap akan menjadikan mu permaisuri.

"Dan... ku rasa  Ursulla bukan wanita biasa." Imbuhnya kemudian melangkah pergi meninggalkan selir Gun yang masih diliputi emosi.

****

Gadis itu terbengong, ia duduk meringkuk menatap kosong di sudut kolam dekat istana. Perasaannya campur aduk, ia tak bisa berpikir apa-apa lagi.

"Dari pada kau melamun tak jelas, sebaiknya pikirkan cara untuk memperoleh barang milik ku."

"Apakah Raja bisa sembuh dari penyakitnya? Jika tidak, apa aku harus tinggal di sini selamanya?" Ursulla balik bertanya pada laki-laki yang berdiri di belakangnya.

Pria di belakangnya hanya tersenyum sambil berucap, "Jika tidak, maka kau sendiri yang harus menyembuhkan Raja."

"Hey, bagaimana cara ku menyembuhkan penyakit Raja?" tanya Ursulla kesal.

"Gunakan suara mu."

Sejenak Ursulla terdiam. Saran Ara Wato sepertinya masuk akal. Ia masih ingat bahwa waktu itu para penjaga gerbang istana tiba-tiba tertidur setelah mendengar nyanyiannya. Dengan kata lain, suaranya mampu menghipnotis seseorang. Kalau benar seperti itu, ia akan mencobanya kepada Raja Reijin.

Kenapa dirinya tidak terpikirkan sejak dulu?

"Ide mu bagus juga. Terimaka~." Ucapannya terhenti ketika dirinya berbalik dan tak mendapati sosok Ara Wato lagi di belakangnya.

"Dasar mentang - mentang bisa berteleportasi seenaknya menghilang begitu saja."

***

Hari demi hari telah berganti, namun tak kunjung ada perubahan. Ursulla masih belum tahu bagaimana ia harus mulai untuk menyembuhkan Raja. Semakin lama ia berpikir, semakin lama pula kesempatannya untuk kembali ke asalnya. Karena itu, dengan penuh tekad ia mulai mendatangi Raja Reijin untuk menyampaikan uneg-unegnya.

"Hampir seminggu yang Mulia, tapi masih tak ada perubahan. Belum juga ada yang bisa menyembuhkan penyakit mu atau setidaknya datang mencoba menyembuhkannya. Wanita itu pasti sudah membohongi kita, tak tahukah kau dia itu pembawa petaka."

Di Kediaman Raja Reijin, ibu suri mengeluh kesal. Ramalan Ursulla bahwa anaknya akan sembuh membuat dia dipenuhi harapan tinggi. Namun sampai sekarang anaknya tidak menunjukkan tanda-tanda ekspresi. Raja Reijin masih berwajah datar, kaku dan dingin. Ekspresi yang terlihat masih pada pandangannya yang tajam ketika ia tidak menyukai sesuatu.

Ibu suri ingin sekali melihat raut lain putera semata wayangnya tersebut seperti saat Reijinnya masih kecil. Tapi yang lebih ia inginkan ialah bahwa puteranya dapat memiliki tidur yang nyenyak. Jika terus menerus tak mendapat tidur cukup, dia khawatir hal itu mempengaruhi kesehatan puteranya. Dia tidak ingin Raja Reijin meninggal muda.

Apakah ucapan wanita itu hanya bualan belaka? Jika Ursulla berani menipu mereka, dia tidak akan segan-segan menggantung wanita itu.

"Jangan-jangan dia penipu."

"Cukup ibu!" Raja Reijin menghela nafas. Tak tahan dengan sikap ibunya. Ibunya selalu saja bicara menduga-duga dan menghakimi orang lain.

"Kesalahan yang belum tentu benar jika terus digaungkan lama - lama akan menjadi kebenaran. Jadi aku minta ibu jangan mencari pembenaran lagi seperti dulu!"

Ibu suri tertegun, "Maksud mu apa?"

Raja Reijin tak menjawab. Ia berdiri kemudian berbalik memunggungi ibunya. Itu adalah isyarat bahwa dia ingin sang ibu segera meninggalkan Kediamannya.

Dengan langkah berat ibu suri pun melangkah pergi dengan raut wajah masam tak seperti biasa.

Ursulla mendengar percakapan itu dan tertergun di balik pintu. Lalu lamunannya buyar kala suara berat nan dingin menyapanya,

"Untuk apa kau kemari Sulla?"

"Haa, Yang Mulia hamba kema-"

"Masuklah!"

Ursulla pun melangkah masuk ke kamar sang Raja.

"Sudah berapa lama kau di sini?" Tanya Raja dengan nada dingin dan tatapan tajam.

"Ba-baru saja Yang Mulia."

"Ada urusan apa?"

Ursulla mengernyit. Pertanyaan yang tak ramah itu membuat ia kesal.

"Hamba kemari ingin meminta pada Yang Mulia untuk memberikan benda-"

"Apa benda ini yang kau minta?" Potong Raja Reijin sembari menunjukkan sebuah buku catatan dan juga ponsel.

Mata Ursulla berbinar. Dirinya segera mendekat, "Ya benar, tolong berikan itu pada hamba Yang Mulia!"

Ursulla mengulurkan tangan hendak mengambil barang itu dari Raja Reijin. Namun secepat kilat Raja mengangkat tangannya membuat Ursulla tak bisa meraih barang tersebut lantaran posisi barang itu tak dapat ia jangkau.

Dengan tubuh mungilnya, ia melonjak - lonjak berusaha menjangkau barang itu dari tangan Raja mengingat postur Raja Reijin yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kau tak akan bisa menjangkaunya. Kaki mu itu terlalu pendek." Ejek Raja Reijin dengan wajah datarnya.

Mendengar itu, Ursulla tampak terkejut sejenak. Dia mengerjap beberapa kali memastikan bahwa Raja Reijin benar-benar mengejeknya.

Raja Reijin bisa mengejek seseorang? Dan itu dirinya. Astaga!

Mendengkus kesal, Ursulla tak tahan untuk membuka suara, "Makanya sumbangkan tubuh tinggi mu itu pada ku, Yang Mulia!"

Pernyataan spontan Ursulla membuat Raja terdiam. Ursulla pun seketika membekap mulutnya dengan kedua tangan sadar bahwa dia sungguh tak sopan.

"Ma.... maaf Yang Mulia!"

Raja Reijin hanya menaikkan sebelah alis. Kemudian duduk di kursi dengan tenang. Ia menatap Ursulla dalam,

"Kau akan dapatkan ini jika penyakit ku sembuh."

Sejenak Ursulla berpikir,

"Hamba tak tahu apa yang membuat penyakit Yang Mulia sembuh? Sampai kapan penyakit Yang Mulia bisa sembuh jika hanya menunggu tanpa melakukan apapun. Karena itu ijinkan hamba mencoba mengobati penyakit yang mulia."

"Tentunya semua orang boleh mengobatiku tak terkecuali kau Sulla."

"Hamba akan mengobati Yang Mulia dengan cara hamba. Oleh karena itu ijinkan hamba melakukan beberapa hal terhadap Yang Mulia." Pinta Ursulla. Dia pun tersenyum misterius.

Raja mengernyit, "Melakukan apa?"

Ursulla kembali tersenyum lantas meraih gulungan kertas dan tinta hitam di atas meja Raja. Lalu menuliskan sesuatu.

***

Surat perjanjian.

Itulah yang ditulis Ursulla saat ini. Ia tengah menulis beberapa hal perijinan terhadap Yang Mulia Reijin.

Raja Reijin dengan seksama membacanya. Kertas itu berisi :

{ Hamba tak bisa melucu atau sebagainya untuk membuat Yang Mulia tersenyum. Namun mohon ijinkan hamba melakukan suatu hal yakni: }

1. Ijinkan hamba menyentuh bagian tubuh Yang Mulia selayaknya hamba sebagai adik kandung atau teman akrab Yang Mulia jadi tak ada saling canggung.

2. Yang Mulia harus menjadikan hamba sebagai teman akrab.

3. Sebagai teman akrab jika ada perkataan yang mungkin dirasa tak berkenan ketahuilah itu hanya sebagai candaan belaka.

4. Sebagai teman akrab harus saling berbagi satu sama lain. Yang Mulia harus menceritakan isi hati alias berbagi cerita.

5. Ijinkan hamba melantunkan sebuah lagu pengantar tidur untuk Yang Mulia.

Dan terakhir: Yang Mulia juga harus bekerjasama untuk tersenyum serta jika penyakit Yang Mulia hilang, maka Yang Mulia harus segera memberikan barang tersebut.

Raja Reijin selesai membaca kelima tulisan Ursulla lalu kembali menatapnya. Tatapan tajam sang Raja itu berhasil membuat Ursulla takut, ia pun mundur beberapa langkah.

"Apa Yang Mulia keberatan dengan perjanjian itu? Kalau Yang Mulia keberatan tak masalah bagi ku." Tanyanya lirih.

Raja Reijin terdiam sesaat menimang - nimang perjanjian tersebut. Lalu ia pun berkata, "Baiklah, aku setuju! Namun ada satu point yang harus ku tambahkan." Raja meraih tinta menambahkan tulisan di kertas tersebut.

{ Point terakhir : lagu pengantar tidur berarti setiap malam kau harus melantunkannya di kamar ku. }

Netra Ursulla melebar, ia terkejut membaca tulisan Raja Reijin.

"Ma,,, maksud hamba bukan begitu."

"Ini adalah point keputusan ku." Jelas Raja Reijin tanpa bisa dibantah. Ia kemudian mengambil stempel istana pertanda bahwa perjanjian itu bersifat sah.

DOOGG!!! 

( Bunyi stempel yang sudah ditempelkan ke kertas tersebut. )

***

Siguiente capítulo