webnovel

3. Peringatan

Setelah selesai berdo'a dan mengecek perlengkapan yang mereka bawa, tepat jam empat sore mereka memulai pendakian menuju posko pertama. Randy berjalan paling depan sementara Beni dan Anita berada di belakangnya, kemudian Danu dan Aini setelah itu Arie berjalan paling terakhir.

Perjalanan baru saja dimulai namun keheningan sudah tercipta sejak tadi, sesuatu yang tak biasa untuk perjalanan kali ini. Jalan setapak yang tak terlalu rimbun oleh semak-semak disamping kiri dan kanan serta medan yang belum terlalu menanjak, membuat mereka bisa melewatinya dengan cukup cepat.

Namun baru menempuh jarak sekitar beberapa ratus meter dari titik awal pendakian, Arie yang berjalan paling belakang sudah meminta beristirahat, nafasnya terengah-engah bahkan wajahnya mulai pucat.

"Bro, berhenti dulu ya, gua capek, nafas gua habis."

Arie sedikit berteriak memanggil mereka yang berjalan didepan, mereka sudah berjalan cukup jauh meninggalkannya namun beruntung mereka masih bisa mendengarkan teriakan Arie. Ia duduk meluruskan kaki bersandar pada pohon besar dibelakangnya seraya memasukan sebanyak-banyaknya oksigen pada paru-paru yang sepertinya sedang tak mendukung kegiatan Arie saat ini.

"yaelah bro,baru bentar doang juga, masa kalah sama cewek."

Ucap Danu dengan nada sinis meledek namun Arie tak menanggapinya, dia sudah terbiasa dengan kata-kata mutiara yang sering diucapkan oleh teman-temannya sendiri.

"iya nih, masa kalah sama kita-kita."

Timpal Aini, dengan nada dan senyum yang berbeda namun hasil yang tetap sama, sama-sama menyakitkan.

"Ya udah, kita istirahat dulu aja, lima menit, kayanya posko pertama juga udah deket, mungkin gak nyampe setengah jaman lagi."

Randy selalu menengahi mereka, kemampuanya dalam mengendalikan situasi sangat berguna disaat kondisi seperti itu, dan mereka pun sepertinya tak masalah ketika Randy memposisikan dirinya sebagai leader untuk mengatur mereka, semua demi kelancaran selama pendakian.

Lima menit bukanlah waktu yang lama namun cukup untuk memulihkan sedikit tenaga, setelah beristirahat kembali mereka melanjutkan perjalanan menuju pos pertama yang menurut perkiraan jaraknya sudah tak begitu jauh. Hari sudah semakin gelap namun pos pertama masih belum juga terlihat, padahal kalau sesuai dengan peta petunjuk yang di berikan oleh orang yang di posko pendaftaran tadi seharusnya memang sudah sampai, namun tak berapa lama akhirnya merekapun tiba di pos pertama, Arie yang sudah kelelahan sejak tadi langsung menjatuhkan keril dan semua barang bawaannya kemudian merebahkan diri di atas sebidang tanah berrumput yang berada disamping pos pertama seraya kembali memasukan oksigen sebanyak-banyaknya.

"Baru segitu aja udah tepar lo Rie, ini masih jauh loh."

Beni duduk disamping Arie yang sedang menikmati istirahatnya, dia tak peduli dengan ocehan orang-orang yang mengejeknya, termasuk Beni.

"Sory bro, kayanya gua lagi gak fit."

Arie menanggapi ucapan Beni dengan santai dan dalam posisi yang juga terlihat santai

"Kita istirahat disini cuma satu jam, jadi kayanya gak perlu bikin tenda, cukup bikin api aja buat masak, siapa yang mau nyari kayu atau ranting?"

Randy memberi kode, namun sayang yang lainnya sepertinya tak berniat mengajukan diri, tak ada satupun dari mereka yang menanggapi, jadi dengan terpaksa Randy akan berangkat seorang diri.

"Ok, kalo gak ada, gua yang nyari kayu bakar, kalian tunggu disini."

Dengan sebilah golok yang dibawanya, Randy akan berangkat seorang diri tanpa ada rasa takut tentang apa yang ada dibalik kegelapan hutan yang mungkin bisa saja setiap saat membunuhnya.

"Eh Ran, tunggu, gua ikut."

Beni pada akhirnya bersedia menemani Randy mencari kayu bakar, karena dia fikir tak enak membiarkan Randy mencari kayu bakar sendirian.

"Bentar, gua juga."

Yang kemudin disusul oleh Danu yang sedikit berlari menyusul mereka berdua.

"Ko pada pergi sih? kita sama siapa?"

Aini protes, ditempat yang sebentar lagi akan mulai gelap, dia tak mau ditinggal dengan orang yang saat ini tak bisa diandalkan.

"Kan ada Arie sama Anita, udah ya tunggu di sini aja, sambil nyiapin bahan makanan, biar kalo kita balik bisa tinggal langsung masak."

Aini tak menimpali ucapan Danu, dia sudah berjalan jauh menyusul Randy dan Beni meninggalkan Aini dan yang lainnya disamping pos pertama

Hari sudah mulai gelap hingga Arie, Anita dan Aini tak mampu saling melihat satu sama lain dengan jelas, suasana kini tak lagi hening seiring nyanyian hewan malam yang mulai nyaring, senter kecil yang Arie bawa tak mampu menerangi mereka bertiga di pos itu. Anita dan Aini sibuk menyiapkan bahan masakan untuk makan malam ini, beberapa butir telur dan bumbu-bumbunya, serta beras untuk memasak nasi.

Krek...krek.

Bunyi semak-semak yang terinjak sesuatu tepat dibelakang Arie entah itu hewan atau yang lainnya membuat mereka sedikit merinding, karena bagaimana tidak, di hutan angker di kaki gunung ini apapun bisa saja ada dan terjadi, mereka saling pandang satu sama lain dengan nafas tertahan, menahan ketakutan yang menyerang, lalu tanpa aba-aba, seekor musang berlari di depan mereka, membuat mereka tersentak kaget namun lega karena yang mereka lihat hanya seekor musang, tanpa mereka sadari sepasang mata berwarna merah memandang mereka dengan tajam, mengawasi semua gerak gerik mereka saat ini.

"Sial, hewan sialan, gak tau orang lagi takut apa."

Arie mengumpat, tubuhnya kini terasa lemas setelah tadi sempat menegang menahan takut.

"Mereka lama banget sih."

Aini sudah mulai gusar setelah kejadian tadi, perasaannya mulai tak enak.

"Bentar lagi mereka dateng ko."

Anita berusaha menenangkan Aini walaupun dia sendiri tak yakin dengan ucapannya. Namun tak berapa lama, Randy, Beni dan Danu pun telah kembali dengan membawa kayu dan ranting yang tak terlalu banyak namun dirasa cukup untuk sekedar menemani mereka selama berada di pos pertama itu.

"Kalian lama bener sih? Nyari ranting apa tidur?"

Tanya Arie dengan ketus karena dia merasa ketakutan setelah kejadian tadi, perasaannya pun mulai tak enak setelah adanya kejadian itu.

"Tadi kita nyari kayunya aga jauh, lumayan susah nyarinya. Udah sekarang kita langsung masak aja, biar cepet ngelanjutin perjalanan lagi."

Randy mulai menumpuk kayu dan ranting yang telah mereka dapatkan tadi, dibantu oleh Danu, sedangkan Beni sejak baru kembali dari mencari kayu bakar, dia hanya diam saja tak sekalipun bicara, bahkan dia pun duduk sedikit menjauhi mereka.

"Ran, si Beni kenapa tuh? Kayak aga aneh."

Randy menoleh, namun dia masih berfikir positif setelah sejenak mengamati Beni duduk dengan posisi tertunduk.

"Mungkin dia kecapean kali, biarin aja, biar dia istirahat dulu."

Tak ingin berdebat, dalam hatinya Danu membenarkan apa yang Randy katakan, mungkin dia memang sedang kelelahan. Sampai akhirnya mereka dikejutkan dengan sesuatu yang tak mereka duga.

"Ggggrrrrrmmmmmhhhhhhh."

Randy dan Danu saling pandang sebelum akhirnya mereka secara bersamaan menoleh kearah suara geraman itu berasal, yaitu dari arah dimana Beni berada. Beni langsung mengamuk tak terkendali membuat Aini, Anita dan Arie beringsut ketakutan, sementara Randy dan Danu dengan sigap mennangkap dan mengunci gerakan Beni yang sepertinya telah dirasuki.

"Kalian harus pergi, jangan ganggu mereka."

Benie berusaha melawan dan meronta dengan nada suara yang berbeda, dan jelas sekali bahwa itu bukan suara dari Beni.

"Kami datang kesini tak bermaksud mengganggu, kami hanya numpang beberapa hari saja."

Beni yang kesurupan tak menanggapi ucapan Randy, justru dengan sekuat tenaga dia melepaskan diri dari kuncian Danu dan Randy hingga mereka berdua terpental, lalu dengan sekejap menyerang Arie dan berusaha mencekiknya, Arie tak mampu menghindar dari serangan tak terduga itu, lehernya langsung berada dalam genggaman kedua tangan Beni, Aini dan Anita menjerit histeris melihat Arie yang dicekik tanpa bisa melakukan perlawanan, namun itu tak berlangsung lama karena Randy dan Danu berhasil melepaskan cekikan Beni dari leher Arie dan kembali mengunci gerakannya.

"Hahahaha, kalau kalian melanjutkannya kalian akan mati"

Tubuh Beni ambruk bersamaan dengan hilangnya kesadarannya. Melihat itu Randy dan Danu langsung mengangkatnya ketempat yang lebih datar dan dekat dengan api unggun.

Siguiente capítulo