Setelah menghabiskan seperempat hari di universitas, aku pun pergi ke sebuah perusahaan swasta untuk melakukan pekerjaan paruh waktu di sore hari.
Di perguruan tinggi, aku mendapat beasiswa yang cukup mencukupi kebutuhanku, seperti sewa kamar, biaya sekolah, dan keperluan lainnya. Namun, mengenai pekerjaan paruh waktu saat ini, selain menambah tabunganku, aku juga menjadikannya sebagai pengalaman kerja. Itu akan membantuku untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang lebih baik di masa depan.
Setelah jam 9 malam, aku pun kembali. Namun, begitu aku berada di luar, aku melihat seorang pria bernama Lee Donghae itu berdiri di bawah pilar nama perusahaan swasta tempatku bekerja. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan langkahku, mengabaikan senyuman akrabnya.
Tanpa menoleh, aku tahu bahwa ia mengikutiku sekarang.
"Chunghee! Namamu Park Chunghee, kan? Mengenai apa yang aku katakan tadi, aku serius!"
Mendengar kata-kata itu, aku seketika berhenti melangkah. Dalam hati, kata-kata itu membuatku bahagia, tetapi di sisi lain menjadi ketakutan.
"K-kau gay, kan?"
Menyelesaikan kata-katanya, aku mengepalkan tanganku dengan erat. Bukan itu yang ingin aku dengar. Jadi, karena merasa kesal, aku pun berlari tanpa sepatah kata.
Aku berlari secepat yang aku bisa, menuju kamar kontrakanku tanpa mempedulikannya. Meskipun aku tidak bermaksud melakukannya, kakiku bergerak sendiri ketika aku mendengar ia menanyakan hal seperti itu.
Setibanya di tempatku, aku segera masuk ke kamar dan mengunci pintu, lalu berbaring di kasurku tanpa mengganti pakaian terlebih dulu. Pikiranku dipenuhi dengan seseorang yang baru ku temui hari ini, dan itu membuatku menggila pada apa yang ia katakan mengenai perasaannya.
Dalam hati, aku terus berdoa agar tidak jatuh cinta lagi, berharap Tuhan memberiku kekuatan sekali lagi agar aku bisa bertahan dan tidak melangkah maju; melupakan bahwa seseorang telah menyatakan perasaannya kepadaku, sama seperti ketika Tuhan memberiku kekuatan untuk melupakan Kim Daehyun yang menjadi cinta pertamaku. Aku terus melakukannya hingga aku terlelap dalam ketakutan.
Lee Donghae adalah seseorang yang selalu ingin akrab denganku, dan itulah mengapa aku terus menjauh darinya. Mungkin, ia akan berpikir bahwa aku adalah orang yang tidak ingin berteman dengan siapa pun.
Aku senang ketika seseorang mengungkapkan perasaannya kepada ku. Itu artinya masih ada orang yang ingin berbagi kasih sayangnya denganku.
Namun, nasihat seorang pendeta enam tahun lalu menjadi momok paling menakutkan dalam hidupku. Itu terlintas di benakku ketika seseorang menyatakan perasaannya, dan bahkan berlanjut selama berminggu-minggu.
Empat bulan sebelum lulus, Lee Donghae menghilang tiba-tiba. Sudah hampir seminggu sejak terakhir kali ia mengikutiku, dan sejak saat itu, aku mulai merasakan perasaan yang sama ketika aku kehilangan orang yang berharga dalam hidupku.
Aku memikirkannya sepanjang waktu, dan itu membuatku menyadari bahwa aku telah jatuh cinta padanya. Jika aku bisa mengembalikan waktu, maka aku tidak akan mengabaikannya.
Penyesalan? Aku berada dalam perasaan itu saat ini.
Suatu hari, tepat seminggu setelah menyadari perasaanku, kami bertemu sekali lagi, secara tidak sengaja seperti takdir. Aku begitu senang dan bahkan lebih bahagia ketika mengetahui bahwa perasaannya masih sama seperti sebelumnya. Jadi, mulai hari itu, aku mengabaikan hal tabu dalam diriku dan mulai membuka hati kepadanya.
Pada saat itu, aku hanya bisa meminta maaf kepada Tuhan atas Apa yang aku lakukan di mana aku tidak dapat menahan diri untuk melangkah melewati garis terlarang.
Pada hari kelulusan kami. Di hari di mana kami tidak lagi menjadi seseorang yang merengek meminta ilmu tetapi sebagai orang yang berpengetahuan luas yang siap mengikuti kompetisi di dunia kerja serta menjadi orang dewasa sejati.
Aku dan Lee Donghae telah menjalin hubungan selama empat bulan. Itu tidak terlalu lama, tetapi aku bersyukur bahwa kami telah menjaga hubungan ini dengan baik. Itu adalah hal terpenting dalam suatu hubungan, baik sekarang atau pun nanti.
Kami memutuskan untuk merayakan kelulusan kami di kamar sewaannya. Pada awalnya, aku berpikir bahwa kami akan bersulang untuk merayakan kelulusan kami, tetapi itu di luar ekspektasi seorang anak polos sepertiku.
Ia menginginkan sesuatu yang lebih intim dariku, sebagai bukti cinta katanya. Aku bisa saja menolaknya, tetapi aku telah bertindak terlalu jauh dan membiarkan ia melakukan apa yang ia inginkan, lalu menyerahkan diriku hari itu.
Jantungku berdebar lebih cepat dan begitu juga jantungnya. Aku bisa merasakan dadanya berdebar kencang saat kami berada dalam situasi yang 'menggairahkan' ini. Itu membuat suasana hatiku semakin tidak stabil.
"Chunghee ... aku mencintaimu ... jangan pernah ... tinggalkan aku ...." Ia memeluk tubuhku erat-erat sambil terus membisikkan kata-kata yang sama dengan mata tertutup.
Itu adalah pertama kalinya aku memberikan diriku sepenuhnya. Aku mengerutkan kening dan menahan rasa sakit karena aku begitu mencintainya. Itu membuatku menikmatinya dan merasakan lebih banyak kesenangan dari keintiman kami.
Setelah melakukannya, Lee Donghae bertanya dengan suara lembut, "Chunghee, apa kau baik-baik saja?"
Ia memeluk tubuhku.
Aku bersandar di lengannya dan mengangkat wajahku, melihat wajahnya yang tenang, "Kau kasar ...."
Ia tersenyum, lalu mencium keningku. "Maafkan aku. Aku sangat senang, jadi aku tidak bisa menahan diri."
Aku cemberut, tetapi ia meredanya dengan mencium kepalaku. Karena sentuhan lembut itu, aku merendahkan wajahku, tidak ingin menunjukkan wajahku yang memerah. Aku bertanya dengan nada rendah, "Apa kau mencintaiku?"
Aku bisa merasakan tangannya menekan lenganku dengan kuat. Ia kemudian berbicara dengan sungguh-sungguh, "Chunghee, aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak akan pernah mengkhianatimu. Aku janji."
Kata-kata itu membuat kebahagiaan tumbuh subur di hatiku. Mendengar bahwa ia tidak akan pernah mengkhianatiku seperti sumpah pernikahan bagi kami.
Aku tersenyum. "Donghwa, seorang pendeta pernah memberitahuku ..."
Aku mulai bercerita mengenai hal-hal yang membuat saya takut. Aku mengatakan kepadanya bahwa cinta ini adalah kesalahan, Tuhan tidak menginginkannya. Tapi, jawabannya yang begitu mengejutkan.
"Aku tidak takut. Jika Tuhan menghukummu, maka Tuhan akan menghukumku juga. Jika Tuhan membuatmu bahagia, aku juga. Ini adalah takdir. Takdir kita. Tuhan memberi kita hal yang sama. perasaan. Jika cinta kita adalah kesalahan, kau tidak sendiri. Aku juga menanggung kesalahan yang sama sepertimu. Dan, ... apa kau masih ingin bersamaku meskipun kau tau bahwa ini adalah kesalahan?"
Itu adalah respon terindah yang membuatku meneteskan air mata.
Sejak saat itu, aku memutuskan untuk tidak melarikan diri. Aku tidak akan pernah mengkhianatinya dan ia tidak akan pernah mengkhianatiku karena kami dalam rasa yang sama. Kesedihan dan kebahagiaan, jika salah satu dari kami merasakannya maka salah satu dari kami juga merasakannya.
Inilah takdir dari hubungan ini.