webnovel

Masa kecil Daniel

Pembicaraan dimeja makan diisi seputar Masa kecil Mirella, Dani, juga sahabat mereka yang lain. Dan hal itu membuat Daniel agak cemberut, karena bagaimana pun dirinya tidak Ada disana.

"tapi kami benar - benar kaget waktu kamu diculik, syukurlah...ternyata kamu memang tidak apa - apa" kata Bian.

Perkataan Bian membuat semua orang menghentikan kegiatan makan mereka. "iya...kami bahkan mendapat info kalau kamu sudah meninggal lo" kata Rio. "halah...bukankah itu hanya kamu aja yang dapat info, sedangkan Bian menganggap kalau Daniel itu Dani" kata Miska kesal. "bukan cuma aku kan....tuh...si Ella yang cerita sambil nangis - nangis kalau Dani dah meninggal" kata Rio mengelak.

"Mira...kenapa kamu mengira begitu?" Tanya sang mama mertua Kali ini. " habisnya....waktu itu mama, tiba - tiba ketus sama Mira, terus Mira lihat foto dikantor Daniel, lalu Daniel bilang kalau itu saudaranya..."cerita Mirella. "aduh...maaf ya sayang....habisnya mama lagi capek aja waktu itu" kata sang mama lagi.

"Pak Daniel...bagaimana dengan Masa kecil bapak?" Tanya Bian lagi namun Kali ini dirinya ingin tahu bagaimana Masa kecil seorang Daniel yang benar - benar dia kagumi. "Daniel kecil selalu membuat orang tuanya dipanggil kesekolah" cerita sang mama. " Daniel juga suka mengganggu hewan tetangga, sampai mereka marah - marah" kata Dani menambahi. "yang pasti, tiap ikut ke kantor, selalu Ada karyawa. yang jadi korban" imbuh sang papa. Merasa tidak menyangka semua orang membuly dirinya.

"Apa yang Pak Bian ingin tahu,, Masa kecil Saya tidak semenarik kalian, biasa saja" kata Daniel acuh. "ya....Saya mengerti, pasti tidak Ada waktu untuk bermain kan,,memang level Kita dari kecil sudah berbeda" kata Bian lagi. " benar....prestasi segudang,, pasti diimbangi dengan usaha yang lebih dibanding orang lain" kata Rio menambahi. Dan entah kenapa perkataan mereka membuat Daniel sedikit berbangga.

"Tapi...entah kenapa papa tidak merasa seperti apa yang dikatakan nak Rio atau nak Bian , lo Dan...yang papa ingat kamu selalu membuat banyak hal yang tidak terduga, bahkan papa sampai dipanggil ke polisi saat itu" kata sang papa Kali ini. "Owh...kalo soal polisi itu sebenarnya bukan salah Daniel lah pa,,,Daniel kan cuma ingin tahu saja kalau Daniel tutup lampu merah yang dijalan apa yang terjadi,,lagian itu kan salah polisi juga kenapa menaruh lampunya disana" Bela Daniel.

"kamu apakan lampu lalu lintasnya?" Tanya Miska yang penasaran. "Owh...aku cuma menutup lampu warna merah dengan lakban hitam saja" kata Daniel santai. "bagaimana kamu melakukannya?" Kali ini Mirella yang ikut penasaran. "Owh....mudah saja, aku tinggal Naik pagar Trus manjat pohon sedikit" kata Daniel. "lalu...apa yang terjadi....?" Tanya Bian, Rio, Miska juga Mirella bersamaan. "tadinya aku Kira penyeban macet ya lampu merah,,ternyata....setelah lampu merahnya aku tutup....malah....macet tambah parah,, jalanan bising karena mereka saling membunyikan klakson" kata Daniel lagi.

"tentu saja....itu dari tiga arah, harusnya Ada yang berhenti, mereka jalan semua, akhirnya macet lah...untung saja tidak terjadi tabrakan" kata sang mama. "pernah juga waktu itu Daniel melempar Batu pada anjing galak Punya tetangga sehingga anjingnya mengejar kami, lalu...Daniel lempar lagi....eee...ternyata kena kaca rumah mereka" cerita Dani. "siapa bilang,,memang sih waktu itu sedikit meleset, sebenarnya aku tidak mau melempar anjing atau kaca rumah,,aku hanya ingin melempar sarang tawon di plafon mereka" kata Daniel kembali membela diri. " tapi....itu juga bukan tawon....itu lampu Mahal mereka" kata sang papa.

"wow....kamu benar - benar luar biasa" kata Mirella takjub mendengar cerita masa kecil Daniel. " anak Kita nanti juga pasti akan sepintar aku" kata Daniel asal membuat Mirella menundukkan mukanya yang bersemu merah. "au..." keluh Daniel saat cendok sang mama terlempar ke keningnya. " jangan....Mira...mama mohon, jangan sampai anak kalian seperti Daniel, percaya sama mama...kalian akan susah" kata sang mama sambil mengengam tangan Mirella.

" mama....anak mama ini dikagumi banyak orang ,, mama papa juga Dani aja yang selalu mencela Dan" kata Daniel tak terima. "memang kalau bersama Daniel banyak pengalaman yang tidak terduga" kata Dani. "apa lagi yang kalian alami?"Tanya Bian lagi. "waktu kami main di taman bermain, lalu kami masuk kerumah hantu,,aku bahkan selalu bersembunyi dipelukan mama,,tapi Daniel.....Ya Tuhan...." cerita Dani terhenti hingga membuat semua orang penasaran.

"apa yang terjadi, apa Daniel menangis" kata Mirella kembali penasaran. " kencing dicelana" kata Miska. "teriak histeris" kata Rio. " tentu saja tidak semuanya...tapi rumah hantu itu terbakar....hahahahah" tawa Daniel.

semua orang cengo dengan tawa Daniel. "kenapa bisa terbakar?" Tanya Bian tidak percaya. " kalian mungkin tidak akan percaya, ternyata Daniel dari rumah sudah menulis kertas jimat, dan ketika hantunya keluar, dirinya tempel kertas itu dan dibakarnya....bahkan kami tidak tahu dirinya telah menyiapkan korek api segala" kata sang papa.

" tapi...bagaimana anda bisa menjuarai banyak lomba?" Tanya Rio penasaran."Owh....itu karena aku bosan saja, juga karena dipaksa papa mama, entahlah padahal Ada Dani juga, hanya aku saja yang dipaksa" keluh Daniel.

"sebenarnya maksud kami, memasukkan Daniel ke banyak kegiatan agar dirinya tidak banyak merasa penasaran, dan agar tenaganya banyak terkuras hingga tidak banyak kejahilan yang dia lakukan" kata sang mama. " Dan ternyata anda berhasil, Pak Daniel luar biasa" kata Bian lagi.

"memang apa aja kegiatanmu waktu kecil?" Tanya Mirella kali ini. " tidak banyak, papa memasukkanku ke tempat karate, lalu mama mengikutkanku Les piano, terus Les matematika, Les ipa, Les bahasa, terus Les memasak, lalu Les biola, Les bulu tangkis, Les sepak bola juga." kata Daniel.

"kamu....Les memasak....jadi mama memasukkanmu ke Les memasak?" Tanya sang papa kaget lalu mengalihkan pandangan pada sang istri. "karena mama ikut class memasak, jadi mama bawa aja dia sekalian" kata sang mama. "untung mama tidak ikut class kecantikan, bisa - bisa mama bawa dia masuk juga" kata sang papa lagi.

Siguiente capítulo