webnovel

Bab 19. Rawat Jalan

Earl tidak bisa terus menerus berada dalam ruang lingkup Arthur yang seperti ini. Atau ia tidak akan bisa menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. Dan seharusnya Arthur tahu itu. Tapi seakan-akan apa yang ia lakukan ini semata-mata hanya untuk kepuasan batinnya saja. 

Hati kecilnya berteriak bahwa pasti ini jebakan. Tapi Earl tidak bisa berkata apa-apa saat melihat pancaran mata Arthur yang menatapnya khawatir. Sungguh, Earl berada dalam posisi sulit diantaranya.

"Apa yang kau sembunyikan di matamu, Arthur... Aku tahu kau melakukan semua ini karena pandanganmu yang berbeda terhadapku. Dan kau pun tahu, bahwa tidak akan ada hubungan romantis diantara kita." Earl mengakhiri tatapan mereka dan menatap ke arah lain dengan ekspresi yang ia buat sedatar mungkin.

Arthur terdiam. Ia tidak berbalik dan hanya terdiam disana. Benar. Arthur sadar akan hal itu. Ia juga sadar bahwa dirinya dengan Earl begitu berbeda. Bahkan sangat berbeda. Seperti dua kutub magnet yang saling menolak. Tidak saling menarik satu sama lain.

"Kau pun telah melihat jelas jurang yang memisahkan antara kau dan aku. Kenapa kau memaksakan dirimu hingga seperti ini...." Earl kembali berkata. Perkataan yang membuat Arthur juga terus mempertanyakan dirinya sendiri.

Sebenarnya, selama lima tahun ini apa yang ia lakukan? Arthur bersenang-senang dengan Earl dan pada akhirnya semua sia-sia saja selama ini. Arthur berdiri dan berbalik membelakangi Earl. Ada apa dengan dirinya?

Earl hanya menatap punggung itu dengan tatapan nanar. Ia tidak menyukai pria ini, karena sudah cukup terganggu dengan latar belakangnya yang buruk. Kehadirannya hanya akan membuat dirinya terus berada dalam bahaya. Tidakkah Arthur melihat dirinya yang hampir diambang kematian secara tidak langsung karena pengaruh darinya.

Arthur berbalik. Dan mata mereka kembali bertemu satu sama lain. Salah satu dari mereka tidak ada yang melepaskan pandangan. Arthur berjalan mendekat pada Earl dengan ekspresinya begitu sendu lalu duduk di tepi ranjang Earl.

Tangannya meraba pipi itu. Pipi yang terdapat luka melintang kecil yang entah disebabkan oleh gesekan apa. Earl menatapnya begitu intens bahkan untuk pertama kalinya Arthur terdiam begitu lama tanpa mengalihkan pandangan mereka.

Selama ini ia juga sedang membunuh waktu untuk mendapatkan wanita ini. Melawan arus dan terjebak kemudian dalam lingkaran hidup wanita ini. 

"Sejauh apapun jurang yang memisahkan kita, aku akan membangun jembatan untuk meraihmu. Tenanglah di tempatmu, biarkan aku mencoba dengan caraku." 

Arthur tersenyum kecil ketika mata bulat nan hijau itu seperti berkata 'Lakukan sesukamu jika kau mampu.'. Mereka tetap saling bertatapan hingga ketika Arthur mendekatkan wajahnya, Arthur terbuai. Untuk pertama kalinya bibir mereka saling bersentuhan dan Earl tidak menolaknya. Lebih tepatnya, Tidak akan meresponnya.

"Tidak peduli berapa juta kali kau menolakku, kau tetap berada di atas singasanaku. Walaupun secongak apapun dirimu, aku tetap akan seperti ini." Arthur berbisik, masih membelai pipi Earl dan kemudian sedikit merapikan rambut Earl yang tergerai.

Arthur tersenyum lembut. Earl yang pertama melepaskan pandangan mereka. Pipinya bersemu, merona lucu dan membuang tatapannya pada samping kirinya. Mengutuk Arthur karena berani berkata manis di depannya.

"Dasar bodoh." Gumam Earl dan membuat Arthur tertawa kecil sebelum menarik dagu itu dan mencicipi kembali rasa bibir itu. Sedikit terkejut karena Earl tidak menolaknya. Tidak menghajarnya. Tetapi hanya berdiam diri seperti batu dengan mata yang terpejam lucu.

'Ini hal yang baru baginya?'

Arthur seperti akan terbang ketika Earl memberinya lampu hijau padanya. Membiarkan begitu saja kedua bibir yang saling bersentuhan dan saling mengecup. Berharap ketika waktu dan kesempatan berpihak padanya untuk berhenti sejenak.

###

Satu bulan berlalu dan Earl dalam kondisi primanya untuk membuka plester pada perutnya. Sudah aman baginya untuk makan dan minum selain makanan rumah sakit. Bahkan ia telah boleh pulang untuk rawat jalan karena sejatinya Earl ngotot tidak ingin berlama-lama di rumah sakit.

Ia akan tetap mengambil cuti selama empat bulan sesuai perintah General, hanya saja ia ingin memanfaatkan cuti yang benar-benar rasa cuti. Earl merapikan sedikit rambutnya ketika perawat telah pergi beberapa menit yang lalu.

Dirinya dinyatakan boleh rawat jalan setelah beberapa syarat dari dokter. Earl tetap rutin konsultasi selama seminggu sekali untuk kontrol luka terutama di kepalanya. Mengingat Earl adalah manusia langka dengan IQ yang tinggi, maka kepalanya mendapat perhatian serius. Kemudian menjalankan terapi syaraf untuk membantu proses pemulihan dengan cepat.

"Tetap nekat seperti biasa." Celetuk Finni berdiri di ambang pintu menatap Earl bosan. Earl tersenyum arogan dan melemparkan tas kecilnya pada Finni.

"Jadwalku sangat padat hari ini. Bagaimana dengan rumah baruku? Apakah bersih?" Earl bertanya sambil berusaha memindahkan tubuhnya untuk duduk di atas kursi roda. Finni mendengus kesal tetapi tangannya membantu Earl untuk menahan kursi rodanya agar tidak bergeser.

"Yaa, setidaknya kau tidak perlu berkendara berpindah dari satu kota ke kota lain. Ini jauh lebih mudah." Finni pun mendorong kursi roda Earl meninggalkan ruang pasiennya. Earl bersandar kasar pada kursi rodanya dengan helaan nafas berat. Pikirannya tidak bisa tenang sebelum ia melihat sendiri rumah barunya.

"Setidaknya selama sebulan lagi aku akan kembali berlatih seperti biasa sampai akhir cuti." Finni melotot jengkel sambil menatap kepala Earl dari atas. Ada rasa ingin mengetuk kepala itu sekali agar sadar. Ia lalu meletakkan dengan kasar tas besar itu di atas paha Earl.

Brukk!

"Astaga! Aku baru saja lepas pen, sialan! Kau senang aku lumpuh?" hardik Earl. Sayangnya ia tidak bisa berbalik badan membuat Finni tersenyum puas.

"Setidaknya kau akan berlatih dua bulan dari sekarang jika aku menyiksamu sedikit." Earl memutar matanya jenuh.

Finni membawa Earl untuk tinggal kompleks perumahan khusus keluarga militer. Disana bahkan tinggal beberapa keluarga militer yang Earl kenal. Seperti istri dan anak-anak Ricard bosnya. Dan beberapa teman asrama lainnya yang saat ini mendapat anggaran negara tempat tinggal karena dedikasi prestasinya hingga mencapai gelar perwira. Yaa bisa dikatakan ini kompleks perumahan elit para perwira.

Earl sebenarnya bisa mengajukan untuk mendapatkan tempat tinggal di kompleks ini. Hanya saja karena Earl merasa ia masih memiliki rumah dan disamping itu pula rumah warisan keluarganya juga tidak akan ia jual. Seberapapun tinggi seseorang menawarkan harga.

Earl pun menatap bangunan rumah subsidinya. Disana rumah yang cukup sederhana dengan taman belakang yang lumayan luas. Sebenarnya jika Earl ingin, Finni akan memilihkan rumah yang luas sesuai dengan pangkatnya.

Hanya saja karena kondisi Earl yang hanya tinggal sementara di tempat ini, maka tidak punya pilihan lain selain rumah sederhana ini. Lagipula Earl hanya menempati sebentar sampai ia benar-benar pulih dan kembali beraktivitas.

Mereka memasuki rumah itu dan disana hanya tata ruang biasa dengan sebuah teras samping yang menghubungkan pada taman belakang. Dan Earl suka tempat itu. Jika sewaktu-waktu Earl bosan dan jenuh, ia bisa duduk di bawah pohon sekedar minum kopi dan membaca buku. Persis seperti cerita telenovela yang pernah ia baca.

"Aku akan menyuruh pekerja untuk mengubah beberapa hal agar kau mudah keluar dengan kursi rodamu. Jika ada hal lain, kau bisa merundingkannya denganku. Aku dan dua lainnya akan bergantian menengok dan mengisi keperluan rumahmu." Ujar Finni yang membiarkan Earl untuk mengamati ruangan.

Earl mengangguk paham. Mereka pun pergi ke rumah Earl di Distrik B untuk mengambil beberapa barang dan berbelanja untuk mengisi kulkas.

-Disisi lain-

Siang terik ini, Tom dan Duke harus duduk di depan meja meeting bersama Ricard. Sangat tidak biasa, terlebih disana terlibat beberapa permasalahan serius mengenai Arthur yang saat ini berada di negara mereka. Beberapa orang utusan dari negara lain pun berdatangan untuk memburu Arthur.

Seperti tidak menghargai para militer dan kepolisian negara setempat, mereka keluar masuk dan terkadang mengobrak abrik beberapa tempat dan membuat kerusuhan. Kepolisian bahkan menerima lebih dari dua puluh lima kasus tentang keluhan warga terhadap sikap warga negara asing yang melakukan hal menggangu yang meresahkan warga lain. Seperti memblokir jalan dan beberapa tempat umum lainnya.

"Aku memang dari dulu tidak menyukai orang asing. Aku lebih menyukai orang lokal karena mereka lebih santun." Tom berkomentar sambil menaruh sebuah cangkir kopi di hadapannya.

"Sepertinya mereka tidak akan bekerjasama untuk masalah ini. Haruskah kita menutup mata saja?" Duke bertanya pada Ricard. Disana ia dengan ekspresi lelah tampak berpikir mengamati beberapa lembar kasus dari kepolisian.

"Cukup kepolisian yang turun tangan saat ini. Kita akan bertindak setelah keadaan Earl pulih, karena jika tidak ada wanita slebor seperti dia, tidak akan ada yang memimpin jalan." Ujar Ricard melemparkan laporan itu di atas meja dan kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi.

Tom terkekeh dan membenarkan perkataan Ricard. Beruntung saat ini mereka sedang menjalani hari tenang setelah kecelakaan yang menimpa Earl. Setidaknya untuk sekarang, tim mereka akan lebih berfokus untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang Arthur.

Siguiente capítulo