Untunglah kami bergegas naik ke dalam bus, begitu kami di dalam hujan mengguyur deras. Beberapa saat lalu kita memasuki tol, zaman sekarang memang beda, segalanya telah dipermudah, aku bersyukur sudah adal jalan tol, sehingga perjalanan bisa bebas hambatan terhindar dari macet. Melihat jalan tol yang begitu panjang sangat melelahkan, sayu-sayu mataku ini mulai terkantuk. Alunan musik di bus sangat mendukungku untuk tidur, apalagi di jalan mulus seperti ini tak kan ada polisi tidur. Waktu yang tepat untuk istirahat itulah pikirku.
"Waaaaarrrgghhh…. Arrrggghhh…"
Teriakan seseorang di sebelahkku telah mengejutkanku. Ada apa dengan anak ini? Dia seperti kesakitan. Ia meronta-ronta hingga terjatuh dari tempat duduk. Aku menjulurkan tangan berusaha menolongnya, semoga dia tidak terluka. Pertolonganku ini ditolak mentah-mentah oleh tangkisan dari tangannya.
Semua perhatian mengarah padanya. Siaaal apalagi yang dilakukan pembuat onar sudah keterlaluan. Semua orang di dalam bus menjadi panik, beberapa anak laki-laki berusaha memeganginya.
"Pergiiii! PERGI SEMUAA!! AAARRHH" kata anak perempuan itu, ia terus-menerus berteriak, kata-katanya semakin tak begitu jelas.
Sepertinya dia marah akan sesuatu, bahkan tiga orang anak laki-laki tak mampu untuk mengendalikannya. Ia mulai melempar barang-barang hingga mengenai yang lain. Beberapa anak pun juga sempat ia gigit dan dipukul secara brutal.
Aku yang ada di sebelah juga ikut menjadi korban. Ini benar-benar gawat, seseorang bilang ke pak sopir untuk berhenti. Supaya kita bisa menanganinya di luar agar tidak terjadi kecelakaan. Tapi itu percuma, kita sedang berada di jalan tol, apalagi di tengah hujan lebat begini mustahil bisa mencari bantuan.
Lepas dari genggaman, ia meloncat-loncat melewati bangku-demi bangku. Rambutnya menjadi acak-acakan, dia memakan segala yang ia lihat. Aku sempat berpikir apa dia menjadi gila. Mungkinkah virus yang disebarkan kali ini adalah virus rabies? Kalau virus semacam ini bukankah membahayakan yang lain. Apa yang dipikirkan pelaku?
Leo berusaha menangkap gadis gila itu, lalu mengunci lehernya. Ia masih meronta-ronta berusaha melepaskan diri, Leo berteriak supaya yang lain membantu memeganginya. Kemudian aku mengambil minyak kayu putih di tasku, dan mencoba mengusapkan pada hidung dan lehernya. Kuharap aroma minyak bisa menenagkan mentalnya.
Kini ia mulai menjadi sedikit tenang, sesaat dia menangis, "Tolooongg… Tolooonggg…" begitu rintih si gadis di dekapan Leo. Aku merasa kasihan padanya, maafkan kami berbuat seperti ini tak kau sudah di luar kendali.
Kami berhasil menenangkannya, kukira situasi jug aakan menjadi tenang, tapi seorang lagi tiba-tiba memukul kepala Leo dari belakang. Seketika itu Leo menjadi pingsan.
"HEeeiii apa yang kau lakukan? Kau mau membunuh temanmu?" kata Mawar
"HAHAHAHA…. HAHAHA" anak itu malah tertawa kegirangan. Mawar sudah lama akrab dengan Leo, tentu saja tak bisa menerima perlakukan yang diterima oleh Leo. Situasi bertambah tegang, terjadi perkelahian antara Mawar dengan gadis yang memukul Leo.
Aku berusaha melerai mereka berdua. Aku membentak keduanya, meskipun Mawar bisa berhenti berkelahi. Tapi tidak untuk gadis itu, ia malah menggigit tanganku.
Siaaalll… spontan aku pukul wajahnya hingga ia terjatuh.
Dia merasa terancam, kemudian mengambil palu darurat memecahkan jendela bus--melompat keluar bus. Bus ini melaju dengan kecepatan 100km/jam, kupikir setelah gadis itu melompat mungkin akan mati seketika karena kecepatan bus. Tapi ternyata tidak, ia merangkak dan lari seperti binatang yang kembali ke sarangnya.
Pak sopir tak menghentikan bus, jelas dia mengetahui kejadian di belakangnya, mungkin dia sudah diberi perintah tak boleh menghentikan bus. Aku hanya bisa melihat gadis yang lari menuju semak-semak dari balik kaca bus, lantas kami membiarkannya pergi.
Kejadian ini menjadi masalah serius bagi kami, tentu aku takkan membiarkan lebih banyak korban lagi. Begitu pula dengan Mawar yang berteriak lantang, "hoooii.. bajingan tunjukkan dirimu! Bukankah kau yang melakukan ini semua? Tunjukkan dirimu! Dasar serigala berbulu domba!"
Situasi tegang tak kunjung surut, semua anak menjadi curiga satu sama lain. Mawar mondar-mandir ke depan dan ke belakang melototi mereka satu per satu layaknya terpidana.
Seorang laki-laki dari barisan depan membalas ucapan Mawar, "heeii.. heeiii sekarang belaga jadi penegak keadilan yaa? Bukankah yang patut dicurigai adalah kau Mawar! Semua orang memiliki satu kemungkinan menjadi pelaku. Termasuk dirimu! Tak ada jaminan kalau kau bukan orang yang menyebabkan keributan ini!"
"dengarlah semuanya! Seseorang berusaha mengeliminasi kita dari bus ini! Supaya kita gagal dari ujian. Aku masih belum yakin dengan motifnya, tapi yang jelas dia adalah orang yang licik. Jika dilihat dari awal perjalanan, anak-anak yang gugur terdiri dari kelas C. Jadi, sangat kecil kemungkinan kami yang berasal dari kelas C mencelakai teman satu kelas."
Pernyataan Mawar sangat menyudutkan kelas lain, fakta bahwa kelas C dan D menjadi korban tak terhindarkan. Aku mengerti kenapa kelas kami ingin digugurkan oleh kelas lain. Karena mereka ingin mengurangi jumlah pesaing dalam medan pertempuran.
Terus terang untuk anak kelas C dan D belum bisa menyaingi anak kelas A dan B dalam bidang akademis maupun atletis. Kudengar bahwa anak kelas A mampu menyelesaikan masa studi 1 tahun dan kelas B menyelesaikan selama 2 tahun. Sedangkan waktu normalnya menyelesaikan masa studi adalah 3 tahun. Tapi jika perbuatan keji yang mereka lakukan untuk bisa menyelesaikan masa studi lebih cepat—aku lebih baik tak akan masuk ke dalam kelas A.
Orang-orang mulai berdalih satu sama lain, bus ini berubah menjadi pengadilan yang beradab. Mawar tak segan-segan untuk menghabisi si pelaku, jika sudah ketauan. Namun, hal yang kukhawatirkan apabila kelas lain menolak hasil keputusan. Maka akan terjadi pertikaian dalam pengadilan ini.
Mawar melototi setiap anak tanpa terlewat, tentu saja itu membuat mereka risih. Dengan kepribadian Mawar yang seperti itu bukan hal yang baru baginya. Berjalan menuju tengah face to face ia menatap lebih lama daripada yang lain. Akhirnya ia menarik baju seorang anak, menyeretnya hingga jatuh.
"kau kan pelakunya!" tuduh Mawar
"bu-bukan aku pelakunya" jawab anak itu sambil ketakutan
Tak ada seorang pun yang berani menyanggah maupun menghentikan Mawar. Pembawaan diri yang begitu luar biasa tersirat dari tingkahnya. Mawar terus-menerus memojokkan anak itu supaya mengaku hingga anak itu tak berucap lagi, hanya melirik kanan dan kiri tak berani berpapasan mata.
Dalam hatiku bergumam, apa benar anak itu pelakunya? Jika kau sampai salah ini akan menjadi bumerang bagimu!
"Saat di toilet kuil tadi aku melihatmu bertingkah aneh! Ayoo cepat akui saja! aku adalah orang yang ke toilet setelah dirimu. Saat awal masuk kau bersama temanmu bersikap biasa saja, layaknya cewek imut idaman om-om. Tapi kenapa saat keluar toilet kau tampak syok berpapasan denganku?"
Teman gadis ampas itu mencoba melakukan pembelaan, "Vio, aku yakin kau bukanlah pelakunya. Jika ada yang kau ketahui beri tau kami, tidak apa-apa aku akan selalu mendukungmu."
Lalu gadis yang terjongkok meraih sakunya dan mengeluarkan sobekan kertas, yang berisikan nama-nama anak yang berada di bus. Mawar bergegas merampas kertas itu, "apa-apaan ini?"
Meski ini bisa menjadi bukti, gadis berkacamata dengan ngotot menyangkalnya. Ia tak tau menahu mengenai nama-nama itu. Seseorang meninggalkannya di toilet, sebenarnya ada satu sobekan lagi yang ia buang, berisikan instruksi di dalam isinya. Instruksi tersebut bertuliskan 'jika kau menyimpan kertas ini maka aku akan membunuh temanmu, jika kau membuangnya aku akan membunuhmu!'
Dia meratapi kesalahannya dan tersungkur malu atas perbuatannya. Faktanya manusia akan selalu mementingkan dirinya sendiri, menganggungkan dirinya di atas segalanya. Wajar saja kalau dia mengorbankan temannya daripada dirinya sendiri. Setelah Vio menerima sebekan kertas di toilet, ia merasakan sebuah sensasi sangat kuat yang memberi sugesti untuk melakukan apa yang dituliskan pada isi kertas tersebut, hingga akhirnya dia terpengaruh menyebarkan virus rabies pada anak-anak di dalam bus.
Tekanan atsmofer ini begitu menyesakkan, sehingga yang lainnya pun hanya menelan ludah menyaksikan kenyataan yang ada. Ini adalah surat ancaman pembunuhan, memang sejauh ini belum ada yang terbunuh. Mengingat perbuatan yang dilakukan pada teman-teman semakin gila dan berbahaya, jelas surat ini bukan lelucon semata.
Usai melewati tol, bus diberhentikan di rumah sakit terdekat. Kenyataan ada kejadian seperti ini tentu saja tak bisa dibiarkan. Atas kesepakatan bersama semua penumpang bus harus menjalani tes kesehatan, supaya bisa diketahui siapa saja yang berpotensi terjangkit virus.
"baiklah sekarang selanjutnya siapa?" tanya dokter
"saya dok" jawab Mawar yang mengulurkan jemarinya untuk di tes darah. Hanya beberapa menit saja Mawar mengalihkan perhatiannya kepada dokter, Vio si gadis tak tau diri di belakangnya menjerit keras.
"PAANAASSS"
"PAANAAASS"
Begitulah katanya, ia merasakan panas di kelopak matanya. Terus-menerus menggaruk matanya. Padahal Mawar hanya mengalihkan perhatian semenit saja, saksi mata yang menjadi kunci dalam peristiwa ini kini dalam bahaya.
Melihat reaksi Vio, dokter melalaikan pemeriksaan Mawar dan langsung menangani Vio. Sepertinya matanya terkena iritasi yang serius, sehingga harus untuk beberapa waktu ia takkan bisa membuka matanya dan harus diperban.
Darah Mawar seakan mendidih melebih tingkat temperatur ruangan. Ia kecolongan lagi, sehingga saksi yang dia miliki dilukai oleh pelaku. Tak tau bagaimana cara si pelaku bisa menyebabkan iritasi mata pada Vio, mungkin saja bisa lewat debu udara.
Vio harus istirahat beberapa saat untuk memulihkan matanya, sehingga ia harus menjalani rawat inap. Atas kesepakatan semua siswa perjalanan dihentikan sehari demi mendapatkan informasi yang lebih lengkap dari Vio, karena menurut Mawar Vio adalah saksi penting untuk bisa menemukan si pelaku.
Gelapnya ruangan Vio tak segelap pandangannya, bahkan ia tak tau kalau kini sedang bulan purnama. Usai bercakap-cakap dengan Mawar, kini Vio benar-benar merasa sendirian. Ruangannya menjadi hening, samar-samar ia mendengar langkah kaki.
"AKU AKAN MEMBUNUHMU"
Bisikan suara pada telinga Vio mengagetkan dirinya. Ini bukan becandaan! Dia menjadi panik tak karuan. Karena matanya yang diperban ia tak bisa melihat arah. Dia berusaha kabur dari ranjang, berkali-kali ia menabrak meja dan kursi.
"ARRRGGHHH"
Satu sayatan pada lengan kanannya membuatnya semakin yakin bahwa kondisinya dalam bahaya. Vio berusaha melempar barang apa saja yang di sekitarnya berharap mengenai sang pelaku. Setelah semua lemparan itu, Vio tak lagi bisa merasakan kehadiran pelaku, mungkin salah satu barang telah melukai pelaku.
Ia merangkak dan meraba-raba dinding, tangan mulusnya itu meraih sebuah gagang. Rasanya seperti gagang pintu, ia berusaha meyakinkan dirinya. Sangat yakin ia membuka gagang itu dan berlari keluar.
Sungguh naif, nahas hidupnya ia terjatuh dari lantai tiga salah mengira gagang yang diraihnya bukanlah gagang pintu, tapi gagang jendela yang menghubungkan ke balkon.
Dari balik jendela pelaku semringah melihat Vio jatuh.
"MISI SELESAI"