webnovel

Bab 61

"Lama banget dik." tegur Ambar.

"Iya nih mbak, ngantrinya panjang banget. Eh dedek bayi nya nen terus sih."

"Namanya juga bayi dik."

"I-iya juga sih. Bayiku juga nen terus."

"Bayi yang mana?" Ambar bingung.

"Bayi besar wkwkwkwk."

"Sembrono."

Tuan Arjun kebetulan tidak berada di sana. Dia sedang pergi ke kantornya untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan penting yang harus segera ia selesaikan.

Baby Kheesa dan Ambar tertidur meninggalkan Dinda yang masih terjaga. Ia masih setia menunggu suaminya kembali. Sampai-sampai ia tak lara untuk terlelap sebentar.

Bruuuughh..

Terdengar di depan ruangan seseorang menabrak sesuatu hingga menimbulkan keributan. Dinda yang punya rasa penasaran tinggi tentu tidak bisa untuk berdiam diri.

Perlahan ia membuka pintunya sedikit. Tampak seorang wanita tengah bersembunyi di dekat tong sampah di ujung koridor lantai empat.

"Itu wanita yang tadi kan?"

Nampak jelas dari raut wajahnya jika wanita itu begitu ketakutan. Dengan tangan yang gemetar hebat dan buliran bening yang mengalir deras.

Dari ujung koridor yang lain, Dinda melihat dua orang tengah mencari-cari sesuatu.

Saat mereka tengah memasuki ruang inap yang kosong. Dinda segera keluar untuk menarik wanita itu. Membawanya masuk ke dalam ruang inap kakak sepupunya untuk membantunya.

Wanita itu mengerti apa yang di maksud oleh Dinda, ia bersembunyi di belakang sofa agar tidak ketahuan.

Dinda membuka majalah dan pura-pura membacanya. Dari sudut matanya, dia bisa tau jikalau para penjahat itu tengah mengintip ke dalam ruangan itu.

"Nggak mungkin di sini. Itu adalah tempat orang kaya. Lihat, wanita itu saja tampak tenang membaca majalah." kata salah satu penjahat itu.

"Sialan, kemana dia kabur."

"Pasti belum jauh. Ayo cepat segera kita temukan dia."

Kebisingan di luar tentu membuat wanita itu ketakutan. Dinda menengok wanita yang tengah meringkuk di belakang sofa itu.

"Sudah aman, kamu boleh keluar."

Wanita itu menggeleng. Dinda mengerti situasinya. Menyobek sampul majalah, mengambil lakban dan menempelkannya ke pintu, agar tidak ada yang bisa melihat ke dalam dari luar.

"Lihat, sudah aman. Kamu bisa keluar. Pintunya juga sudah ku kunci."

Wanita itu dengan ragu bangkit kemudian berdiri di hadapan Dinda.

Sementara Ambar, dia sudah bangun sejak keributan yang Dinda buat. Untungnya Ambar cepat menyadari situasi. Dia memilih bungkam dan hanya menjadi penonton yang baik.

"Kenapa denganmu. Luka-luka ini? Bukan karena kecelakaan kan?" tanya Dinda.

Wanita itu hanya menunduk, dia begitu enggan untuk memperlihatkan wajahnya yang babak belur.

Ambar yang sudah bisa turun dari ranjang sendiri, meski jalannya masih di seret. Akan tetapi dia juga sepertinya iba dengan keadaan wanita asing di ruangan inapnya itu.

Ambar ikut bergabung dengan duduk di samping Dinda. Memperhatikan wanita itu dengan seksama.

"Angkat wajahmu." kata Ambar lembut.

"Tidak apa, kami hanya ingin menolong mu."

Dinda menatap Ambar bingung. Wanita sama sekali tidak bisa di ajak kerja sama sekarang.

Ambar yang begitu penasaran dengan wajahnya. Sampai memiringkan kepalanya agar bisa dengan jelas melihat lekuk wajah wanita itu.

"Loh kamu ini Tania kan?"

Wanita itu mengangkat wajahnya saat seseorang mengenalinya.

"Kenapa denganmu dik?" tanya Ambar khawatir.

"Tunggu mbak kenal?" tanya Dinda.

"Iya, kemarin sebelum kejadian itu Okta membawa Tania ke rumah dan memperkenalkan nya kepada kami semua." jawab Ambar.

"Mbak Ambar."

"Oh.. Kamu pacarnya Okta?"

Wanita itu terdiam sejenak, meremas-remas jari-jarinya "Sekarang bukan mbak." kata Tania lirih.

"Bima yang membuatmu begini?"

Pertanyaan Dinda membuat Tania ciut nyalinya. Mengangguk perlahan, mengiyakan pertanyaan Dinda.

"Lagi-lagi bajingan itu mbak." Dinda menatap Ambar yang juga sedih dengan keadaan Tania.

Dinda berdalih duduk di samping Tania. Mengusap air matanya dan memeluknya.

"Kamu jangan takut ya, mbak Dinda akan menolong kamu." kata Dinda sembari mengusap pelan punggung Tania.

Tania menangis tersedu-sedu di perlakukan seperti itu. Bagaimana tidak, setelah apa yang ia alami. Yang paling di butuhkan saat ini tentu dukungan dari orang-orang yang ia kenal.

Dinda mencoba menenangkan Tania agar tidak khawatir lagi. Setidaknya sekarang dia ada di bawah pengawasannya.

"Jangan takut lagi ya Tania, aku sudah berjanji pada Okta untuk menyelamatkanmu dari si brengsek itu."

"Makasih mbak. Tapi tolong jangan beritahu Okta tentang keadaanku yang sekarang ini. Bilang saja aku sudah sah menjadi istri Bima."

"Kenapa? Apakah kamu tidak mencintai adikku itu?"

"Justru karena aku sangat mencintainya mbak. Aku juga sadar sekarang aku sudah tidak pantas dengannya. Aku kotor mbak, aku sudah tidak suci lagi."

Dinda memeluk Tania kembali "Bajingan itu benar-benar!!"

Tok.. Tok.. Tok.. Tok..

Mereka semua terkejut saat pintu di ketuk dari luar.

Dinda menyuruh Tania untuk bersembunyi sebelum memastikan situasinya aman.

Ceklek.. Kemudian Dinda membuka pintu itu.

"Nah loh. Kenapa tertutup sekali pintu ini."

Ternyata itu adalah tuan Arjun Saputra yang datang, dengan membawa tentengan besar di tangannya ia menerobos masuk tanpa permisi.

"Ada apa ini, kenapa aku merasa canggung sekali di sini?"

Tania keluar dari persembunyiannya saat Dinda memberikan kode padanya.

"Siapa dia sayang?" tanya tuan Arjun pada Dinda.

"Dia Tania." jawab Dinda.

"Kamu ini, dia Tania pacarnya Okta. Kamu lupa ya sayang? Kan kamu yang berjanji untuk menyelamatkannya bukan?"

"Ah jadi kamu Tania yang itu. Lalu kenapa dia bisa ada di sini sayang? Dimana kamu menemukannya."

Dinda menepuk jidatnya karena kesal. Lalu menarik lengan tuan Arjun untuk segera duduk. Dan menceritakan kronologi yang telah terjadi di sana padanya.

"Hemmmm seperti itu ya?" kata tuan Arjun sembari bertopang dagu.

"Jadi apa rencanamu sekarang?" tanya Dinda.

"Apalagi, lagi pula dia sudah ada di sini bersama kita sayang."

"Tapi sayang anak buah Bima ada di sini sekarang sayang."

"Kamu tenang saja sayang, biar ini menjadi urusanku. Sementara itu kamu berdiam diri saja di sini. Karena tempat ini yang paling aman untukmu saat ini."

"Tapi jika kamu tidak muncul di depan bajingan itu, bagaimana dengan nasib kedua orang tuamu nanti?" tanya Dinda.

"Kalian tidak perlu khawatir. Mereka sudah berada di tempat paling aman bersama tuhan." kata Tania lirih.

"Maksudmu? Mereka.."

"Mereka di bunuh oleh pria itu tepat di depan mata kepalaku sendiri mbak."

"Kenapa?"

"Itu juga aku yang salah mbak. Bima marah karena aku terus menolak untuk melayaninya. Dia melampiaskan rasa kecewanya pada orang tuaku. Mereka di tembak tepat di kening mereka." dengan sesenggukan Tania menceritakan peristiwa kelam yang telah di alaminya.

"Biadab!!" umpat Dinda.

"Mbak lupakan saja tentang kedua orang tuaku. Sekarang mbak harus fokus memikirkan cara untuk menyelamatkan om Ferdi."

"Apa kamu bilang?" Dinda terkejut ketika nama ayahnya di sebut.

"Om Ferdi di sekap di markasnya mbak. Dia sekarat di sana. Terus di siksa bak binatang dengan sangat keji."

Seketika Dinda mengepalkan kedua tangannya, dia begitu marah dengan apa yang di sampaikan Tania padanya.

"Apakah kamu tau dimana letak markasnya?" tanya tuan Arjun menyela.

"Sayangnya aku tidak tau dimana markas itu berada. Ketika aku datang dan pergi, mereka selalu menutupi mataku agar tidak bisa melihat apapun."

Siguiente capítulo