webnovel

BAB 21 BERJUMPA

Dia berbalik, siapa dia? Itu bukan Aryo. Dimana dia? Ada rasa kecewa yang menggelayut di dadaku.

Langkahku terhenti. Dia melihatku. Sebelum sempat aku bicara, tiba-tiba seseorang menarik tanganku dari belakang. Aku hampir terpekik terkejut, tapi tangan itu begitu sigap membekapku sebelum aku sempat berteriak.

"Apakah kau yakin masih ingin berteriak?"

Suara itu begitu lembut. Bisikan itu menyejukkan, seperti candu yang membuai hatiku. Aku pejamkan mataku menikmati sensasinya. Aku terlalu merindunya. Air mataku menitik, membasahi jemari yang masih membekap mulutku.

Ini adalah suara cintaku. Suara yang kurindukan sepanjang waktu.

Aku ingin melihatnya, tapi dia tidak mengijinkanku berbalik. Dia menarikku lebih dalam kedalam kandang. Bau menyengat membuatku setengah mati menahan mual.

Dia membalikkan badanku. Aku melihat wajahnya. Wajah itu masih seperti yang kuingat, wajah yang selalu ingin kulihat setiap aku membuka mataku. Aku menangis tertahan.

"Ssshhh... jangan menangis. Margaret, maafkan aku, aku tidak mampu berbuat banyak. Kraton menekan keluargaku. Maafkan aku terlambat untuk menemuimu."

Dia melihat sekeliling dengan was-was. Sepertinya pria kurus didepan kandang juga orangnya Aryo.

"Bawa aku pergi...." rengekku dalam tangis.

"Tentu... tentu... tapi mohon bersabarlah. Aku sedang mencari cara, agar keluargaku juga tidak menderita. Aku tidak mau keluargaku yang dihukum karena perbuatanku. Maafkan aku, sayang.. "

Ah... kata-katanya benar-benar membuaiku. Aku hanya mampu mengangguk.

Kembali rasa mual menguasaiku. Aku ingin berkata sesuatu, tapi khawatir jika membuka mulut, maka aku akan muntah begitu saja.

"Kamu kenapa?" tanyanya dengan wajah khawatir

Mungkin wajahku tampak pucat, menahan muntah yang serasa sudah diujung. Kututup rapat-rapat mulutku. Aku hanya menjawabnya dengan gelengan dan mata berkaca-kaca.

"Kau tidak tahan baunya?" dia tersenyum geli memandangku. Senyum indah yang selalu kurindukan.

Dia menarikku lebih jauh. Ada sekat-sekat bambu yang agak rusak. Dia berusaha mengangkatnya untuk membiarkanku melewatinya.

Ketika aku menundukkan tubuhku, aku mendengar keributan dari arah luar kandang.

"Apa yang dilakukan putriku didalam sana!?"

Itu suara Papa. Dari nada suaranya, kelihatannya dia sangat kesal.

"Kau pergilah!" bisikku panik "Cepat!"

Aku mendorong tubuhnya. Dia masih menggenggam tanganku.

"Cepatlah!"

"Margaret, aku... "

Aku mendorongnya lebih keras sebelum dia menyelesaikan kalimatnya.

"Aku juga mencintaimu. Selalu." kataku cepat.

Aku segera berbalik dan berlari dari tempat kita sebelumnya. Aku lupa sesuatu. Aku berhenti dan menoleh, dinding bambu itu sudah tertutup.

'Aryo, aku mengandung anakmu.'

Kata-kata itu belum sempat kusampaikan.

Aku berlari ke arah pemerahan susu.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Papa marah

Aku menoleh malas dan kemudian beranjak dari ember susu yang masih separuh.

"Aku hanya ingin membuat keju." kataku santai. "Aku perlu memilih susu dari sapi yang tepat. Aku pernah merasakan fermentasi keju yang sangat bagus di het huis van oma." tambahku. "Apa Papa tahu?"

Papa hanya diam memandangku. Dia menghela nafas lega.

"Disini terlalu kotor. Aku tidak ingin kamu sakit. Ayolah kembali. Kamu cukup tunjuk sapi mana yang menurutmu baik, biar slaven yang mengurusnya." kata Papa.

Aku mengangguk.

"Tapi aku harus tetap kontrol cara pengambilannya." kataku meyakinkan. "Aku tidak mau ada kesalahan dalam pengambilannya."

"Harus seperti itukah?" tanya Papa dengan nada bingung.

"Ya... tentu saja, Papa."

Aku kembali dengan lega. Sementara ini Papa cukup percaya dengan kata-kataku. Tapi bagaimana selanjutnya? Bagaimana aku bisa lolos. Tidak kusangka hubungan kami menimbulkan masalah yang sedemikian rumit. Bahkan melibatkan dua bangsa. Kepalaku sakit memikirkannya.

Aku harus menggagalkan pernikahan ini. Aku tidak mau menikah dengan Daniel de Bollan. Aku tidak pernah ingin disentuh lelaki brengsek itu.

Hari berikutnya, aku berusaha kembali ke kandang sapi dan tempat pemerahan sapi. Pria yang kemarin tidak tampak disana. Anak kecil yang memberiku cincin hanya berdiri dari kejauhan memandangiku. Aku mendekatinya. Dia segera bersembunyi dibalik pintu. Dia menghindariku. Aku tidak melanjutkan langkahku. Aku kembali menuju kandang. Ada dua orang budak disana. Mereka tidak memahami bahasaku. Bahkan ketika aku menggunakan Bahasa Jawa, mereka tetap tidak paham.

Kandang itu tampak jauh lebih bersih dari sebelumnya. Papa benar-benar melakukan sesuatu. Kandang itu tampak sepi. Tidak ada Aryo disana. Aku kembali dengan langkah berat. Tapi lalu teringat sesuatu.

Ya, tembok bambu!

Aku bergegas kearah itu.

Tunggu! Apa yang terjadi?

Ada beberapa pekerja yang sedang memperbaiki tembok bambu yang sudah lapuk itu.

Apakah Papa tahu?

Ada suara langkah kaki bersepatu, mengikutiku.

"Hai, calon istriku?" sapanya.

Aku tidak perlu menoleh untuk memastikannya. Daniel mengikutiku.

"Ada apa putri cantik ada di tempat kotor seperti ini?" tanyanya dengan nada mencibir "Apa mungkin mencoba bertemu seseorang?"

Apakah dia mengetahuinya?

"Kaki tangannya akan kuhukum mati!" ucapnya sambil memelukku dari belakang. Nafasnya yang panas menerpa daun telingaku dan membuatku begidik.

Aku menggigil. Dia sangat menakutkan.

"Ssshhhh... jangan takut kepadaku. Tidak akan ada yang mengambil tuan putriku, dariku." geramnya di telingaku.

Aku menggigit bibirku menahan tangis. Aku mencoba melepaskan diri dari pelukannya. Tapi dia semakin mempererat pelukannya.

"Jangan menguji kesabaranku! Aku tidak akan mentoleransi siapapun!" ujarnya sambil menyentakkan tubuhku.

Aku sedikit limbung karena sentakannya. Hampir saja aku terjatuh.

Dia berbalik dan berjalan meninggalkanku. Dia tahu aku bertemu Aryo kemarin.

Aku masih tertegun. Semua yang dia katakan membuatku bingung.

Harus bagaimana aku? Seseorang telah dikirim ke rumah pelacuran karenaku. Kali ini seseorang akan kehilangan nyawanya karenaku.

Aku merasa ngeri dengan keadaan ini. Aku kembali ke kamarku. Aku menangis sejadi-jadinya.

Aku tidak lagi memiliki siapapun disampingku.

Apakah Aryo dapat menghadapi Daniel?

Hari pernikahanku dengan Daniel telah ditetapkan. Aku menggenakan gaun pengantinku. Gaun yang dibuat khusus untukku dengan renda yang didatangkan dari Eropa tampak sangat spesial.

Hatiku terasa perih. Bukan hanya karena aku dipaksa untuk menikahi Daniel, tapi lebih dari itu. Perpisahan dengan Aryo sungguh sangat menyakitkan.

Pesta itu banyak didatangi orang-orang penting dari kumpeni dan para raja atau perwakilan raja dari daerah sekitar.

Aku menampilkan wajah mengerikan sepanjang pesta. Tidak ada satupun tamu undangan yang berani memberikan ucapan selamat kepadaku. Mereka memandangku dengan tatapan perihatin.

Ya, aku membenci ini.

Aku tidak bisa terlalu lama berada di ruangan itu. Aku segera menyingkir dari ruangan pesta itu. Aku kembali ke arah kamar yang disediakan untukku.

Aku memasuki kamar dengan dada sesak. Perutku rasanya seperti diaduk Aku tidak dapat mencapai ranjangku. Aku merasa duniaku berangsur gelap. Tapi dapat kurasakan sepasang tangan yang menangkapku saat aku terjatuh.

Siguiente capítulo