Sepertinya apa yang belakangan menjadi imajinasi Fenita benar. Sekarang dia mengetahui dengan jelas ada orang yang mengikutinya, saat dia sedang pulang sendirian naik bus. Sewaktu dia naik bus, orang itu juga naik. Saat akhirnya dia turun di halte bus dekat rumahnya, pria asing berpakaian serba hitam itu juga turun. Tidak hanya sampai disitu. Dengan menjaga jarak, pria itu mengikuti Fenita berjalan menuju rumah.
Langsung saja ketakutan memyergap Fenita. Ingin berlari, tapi dia sadar kekuatannya akan dengan mudah dikalahkan. Namun bila dia tetap berjalan seolah tidak mengetahui kalau dia diikuti, dia akan demgan mudah tertangkap. Matanya tiba-tiba terasa perih, air mata menuruni pipinya. Beberapa pemikiran negatif terlintas di benaknya.
Langkah terakhir yang sempat dipikirkan Fenita adalah meminta bantuan. Tidak mungkin dia meminta bantuan kakaknya yang berjarak bermil-mil jauhnya. Telepon polisi? Bisa saja, tapi dia tidak mempunyai bukti kalau dimintai keterangan tentang adanya penguntit. Oh ada satu orang lagi. Brendan Harris.
Dengan cekatan dia segera menelepon sang kepala pelayan itu. Dering sambungan terdengar dan suara Brendan terdengar saat tiba-tiba sebuah tangan menghalau ponsel Fenita. Membuatnya terjatuh dan menjauhi Fenita. Kekagetan segera menguasai tubuh mungil itu saat menyadari bahwa dirinya telah tertangkap. Bahkan saat dia pada akhirnya bisa mendapatkan pertolongan.
Berjalan mundur perlahan, Fenita berusaha memutar otaknya. Langkah penyelamatan apa yang bisa dia lakukan dalam kondisi seperti ini.
"Fe." suara itu tertangkap pendengaran Fenita. Suara yang familiar dan dirindukannya. Suara milik Troy Mikhaila Darren.
Benar saja, pria asing di depannya membuka masker yang sedari tadi membungkus wajahnya. Terlihat disana senyuman yang membuat jantung Fenita kalang kabut.
Meski hampir jatuh kedalam pelukannya, Fenita segera menyadarkan diri. Memanfaatkan situasi dan kelengahan pria di depannya, Fenita langsung meraih ponselnya dan berlari. Sekuat tenaga dia berteriak meminta bantuan. Beberapa orang yang mendengar teriakan Fenita langsung mendatangi Fenita, mencari tahu apa masalah yang dihadapi gadis itu.
"Dia-dia.. " bahkan fenita tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena isakan tangis. Berulang kali dia hanya menunjuk ke arah pria yang mematung di tempatnya. Seluruh tubuhnya gemetar karena ketakutan.
Beberapa orang yang memahami situasinya segera menangkap Troy dan menahannya. Tak berselang, polisi yang sudah dipanggil segera mengamankan Troy dan membawanya ke kantor polisi terdekat.
Yang lebih membuat Fenita merasa lega adalah, Brendan segera menelepon ke ponsel Fenita. Dengan isakan tangis yang tersisa, dia meminta Brendan datang menjemputnya. Mendengar sang Nona dalam bahaya, Brendan langsung bergegas menuju lokasi dimana Fenita berada.
Tak sampai lima menit, Brendan datang dengan membawa beberapa pengawalnya. Betapa terkejutnya ketika dia melihat Nona kesayangannya menangis di dalam mobil polisi. Wajahnya yang ayu menjadi pucat.
"Miss, apa yang terjadi?" tanya Brendan penuh kekhawatiran.
"Anda adalah wali dari Nona ini?" tanya sang polisi, menyela Fenita yang akan menjawab pertanyaan Brendan.
"Ya. Apa yang terjadi? Bisa tolong jelaskan?"
Sang polisi mengangguk, menjauhkan diri dari Fenita yang masih menangis. Menceritakan kejadian yang baru saja dialami gadis itu. Setelah mendengar penjelasan sang polisi, raut wajah Brendan Harris berubah. Amarah menyelimuti wajahnya yang tenang.
"Aku akan mengantar Nona kami pulang, setelah itu saya akan menuju kantor polisi." anggukan sang polisi menjadi penanda bahwa dia setuju dengan perkataan Brendan.
"Jangan cerita sama Fritz tentang kejadian hari ini. Sebisa mungkin jangan sampai kakakku tahu." ucap Fenita ketika dia bersama Brendan menuju rumahnya.
Brendan tahu apa yang dimaksudkan oleh Fenita. Setelah sekian lama mengabdikan hidupnya untuk melayani keluarga Mayer, Brendan juga sudah hapal bagaimana tabiat tuannya. Ditambah lagi sekarang dia sudah menemukan adiknya yang telah lama terpisah. Juga bagaimana posesifnya sang tuan terhadap adiknya. Dia tidak mau menambah bebas tuannya dengan masalah ini.
"Dimengerti." hanya itu jawaban Brendan saat akan beranjak meninggalkan sang nona.
...
"Apa hubungam kamu dengan gadis itu?" polisi yang bernama Carl Anderson itu terus mencecar Troy dengan pertanyaan.
Siapa kamu. Apa hubungan kamu dengan perempuan itu. Kenapa kamu menguntitnya. Bagaimana kamu bisa mengenal gadis itu. Dan pertanyaan yang menyudutkannya, seolah dia adalah seorang penguntit yang sebenarnya.
"Pak, dia istriku. Aku menemuinya karena kita sudah tidak bertemu lebih dari 6 bulan." Troy berusaha menjelaskan, tetapi sepertinya sia-sia.
"Kalau dia istrimu, kenapa kamu tidak tahu siapa namanya?" Mr. Anderson mulai curiga.
"Dia bernama Fenita Miracle, kalau bapak nggak percaya, tanya aja sama kantor catatan sipil tempat kami menikah. Aku punya bukti foto kalau kami sudah menikah." nada bicara Troy semakin meninggi.
Dengan susah payah Troy mengambil dompetnya dan memperlihatkan foto pernikahan mereka. Kedua tangan Troy masih di borgol dan itu menyulitkan Troy mengambil Foto. Untungnya Troy membawa foto itu dan menyimpannya di dalam dompet. Benar-benar hal tak terduga yang disyukuri Troy karena dirinya sempat menyimpan foto kecil itu.
Kini, yang lebih membuatnya jengkel adalah Fenita berhasil kabur. Yang sekarang berada disini untuk mewakilinya adalah orang yang bernama Brendan Harris. Laki-laki berumur lebih dari 50 tahun yang tampak tenang dan berwibawa, tapi saat menatap Troy, mata itu sepertinya bisa mencabik-cabik Troy menjadi butiran debu.
"Mr. Harris, apa benar perempuan ini bernama Fenita Miracle?" dengan wajah lelahnya, Mr. Anderson menanyai Mr. Harris, orang yang penuh wibawa dan berpengaruh.
"Aku tidak tahu. Tapi setahuku, Nona kamu bernama Freya Mayer." jawab Mr. Harris singkat.
Troy yang mendengar jawaban lelaki tua iti terkejut. Tak bisa menyembunyikan kekagetannya. Sejak kapan Fenita berganti nama menjadi Freya? Apa alasan Fenita mengganti nama?
"Sejak kapan dia berganti nama? Sewaktu kami menikah, dia adalah Fenita Miracle, bukan Freya Mayer."
Mr. Anderson menghela napas kuat-kuat. Bisa dibilang hari ini adalah hari yang sibuk untuknya karena menangani banyak kasus kecil seperti penguntitan dan juga pelecehan ditempat umum. Dia hanya ingin segera pulang dan beristirahat. Tapi orang asing bernama Troy Darren ini malah menghambat usahanya untuk segera pulang.
"Mr. Darren, sepertinya anda memiliki masalah serius dengan ingatan anda. Aku sarankan anda berisitahat di dalam sel sampai orang yang bertanggungjawab atas anda datang." dengan sekali anggukan, Mr. Carl Anderson menyuruh rekan kerjanya membawa orang itu ke dalam sel.
"Saya benar-benar minta maaf, Mr. Harris. Hal ini tidak akan terulang lagi." dengan wajah tulus Mr. Anderson meminta maaf.
Di kota kecil ini, siapa yang tidak kenal dengan keluarga Mayer? Keluarga kaya raya yang sudah menguasai kota kecil mereka secara turun temurun entah sejak berapa ratus tahun lamanya. Dan karena bantuan dari usaha keluarga Mayer, kota kecil yang dulunya terbelakang kini menjadi kota yang tidak bisa diremehkan. Sialnya, kasus buruk seperti penguntitan ini menimpa salah satu anggota keluarga Mayer. Mau ditaruh dimana muka kepolisian setempat?
Setelah memastikan bahwa kasus yang menimpa Nona-nya tidak tersebar keluar, Brendan Harris berpamitan. Berlama-lama di kantor polisi hanya akan menarik banyak atensi. Dan itu tidak baik untuk reputasi keluarga Mayer yang dijaganya.
"Jangan khawatir Mr. Harris, kami akan menjamin penjahat kecil itu tidak akan mendekati keluarga Mayer lagi. Dan juga kasus ini hanya akan berakhir di meja saya. Saya pastikan itu." ucap Mr. Anderson dengan sopan.
Brendan hanya menganggukkan kepalanya dan segera meninggalkan kantor polisi. Berusaha secepat mungkin untuk sampai ke rumah kediaman Mayer karena sebentar lagi Fritz Claudio Mayer akan segera pulang.