Ini pertama kalinya Fenita bepergian jauh. Hampir lima belas jam berada di udara membuat Fenita merasa tidak nyaman. Ditambah lagi ini pertama kalinya dia menaiki pesawat. Semua perasaan tak nyaman yang Fenita rasakan sejak pesawat mengangkasa hilang saat kakinya menginjak bumi.
Ibu, anakmu sekarang di Inggris. Doa Ibu agar ada anaknya yang bisa berkeliling dunia satu per satu terkabul.
Meski berbagai perasaan campur aduk menguras tenaga Fenita, dia tetap harus bisa bersikap tenang. Dia tidak mau mempermalukan Troy dengan penampilan yang kacau. Meskipun hanya sedikit orang yang mengenali mereka, dia tetap harus berada dalam kondisi prima dan elegan.
"Kamu akan sendiri selama beberapa hari karena ada urusan yang nggak bisa ditinggalkan. Dan aku sudah menyuruh orang untuk menemani kamu berjalan-jalan, selama aku nggak ada disini." Fenita hanya mengangguk dengan patuh mendengar setiap perkataan Troy.
Di negara asing yang jauh dari rumahnya, sebenarnya Fenita merasa khawatir. Khawatir dia akan tersesat dan tidak bisa kembali ke apartemennya. Khawatir dia akan ditinggal Troy yang kembali ke Indonesia sendirian. Dan masih banyak lagi kekhawatiran yang menyerbu pikirannya. Daribsekian kekhawatirannya, dia masih saja percaya bahwa Troy tidak akan pernah meninggalkan dirinya.
Setibanya di apartemen, hari sudah larut malam. Dengan semua kelelahan yang melanda, keduanya langsung tertidur pulas setelah membersihkan diri.
Di pagi hari, seorang perempuan muda mendatangi apartemen. Dia adalah Miss Law. Dia adalah orang yang akan menemani Fenita selama ditinggal Troy mengurusi 'urusan' yang tak bisa ditinggalkannya itu.
"Selamat pagi, saya Daniella Law." sapa perempuan itu dengan hangat dan fasih dalam berbahasa Indonesia. "Panggil saja Daniella."
"Saya Fenita." jawab Fenita singkat.
Setelah beberapa penyesuaian dan obrolan ringan, keduanya menjadi akrab. Apalagi setelah kepergian Troy yang mengurusi pekerjaannya. Kedua perempuan itu lebih bebas untuk bercakap-cakap.
Daniella mengajak Fenita untuk berkeliling disekitar apartemennya terlebih dahulu. Masih ada waktu dua minggu baginya untuk menjelajah di negara sang ratu ini.
Sekitar apartemen sangat tenang dan asri. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Fenita. Beberapa anak berlarian di taman yang ada di samping gedung apartemen berlantai 10 itu. Melihat mereka berlari dan tertawa dengan lepasnya, Fenita menjadi teringat dengan adik-adiknya di panti.
"Aku juga punya beberapa adik di Indonesia." ucap Fenita tak lepas dari anak-anak itu.
"Keluarga anda pasti saling menyayangi." tukas Daniella lembut.
"Iya, karena kami hanya saling memiliki." Fenita tersenyum.
Keduanya lalu melanjutkan perjalanan mereka menuju pasar terdekat. Walaupun judulnya pasar tradisional, tetapi pasar itu jauh dari bayangan Fenita. Tidak seperti pasar tradisional yang ada di Indonesia. Benar-benar bersih dan penuh warna.
Melihat pemandangan di depannya, insting berbelanja Fenita membubung tinggi. Seperti lepas kendali, Fenita segera menarik tangan Daniella dan berkeliling pasar dengan takjubnya. Tak lupa, dia membeli beberapa bahan makanan untuk mereka makan nanti malam.
"Anda suka memasak?" Daniella tampak kaget melihat reaksi Fenita.
Dengan senyum simpulnya, Fenita menganggukkan kepalanya. "Aku mulai belajar memasak setelah menikah. Karena tidak ada kerjaan lain."
"Chef terkenal di dunia pun pada awalnya mereka hanya seorang pemula."
Perkataan Daniella membesarkan hati Fenita. Yah, meskipun dia tidak berniat untuk menjadi chef profesional. Paling tidak, dia bisa menyajikan makanan buatannya untuk keluarga kecilnya.
...
Setelah jetlag-nya menghilang, Troy memulai rencananya. Dia mulai mencari keberadaan Belle di Liverpool. Dengan bantuan informannya, Troy sudah berada di Liverpool dengan cepat.
Di dalam hotelnya, dia sibuk mengamati foto yang diambil oleh para informannya. Meski tidak terlalu jelas, Troy bisa mengenali gadisnya dengan jelas. Belle yang putih dan tinggi, dengan rambut coklatnya yang panjang. Lalu hidungnya yang mancung dan matanya yang cemerlang.
Iya, itu Belle yang selama ini dia kenal. Belle-nya.
Kebahagiaan yang membuncah dihati membuat Troy tak henti-hentinya tersenyum. Namun setelah mengamati beberapa fotonya lebih teliti, dia mendapati ada sesuatu yang janggal.
"Siapa laki-laki yang ada di kursi pengemudi?" Troy mengusap rahangnya yang mulus.
Untuk memecah rasa penasarannya, Troy menghubungi informannya.
"Datang ke kamar saya." Troy memerintah.
Tak berselang lama, pintu kamar hotel diketuk.
"Masuk." suara Troy terdengar dingin.
Dengan sigap sang informan masuk ke dalam kamar Troy. "Yes, Sir."
"Siapa lelaki yang bersama Belle? Dia selalu ada bersama Belle disetiap fotonya." Troy tidak berbasa-basi.
"Beliau adalah suami Miss Belle." jawab sang informan.
Bagai angin kencang yang melanda, hati Troy serasa bergemuruh. Otaknya tiba-tiba terasa seperti server yang down. Blank, tidak dapat memroses informasi yang diterimanya.
"Miss Belle menikah dengan Mr. Ammari Hasan setahun yang lalu. Kami mengenali beliau dari foto pernikahan yang tersebar diinternet maupun surat kabar setempat." sang informan menjelaskan tanpa diminta oleh Troy.
Hasan? Ammari Hasan yang itu?
Pikiran Troy berkecamuk tak karuan. Kalau laki-laki itu adalah Ammari Hasan, Troy pada akhirnya sadar kenapa Belle meninggalkan dirinya.
Untuk apa perempuan itu terus bersama dengan lelaki yang biasa saja saat dia bisa mendapatkan sang raja bisnis di Inggris. Ternyata diatas langit masih ada langit.
Troy hanya menganggukkan kepalanya dan menyuruh sang informan meninggalkan dirinya sendiri.
Ini adalah hari yang sangat dia tunggu. Hari dimana akhirnya dia bisa bertemu dengan pujaan hatinya. Hari dimana dia bisa kembali bersama dengan pujaan hatinya. Tapi faktanya, pujaan hatinya telah memiliki kekasih hati yang lain. Yang lebih dari apa yang dimiliki Troy.
Sedih. Kecewa. Putus asa. Marah. Frustasi. Menyesal. Mengutuk diri sendiri.
Dalam heningnya malam, Troy memandang langit yang berbintang malam ini. Kini dia berada di bawah langit yang sama dengan Belle, dan tinggal selangkah lagi bagi dirinya dan Belle untuk bersatu. Tapi kenapa Tuhan malah berkehendak yang lain?
"WHY?!" teriakan Troy meraung di dalam kamar.
Rasa frustasi yang mendekam di dalam dirinya seolah keluar tanpa bisa dibendung lagi. Seluruh ruangan kamarnya tak luput dari pelampiasan emosi Troy. Tak ada sejengkalpun yang selamat.
Dalam kesedihannya, Troy lalu memesan dua botol wine dan menghabiskan malam dengan kedua botol itu.
Biasanya dia akan melewatkan malam dengan memikirkan Belle sebelum akhirnya kelelahan dan pergi tidur. Tapi sekarang, bahkan dia tidak ingin otaknya memikirkan gadis itu. Bukan, sekarang dia bukan gadis lagi. Dia sudah menjadi Nyonya Hasan yang terhormat.