webnovel

1912-1932: I Love You, Maria Van Der Wijk

Historia
Terminado · 192.4K Visitas
  • 18 Caps
    Contenido
  • 4.9
    32 valoraciones
  • NO.200+
    APOYOS
Resumen

Raden Arya Adinata telah mencintai adik angkatnya Maria hampir seumur hidupnya. Tahun 1912, Arya, cucu bupati Bandung, yang baru berusia dua tahun menemukan bayi dalam keranjang diletakkan di depan rumahnya. Bayi perempuan itu kemudian dijadikan anak angkat keluarga Adinata dan dipanggil Maria. Arya dan Maria tumbuh sangat dekat. Sesudah lulus ELS di umur empat belas tahun, Maria akan dipingit dan dijodohkan. Hal itu membuatnya sangat resah. Maria yang jenius sangat ingin melanjutkan sekolah dan kemudian menjadi dokter. Arya berusaha memikirkan jalan keluar dan melakukan segala cara agar Maria tetap diizinkan bersekolah. Ketika Maria hendak dikawinkan dengan seorang bupati tua sebagai istri ketiganya, Arya bahkan rela dijodohkan dengan gadis pilihan kakeknya agar pernikahan Maria dibatalkan. Bagaimanakah nasib kisah cinta Arya dan Maria di tengah kungkungan tradisi keluarga bangsawan kolot di masa penjajahan kolonial Belanda? Apakah kebahagiaan akan menghampiri mereka? --------- Follow FB Page "Missrealitybites" untuk ngobrol dengan saya tentang novel-novel saya: 1. The Alchemists 2. Ludwina & Andrea 3. Katerina 4. Glass Heart : Kojiro - Nana 5. 1912-1932 6. Altair & Vega 7. Kisah dari Kerajaan Air 8. Finding Stardust

Chapter 1Bayi dalam Keranjang

Bandung, Februari 1912

.

Suasana pagi itu di rumah keluarga Adinata tampak ramai. Beberapa pembantu dan tukang kebun diperintahkan untuk keluar mencari informasi dari tukang dokar, tukang sayur, pedagang keliling, dan tetangga di seputar Dagoweg*.

Seorang tukang koran yang lewat dengan sepeda ontelnya pun diberhentikan oleh penjaga rumah Adinata dan diinterogasi, apakah ia melihat orang mencurigakan di sekitar lingkungan mereka dan ia menggeleng.

Nyonya rumah yang berparas cantik dan mengenakan kebaya mahal tampak kalut menggendong bungkusan kain yang mirip bayi di pangkuannya, dan terlihat keranjang besar tergeletak di dekat gerbang. Putranya yang baru berusia dua tahun memegangi kain gendongan bayi itu sedari tadi, tidak mau melepaskannya.

"Kemungkinan bayi ini ditaruh di depan gerbang waktu para penjaga shalat subuh, Raden Ayu," kata kepala penjaga rumah dengan tampang menyesal, "dan kebetulan langsung ditemukan oleh Raden Arya. Kami sudah berkeliling mencari keterangan tetapi tidak ada yang melihat orang mencurigakan. Apakah Raden mau saya bawa bayi itu ke komis polisi biar mereka yang bawa ke panti asuhan?"

"Ya ampuunn....kasihan sekali kau, Nak..." Raden Ayu Nyimas Nawangwulan, nyonya rumah Adinata memandang prihatin bayi berkulit putih dan bermata cokelat dalam gendongannya.

Ini bukanlah kasus yang jarang terjadi. Entah ini perbuatan perempuan pribumi yang menjalin hubungan dengan seorang tuan Eropa dan menghasilkan anak di luar nikah, atau perempuan itu diperkosa hingga hamil dan untuk menutupi malu, anaknya pun dibuang ketika lahir.

Banyak anak yang bernasib serupa dan kini menghuni panti asuhan di pinggir kota. Mereka tidak bisa menyembunyikan jati dirinya karena kulit mereka putih kekuningan dan wajah setengah Eropa.

Nyimas pernah berkunjung ke salah satu panti tersebut bersama ayahnya ketika ia masih kecil, tidak pernah menduga seorang bayi seperti itu akan diletakkan di depan rumahnya.

Ia sadar, kedudukannya sebagai putri bangsawan dari keluarga berpengaruh mungkin menjadi pertimbangan ibu si bayi, sehingga memilih meletakkan keranjang berisi bayinya di gerbang rumah keluarga Adinata. Mungkin ia berharap keluarga mereka akan jatuh sayang kepada bayinya dan memelihara anak itu dalam segala berkecukupan.

Nyimas tidak tega mengirim bayi itu ke panti asuhan. Tetapi ia harus tunduk kepada suaminya. Ia membayangkan setelah mendengar tentang bayi yang dibuang di depan rumah mereka, suaminya akan mengirim bayi itu ke panti asuhan.

Meski begitu, dibawanya juga bayi itu masuk dan ditunjukkannya kepada suaminya yang sedang duduk memeriksa kasus yang ditanganinya di kantor jaksa.

Dugaan Nyimas benar. Ketika mendengar perihal bayi yang dibuang di depan rumahnya, Raden Panji hanya geleng-geleng kepala dan merutuk pelan kepada siapa pun yang tega membuang bayi seperti itu. Namun, ketika Nyimas membawa bayi itu mendekat, pandangan Raden Panji terpaku melihat mata bulat bayi perempuan itu menatapnya penuh harap.

Tangan bayi mungil itu mengayun dan menyentuh wajahnya tanpa sengaja. Ketika Raden Panji mengangkat tangan untuk menyentuh wajah bayi itu, entah kenapa tangan mungilnya sigap memegang telunjuk Panji, dan tidak mau melepaskannya.

Raden Panji terpaku dan menatap bayi itu dalam-dalam, hatinya meleleh saat tiba-tiba bayi itu tersenyum seperti malaikat dan menggenggam telunjuknya lebih erat.

Bayi yang tadinya bernasib malang itu tiba-tiba menjadi bayi paling beruntung di Hindia Timur. Raden Panji jatuh sayang kepadanya dan menolak mengirimnya ke panti asuhan. Dengan persetujuan istrinya, keluarga kecil Adinata akhirnya merawat anak itu seperti anak kandung sendiri.

Sang kakek yang saat itu berkedudukan sebagai bupati memberinya nama Paramita, tetapi karena wajahnya yang setengah Eropa, ia lebih sering dipanggil dengan nama Maria oleh ayah angkatnya. Pada masa itu Marie Curie baru memperoleh hadiah Nobel-nya yang kedua, dan Ayah sangat terinspirasi memiliki anak perempuan yang pintar.

Arya sangat menyukai bayi itu dan selalu mencuri waktu bermain dengannya kapan pun ia mendapat kesempatan. Saat mereka tumbuh bersama, Arya selalu mengajaknya ke mana pun ia pergi, termasuk bermain perang-perangan dengan teman-temannya.

Sebagai anak keluarga bangsawan mereka mendapat kehormatan bersekolah di ELS (Europeesche Lagere Shool) yang hanya menerima anak-anak Eropa. Sejak kelas satu ELS, semua teman sekolah mereka sudah mengenal Maria dan Arya sebagai cucu mantan bupati yang mendapat hak istimewa bersekolah di sekolah Belanda.

Mereka dikenal baik dan disukai semua orang. Tidak satu pun orang mempermasalahkan warna kulit mereka yang berbeda, sehingga Maria pun abai dengan kenyataan bahwa sebenarnya ia tidak mirip dengan keluarganya.

.

.

*Dagoweg = Jalan Dago (dalam bahasa Belanda "weg" artinya "jalan")

También te puede interesar

NITYASA : THE SPECIAL GIFT

When death is a blessing. Bagaimana jika lingkup sosial kita di isi oleh orang-orang menakjubkan? Diantaranya adalah orang yang mempunyai anugerah di luar nalar. Salah satunya seorang bernama Jayendra yang berumur lebih dari 700 tahun dan akan selalu bertambah ratusan bahkan ribuan tahun lagi. Dia memiliki sebuah bakat magis yang disebut Ajian Nityasa. Kemampuan untuk berumur abadi. Mempunyai tingkat kesembuhan kilat ketika kulitnya tergores, tubuh kebal terhadap senjata dan racun, fisik yang tidak dapat merasakan sakit, serta tubuh yang tidak menua. Namun dari balik anugerah umur panjangnya itu, gejolak dari dalam batinnya justru sangat berlawanan dengan kekuatan luarnya. Pengalaman hidup yang dia lewati telah banyak membuatnya menderita. Kehidupan panjang tak bisa menjaminnya untuk bisa menikmati waktunya yang melimpah. Kebahagiaan tak lagi bisa dia rasakan. Dari semua alasan itu, maka baginya kematian adalah hal yang sangat ia damba. Tetapi malaikat pencabut nyawa bahkan tak akan mau mendekatinya yang telah dianugerahi umur abadi. Pusaka yang menjadi kunci satu-satunya untuk menghilangkan Ajian Panjang Umur itu telah lenyap ratusan tahun lalu. Maka jalan tunggal yang harus ditempuh adalah kembali ke masa lalu. Tidak, dia tidak bisa kembali. Orang lain yang akan melakukan itu untuknya. Seorang utusan akan pergi ke masa lalu bukan untuk merubah, tetapi untuk menguji seberapa besar batasan kepuasan manusia. Masa lalu berlatar pada awal abad 13 di Kerajaan Galuh pada masa kepemimpinan Maharaja Prabu Dharmasiksa. Di zaman itulah misi yang semula hanya untuk mengambil sebuah pusaka seolah berubah menjadi misi bunuh diri. Kebutaan manusia akan sejarah membuatnya terjebak pada konflik era kolosal yang rumit. Mampukah mereka melakukannya? Atau akan terjebak selamanya?

Sigit_Irawan · Historia
4.9
240 Chs