webnovel

HATI SEORANG BAGAS

Ini adalah sebuah kejutan yang sangat membagiakan bagi Elina. Bagaimana tidak, setelah sekian lama Elina selalu membujuk Bagas untuk melakukan terapi pada kakinya, Bagas sama sekali tak bergeming tetap pada kediamannya. Dan kini tanpa Elina minta Bagas sendiri yang mengungkapkan keinginannya untuk mencoba terapi pada kakinya yang lumpuh sementara. Dan itu berita yang sangat membahagiakan dan membuat Elina terharu sampai menitikkan airmata bahagia.

Di dekapnya kedua pipi Bagas dengan kedua tangannya, dengan penuh bahagia Elina.

"Sungguh mama sangat bahagia mendengar hal ini sayang, kapan terapinya di mulai nak?" tanya Elina.

"Kalau bisa hari ini Ma , lebih cepat lebih baik. Emm... tapi, apakah Nicky bisa menemaniku untuk terapi Ma?" ragu Bagas bertanya.

"Ya tentu saja, Nicky bisa menemanimu Nak. Tapi jadwal Nicky bisa nya siang sehabis mengajar." jawab Elina.

"Bukannya memang Nicky memang bekerja padamu sayang?" tanya Elina balik.

"Ya Ma... maksudku, apakah Nicky mau menemaniku karena untuk terapi tidak termasuk dalam pekerjaan kantor." Bagas nampak gelisah.

Melihat kegelisahan di mata putranya Elina mencoba menenangkan hati Bagas.

"Jangan gelisah Nak, Nicky pasti menemanimu walau tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, malah mama sangat yakin Nicky pasti senang karena kamu mau untuk melakukan terapi." Elina menjelaskan penuh keyakinan.

"Benarkah itu Ma?"

Elina mengangguk dengan senyum bahagia, karena dia semakin yakin kehadiran Nickylah yang membuat putranya Bagas mempunyai semangat hidup lagi.

Di belainya rambut Bagas penuh kasih.

"Coba kamu telpon Nicky untuk memberitahu hal ini, pasti dia akan senang." Elina memberi semangat.

Bagas mengangguk pelan, kemudian dia mengambil HP dari dalam kantong celananya. Di tekannya nomor kontak Nicky dan di tekannya untuk segera menelpon.

Ada nada terdengar panggilan, namun belum ada tanda di angkat oleh Nicky. Beberapa detik kemudian terdengar suara Nicky di seberang sana.

Terdengar suara agak ramai di sana, mungkin karena memang suara-suara murid Nicky yang hilang timbul.

"Ya... ada apa Gas?" tanya Nicky agak berteriak.

"Apakah siang ini kamu bisa menemaniku untuk terapi?" ragu Bagas mengatakannya hingga suaranya tertelan, berharap Nicky tidak mendengarnya.

Tapi Nicky telah mendengarnya walau suara Bagas nyaris tak terdengar. Dan itu membuat terkejut Nicky di sana. Nicky sampai menutup mulutnya dengan salah tangannya.

Matanya tiba-tiba tanpa sadar sudah berkaca-kaca. Hatinya sungguh sangat senang mendengar berita dari Bagas.

Dalam hati Nicky, Bu Elina pastilah yang sangat bahagia dengan semua ini. Nicky sudah membayangkan semoga Bu Elina akan selalu bahagia dan tidak akan bersedih lagi.

"Nick, apa kamu mendengar apa yang aku katakan?" tanya Bagas, sungguh gelisah karena belum ada jawaban juga dari Nicky.

"Ya... tentu saja, aku mau menemanimu Gas. Ini...sungguh mengejutkan buatku." kata Nicky di seberang dengan penuh semangat.

Bagas melepas senyum mendengar jawaban Elina. Kembali hatinya bergemuruh hebat, jantungnya berdetak dua kali dari biasanya. Elina yang berada di depan Bagas bertanya lewat isyarat matanya, bagaimana jawaban Nicky.

Bagas memberi jawaban berupa kode jari jempolnya pertanda Nicky bersedia menemaninya.

Elina tersenyum, wajahnya nampak terlihat sangat bahagia. Doanya selama ini telah di dengarkan Allah.

Setelah mendengar jawaban Nicky dan mengucapkan beberapa kata. Bagas mematikan panggilannya dan menatap Elina mamanya dengan wajah yang memerah.

Elina duduk di depan Bagas mengusap pipi putranya dengan airmata bahagia.

"Semoga kamu segera bisa berjalan sayang." ucap elina parau menahan tangis bahagia.

"Trimakasih Ma, doakan ya Ma...agar Bagas bisa secepatnya bisa berjalan." kata Bagas memohon manja.

Elina tersenyum, mencoba untuk menggoda putranya. Elina ingin tahu, apakah perubahan ini karena Nicky atau bukan. Elina ingin memastikan.

"Tentu Nak, mama selalu berdoa untukmu sayang. Sekarang jawab Mama dengan jujur, apakah putra mama kembali seperti karena sedang jatuh cinta?"

Pertanyaan Mamanya, langsung membuat wajah putih Bagas memerah seperti kepiting rebus.

Bagas menelan air ludahnya yang sebenarnya tidak ada. Mata Bagas menyorot lemah, sama sekali dia tidak bisa menjawab pertanyaan Mamanya.

Bagas sendiripun bingung dengan hatinya, Apakah dia jatuh cinta pada Nicky atau tidak. Yang Bagas tahu dan bisa di rasakannya , perasaan nyaman dan tenang, dan kemudian berlanjut dengan jantungnya yang selalu tak beraturan itu juga di rasakannya dulu saat bersama Aya.

Perasaan yang dulu Bagas rasakan, sekarang di alaminya kembali dan itu seperti dejavu bagi Bagas.

Sentuhan Mamanya di tangannya membuat Bagas tersadar dan mendongak menatap Mamanya.

"Ma, Bagas tidak sedang jatuh cinta lagi. Tapi perasaan yang Bagas punya dulu telah kembali Ma, dan Bagas yakin dengan perasaan yang sama ini." Bagas mencoba menjelaskan pada Mamanya tapi bingung untuk memulainya darimana.

Kening Elina berkerut, mencoba mencerna apa yang di bilang Bagas barusan. Tapi tetap Elina tidak bisa mengerti maksud Bagas.

"Maksudnya apa sayang?" apa kamu mau bilang jika perasaamu sekarang hadir pada wanita yang sama?" Elina bertanya dengan apa yang di pikirannya, dia sangat paham benar dengan hati putranya.

"Ya Ma." jawab Bagas lemah, masih dengan kebingungannya juga.

"Siapa Nak? kalau mama memperhatikan bukannya kamu jatuh cinta pada Nicky? tapi sekarang kenapa kamu bilang perasaanmu hadir lagi pada wanita yang sama?"

Bagas terhenyak sejenak dan rasa malu merambati wajahnya kembali, hanya karena tebakan mamanya yang mengatakan dia jatuh cinta pada Nicky.

Bagas tidak bisa menyebunyikan rasa malunya lagi, dan memang Bagas tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari Mamanya dari sejak kecil.

"Ya ma...mungkin mama benar, Bagas sepertinya jatuh cinta pada Nicky, tapi apa yang Bagas rasakan saat pertama kali bertemu dengannya dan kemudian mengenalnya lebih dekat, Nicky sepertinya mirip dengan Aya Ma. Walaupun Bagas tidak tahu wajah Aya sekarang, tapi perasaan dan hati yang Bagas rasakan pada Nicky sekarang sama dengan yang Bagas rasakan pada Aya dulu." Bagas berusaha menjelaskan pada Mamanya. Dan Bagas tahu pasti Mamanya juga bingung seperti dirinya.

Elina mendengarkan penuh perhatian apa yang di rasakan putranya. Dan sedikit Elina menangkap maksud dari cerita Bagas.

"Apakah maksudmu, Nicky dan Aya...adalah gadis yang sama Nak?" tanya Elina ragu. Sungguh Elina jadi gugup dengan kesimpulannya.

"Ya Ma... sepertinya seperti itu, tapi Bagas tidak bisa memastikan. Namun yang membuat Bagas yakin adalah perasaan yang Bagas rasakan. Dan mata sayu Nicky sama dengan Mata sayu Aya Ma, Bagas tak pernah melupakan tatapan sayu Aya,saat menatap Bagas dulu." kembali Bagas menceritakan keyakinannya pada Mamanya.

Tangan Elina memijit keningnya pelan, serasa ini bagaikan benang yang tak bisa terurai. Bagaimana bisa Bagas meyakini jika Nicky adalah Aya.

"Lalu apa yang harus kamu lakukan untuk memastikannya Nak?"tanya Elina

"Bagas juga belum tahu Ma, jika Bagas menceritakan ini langsung pada Nicky. Bagas takut Nicky tidak mengakuinya. Mama ingat, terakhir kali Aya sangat membenci Bagas sampai-sampai tidak mau menemui Bagas saat Bagas mau pamit." Nelangsa jawaban Bagas. Kesedihan kembali menyelimuti hati Bagas, dan itu membuat hati Elina juga sedih. Di usapnya lembut pundak Bagas, dan memberikan senyuman semangat pada putranya.

"Sabar ya sayang, Mama yakin semua pasti akan indah pada waktunya. Berdoalah selalu agar Aya mu akan segera kembali. Entah itu Nicky ataupun bukan."

Bagas menyadarkan kepalanya di dada Mamanya, di peluknya pinggang Mamanya erat. Ingin rasanya dia meletakkan beban perasaannya yang tidak berkesudahan. Sungguh sangat berat perasaan inisungguh sangat menyiksa.

Siguiente capítulo