webnovel

CEO -28-

David sesaat terpaku masih memperhatikan leher Charice.

Charice membangunkan lamunan David. "Pak... Ini bajunya... Semoga pas ya."

"Eh... terimakasih Char! Saya bisa ganti dimana ya?"

Charice menunjukan kamar mandi untuk David.

Charice sadar jika David memperhatikan lehernya sedari tadi. Ia pun memegang liontin kalung yang melingkari lehernya.

David pun kembali dengan mengenakan kemeja Ayah Charice.

"Untungnya ada yang pas kemejanya Appa saya untuk Bapak."

"Iya Char... terimakasih ya..."

Charice pamit ingin ke dapur karea sedaritadi kakaknya belum kembali untuk membuat minuman.

"Char tunggu..."

"Iya kenap Pak?"

"Kalung itu..."

"Ini ya Pak?" Charice membuka pengait kalung tersebut.

"Cham... jangan dilepas!"

Charice sudah terlanjur melepasnya. "Pak, saya masih pakai karena sayang saja kalung secantik ini hanya tergeletak dimeja rias saya, sekarang waktunya mengembalikan kalung ini ke pemilik yang sesungguhnya." Dia menarik tangan David dan membuka telapak tangannya kemudian meletakan kalung tersebut di telapak tangan David.

"Tidak usah dikembalikan Char, ini sudah jadi hak kamu, terserah mau diapakan kalungnya."

Charice menggeleng. "Tidak bisa Pak. Saya tak bisa menerimanya."

"Tapi Char... Saya juga tak bisa menerimanya."

Yeonhee tiba-tiba muncul dari arah dapur.

Charice dan David buru-buru mengkondisikan diri masing-masing.

Buru-buru Davide mengantongi kalung dari Charice,

"Pak, silahkan diminum dulu."

"Tidak usah repot-repot Yeonhee-ssi."

"Tidak kok Pak. Diminum walau sedikit saja, baru setelahnya Bapak bisa pulang."

David pun menyeruput teh hangat yang disajikan oleh Yeonhee baru setelahnya ia pamit pulang.

"Maaf ya Pak, orang tua saya sudah tidur."

"Tidak masalah, jangan dibangunkan, salam untuk mereka."

"Kemeja Bapak, mau saya cucikan saja?" Yeonhee menawarkan.

"Tidak usah Yeon, biar saya bawa pulang."

"Tidak apa-apa Pak!"

"Baiklah terserah kau saja."

Akhirnya David pulang dan meninggalkan kemejanya di rumah Charice.

**

Charles sedang bertamu ke rumah Yeonhee, mereka berncana makan malam bersama di rumah Yeonhee.

Charles dan Yeonhee sedang duduk berdua di ruang tamu.

Charles sedang memilih-milih desain undangan pernikahan mereka. "Mana desain yang paling kamu suka?" Dia menscroll layar .smartphonenya.

Yeonhee menunjuk salah satu desain.

"Kau pasti akan memilih yang sangat girlie."

"Keureom, nan yeppeuni neomu johae....(tentu aku sangat suka yang cantik)"

Charice datang dari dapur membawakan snack. "Eonni, Oppa mogo (kakak-kakak, makan)!"

"Nan kkoguma neomu johae (aku sangat suka ubi manis)!"Ekspresi Yeonhee sangat exited.

"Keundae, mani mogo Eonni, Oppa tto (kalo gitu, banyak makan ya Eonni, Oppa juga)! Aku mau ambil minuman dulu!" Charice pergi kembali menuju dapur.

Charles ijin ke kamar mandi kepada Yeonhee.

Ternyata ia menyusul Charice ke dapur. "Char!"

"Loh Oppa..."

"Char, ada yang bisa aku bantu?"

"Nggak usah Oppa... Oppa duduk aja sama Yeonhee Eonni."

"Char, sebenarnya ada yang mau Oppa bicarakan sama kamu."

"Tentang apa Oppa?"

"Yonhee"

"Kenapa dengan Eonni?"

"Oppa ingin dia secepatnya resign dari kantornya David."

Charice kaget. "Wae?"

"David sepertinya punya niat buruk terhadap Yeonhee sehingga menerimanya bekerjanya di kantornya."

"Tapi Oppa... Kayanya nggak mungkin deh!"Chatice tak yakin.

"Kenapa nggak mungkin?"

"Setahu aku..."

Charles menyela. "Karena dia mantan kamu jadi kamu belain dia?"

"Enggak... Bukan begitu," bantah Charice.

"Lalu?" Charles penasaran.

"Yang aku kenal, Pak David itu... memang baik dan..."

"Dan apa? Jangan bilang kamu masih suka sama dia?" terka Charles.

Charice tersenyum, lalu menggeleng. "Aku nggak mau munafik bilang 100 persen udah nggak ada perasaan sama dia, tapi memang aku sudah mulai merelakan dan melupakan dia. Lagipula, orang putus bukan berarti jadi saling benci kan?"

Charles tersenyum. "Kau itu... benar-benar polos."

"Hmmm....."

"Kalau kau bisa bilang orang seperti David saja orang baik, bagaimana aku?"

Dalam hati Charice. Oppa adalah cinta pertamaku sekaligus lelaki yang sangat-sangat baik, tapi tentu Oppa bukanlah untukku melainkan Oppa adalah orang yang paling dicintai oleh Eonniku dan Eonniku lah yang lebih baik bersanding dengan Oppa.

**

David pergi ke panti asuhan tempatnya dibesarkan. Ia bertemu Mikyung,

"Bu Mikyung!"

"Nak David, tumben kau mampir kesini! Ada apa?" Mikyung menyambut mantan anak pantinya tersebut dengan sumringah.

"Saya hanya ingin..." David ragu. "Menenangkan diri. Saya merasa hanya ke tempat ini lah saya bisa mendapat ketenangan," sambungnya.

Mikyung mempersilahkan David untuk duduk dulu. "Memagnnya apa yang membuatmu tidak tenang?"

"Saya mulai merasa jenuh, kosong, dan tidak ada gairah hidup." Wajah David terlihat sangat sendu.

"Maksudmu apa Nak?"

"Saya merasa semua rencana yang telah saya susun hanya membuat luka di hati saya semakin terluka dalam. Saya merasa semua yang kini saya miliki tidak ada apa-apanya."

"Ibu sudah memperingatimu, balas dendam bukanlah solusi."

"Tapi... saya tidak bisa membiarkan hidup orang-orang yang telah menyakitiku bahagia." David masih berusaha membela diri.

"Nak Dave... Kau tahu, apa yang bisa membuatmu disini tenang?

David menggeleng.

"Cinta..."

"Maksud Ibu?"

"Tempat ini selalu dipenuhi dengan senyum anak-anak yang polos, mereka belum tahu betapa kejamnya hidup di luar sana, yang mereka tahu adalah bagaimana saling menyayangi dan mencintai satu sama lain. Mereka bahkan tidak pernah diajari dendam dan marah terhadap orang tua kandung mereka."

"Lalu saya harus bagai mana Bu, untuk mengobati luka hati saya?"

"Lapangkan dadamu, ikhlaskan segala kejadian di masa lalu... Kau harus bisa tegar dan bangkit. Ingat nak, kepuasanmu bisa berhasil balas dendam itu hanya sementara." Mikyung mengelus punggung Dave, membeikan kehangatan seorang Ibu yang sudah lama tak didapatkannya.

Perlahan namun pasti, air mata David sedikit demi sedikit mengalir membasahi pipinya.

**

Di malam hari di panti asuhan tersebut, David memutuskan menginap disana. David berada di kamar tempat dia tidur sewaktu kecil dulu. Ia memegangi cat temboknya yang sudah dicat baru, kamar tidurnya pun sudah berubah. Meja belajarnya yang dulu dipakai juga sudah tidak ada. Lalu dia menuju rak bukunya. Ia lihat jika koleksi bukunya pun sudah berganti, bukan biku-bukunya lagi yang tersusun di rak tersebut.

Seorang anak terbangun. "Om, belum tidur?"

"Om belum ngantuk. Maaf membuatmu terbangun."

"Enggak kok om. Om tidur disini sama aku ya..."

"Iya makasih. Nanti kalo om udah ngantuk, om bakal ke ranjang kamu."

"Om mikirin apa sih kok belum ngantuk?"

David menggeleng. "Tidak ada..."

"Bohong... Pacarnya om ya yang waktu itu om bawa kesini?"

David kaget dengan tebakan anak tersebut. "Eng.. Enggak kok!"

"Aku mau ketemu sama kakak itu lagi Om, kapan-kapan ajak dia kesini lagi ya!"

David hanya tersenyum.

Si anak pun melanjutkan tidurnya.

Sementara David juga ikut membaringkan diri di ranjang di sebelah anak tersebut.

Ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya.

Sebuah kalung, kalung yang pernah ia berikan kepada Charice.

Ia hanya memegang dan memperhatikan kalung tersebut.

Dalam benaknya. Mungkinkah?

**

Siguiente capítulo