webnovel

CEO -10-

Charice ditugaskan meliput berita di perusahaan Namjung. Di Namjung sedang ada peluncuran bisnis baru, selain menjual pruduk-produk dairy, perusahaan tersebut kini melebarkan sayapnya untuk mendirikan sebuah butik.

Jessica adalah penggagas berdirinya butik Namjung tersebut, ia sangat menyukai fashion dan juga merupakan orang jurusan marketing sehingga ia pun mengidekan agar Namjung memiliki line bussiness baru yaitu di bidang clothing. Selera berbusana Jessica tak perlu diragukan, penampilannya sangat elegan dan menjadi trend di kalangan sosialita.

Sebenarnya Charice paling malas jika hanya meliput berita-berita seperti ini karena sama sekali tidak menantang baginya.

Jessica mengenakan gaun bertali satu bermotif garis-garis dan berwarna emas dengan padanan wedges 10 cm ini terlihat sangat anggun. Rambutnya yang panjang dikuncir satu yang dilempar ke depan.

Para wartawan yang hadir menaruh mic mereka masing-masing di depan meja dimana Jessica duduk, mejate tersebut telah disediakan Namjung untuk Jessica.

Jessica memulai konfrensi pers pembukaan butiknya.

Ia tersenyum lebar dan menjawab semua pertanyaan wartawan yang hadir.

Charice tak luput memberikan pertanyaan kepada Jessica. "Bu Jessica, apakah anda yakin jika semua baju rancangan yang dibuat di butik Namjung ini orisinal karya anda? Disini tertulis jika anda sebagai designer tunggal butik Namjung."

Jessica agak gugup mendengar pertanyaan dari Charice. "Tentu. Saya jamin jika semua gaun yang diluncurkan ini adalah ide dan rancangan saya sendiri dengan terinspirasi dari berbagai perancang terkenal dunia tentunya."

"Tapi, saya menemukan ada sangat banyak kesamaan gaun di katalog anda dengan gaun yang dipamerkan di Paris fashion week 2016. Dan gaun ini merupakan best costume of the year yang dipakai oleh Miss universe Prancis 2016. Bagaimana menurut anda? Bisa dicek gambarnya disini..." Charice mengkritisi karya Jessica sampai sedetail itu. Ia melakukan browsing internet dan bisa tepat menemukan adanya kesamaan gaun yang dibuat Jessica dengan gaun yang telah ada di Paris fashion week 2 tahun lalu. Ia menunjukan gambar yang ia temukan dan membandingkannya dengan gaun di katalog butik Namjung.

Jessica melirik sedikit ke arah smartphone yang ditunjukan Charice dan ia pun langsung menampik tuduhan plagiat tersebut. "Anda garus bisa membedakan antara plagiat dan terinspirasi. Memang anda yakin jika gaun yang ada di PFW tersebut ide original desainernya. Kamu tahu tidak, jika rancangan gaun yang beredar sekarang kebanyakan terinspirasi dari banyak desainer lama yang terkenal di dunia?! Satu desainer terkenal yang mendunia saja sudah pasti ada jutaan orang yang akan menjadikannya kiblat dalam mebuat desain mereka, jadi tentu kemiripan desain akan terus ada sepanjang masa karena mereka memang mendesain baju terinspirasi dari desainer-desainer terkenal dan sukses tersebut."

Jessica akhirnya mengakhiri launching butiknya tersebut. Para pewarta berita sudah banyak yang mulai pergi dari kantor Namjung.

Raymond datang dan memberikan sebucket bunga mawar kepada Jessica. "Selamat ya sayang!" Dia mengecup kening kekasihnya.

Kebetulan Charice masih ada di situ dan ia melihat adegan mesra antara Raymond dan Jessica.

Batin Charice. Ternyata saya mulai ngiri sama Bu Jessica, melihat dia punya pacar yang sangat mencintainya yaitu Pak Raymond. Duh hatiku, kasihan kamu sudah terasa kopongnya.

Raymond menegur Charice yang terlihat melamun di depannya. "Char, tadi apa maksud wawancaramu terhadap Jessica? Kau mencoba mempermalukanya?!" bentak Raymond.

Charice sudah biasa mendengar bentakan dari Pak bosnya, terlebih sekarang ada kekasihnya sendiri.

Jessica tampak tersenyum licik ke hadapan Charice.

"Ah... tentu tidak Pak, saya hanya menjalankan tugas sebagai reporter," bantah Charice.

"Kau sama sekali tidak layak dibilang wartawan profesional. Kau tahu tidak, hampir saja Jessica benar-benar akan dituduh plagiat dengan pertanyaanmu yang sama sekali tak berbobot seperti tadi!"

Jessica mulai menambahkan. "Chagiya, kau bagaimana sih dulu mengaudisi karyawan? Pake tes IQ saja ya? Salahnya nggak pake tes manner sih jadi begini! Lihat aja masa iya dateng ke acara peluncuran butik sosialita mengenakan pakaian urakan seperti ini, mana sopannya!"

"Iya, memang saya dulu yang salah hanya menilai orang menggunakan IQ tapi tidak mempertimbangkan spesifikasi yang lainnya." Raymond menatap tajam Charice.

Charice hanya bisa diam menunduk dimaki dan diumpat sedemikian rupa.

Dari belakang Charice tiba-tiba muncul seorang pria yang memegang bahunya.

Charice kaget bukan main karena pria tersebut ialah David.

Dengan entengnya David merangkul bahu Charice. Namun hanya sepersekian detik, David buru-buru melepaskan rangkulannya.

Deg!

Hati Charice berdetak kencang mengetahui David berani merangkulnya dengan mudah. Charice diam seribu bahasa tak mampu menyapa David.

Jessica dan Raymond yang ada di depan mereka gantian menjadi terkejut akan kemunculan David secara tiba-tiba.

Dalam benak Raymond. Absurd sekali, kenapa si bajingan ini muncul tiba-tiba disini.

Sementara dalam benak Jessica. Dave, kamu kesini karena saya? Saya sudah bilang berkali-kali jika saya nggak bisa balikan denganmu.

"Siang Bu Jessica dan Pak Ryamond!" sapa David.

"Siang Pak David!" balas Raymond. "Ada urusan apa disini?" tanyanya penasaran.

"Saya kesini..." Dengan sponta David meraih tangan Charice dan memamerkannya kepada sepasang kekasih di hadapannya.

Charice kaget bukan main melihat apa yang dilakukan David.

Jessica juga tak kalah terkejut akan apa yang dilakukan David.

"Saya ingin menjemput Charice, kami sudah ada janji."

David dan Charice pamit kepada Jessica dan Raymond untuk pergi duluan.

Jessica merasa sangat kesal dan jengkel. Batinnya. Oh, mau buat saya cemburu? Kau pikir aku akan terpancing?! Jangan harap Dave!

Charice dan David menaiki mobil David yang terparkir di lobby gedung Namjung.

Charice perlahan mengatur nafasnya diikuti detak jantungnya yang juga berdebar tak beritme agar kembali normal sedia kala.

"Saya melihat apa yang dilakukan Raymond kepadamu," ujar David membuka percakapan.

Charice salah tingkah, ia pura-pura sibuk memainkan Hpnya.

"Sikap Raymond selalu kasar kepadamu?" tanya David dengan lembut.

"Enggak lah Pak... Enggak begitu kok," bantah Charice membela bosnya.

"Sedari tadi saya ada disitu Char, bahkan dari sesi konfrensi pers Jessica saya sudah berada disitu." David menatap Charice dan mengisyaratkannya agar melihat matanya. "Katakan dengan jujur, apa Raymond selalu memperlakukanmu seperti itu?"

Charice sudah tak bisa mengabaikan tatapan Raymond. "Ini sudah resiko saya Pak." Dia tetap ingin terlihat cool.

"Jadi kau biasa dikasari David?"

Charice diam, tak memberi respon.

"Apa dia selalu kasar ke semua karyawannya? Atau hanya kepada kamu dia bersikap kasar?" Raymond memberi isyarat lagi-lagi agar Charice fokus kepadanya.

"Jika ke semua karyawan tidak, tapi jika karyawanya membangkang sudah pasati kena tegur dari Pak Raymond," tegas Charice.

Charice melihat ada setitik luka di pelipis David. Ia kembali mengingat peristiwa pemukulan tersebut.

"Pak, kenapa dengan jidatnya?"

David memegangi pelipisnya. "Ini? Hanya luka kecil, biasa cowok!"

"Bapak... nggak inget jika kita pernah bertemu sebelumnya?" Charice akhirnya memberanikan diri mengungkit peristiwa pemukulan tersebut.

David memincingkan matanya menatap tajam Charice tanpa meresponnya balik.

"Sebenarnya saya yang membawa Bapak ke rumah sakit di malam itu... Saat Bapak dipiu..."

David memotong pembicaraan Charice. "Saya inget Char, saya jelas masih mengingat setiap pukulan yang dihantamkan oleh Raymond dan anak buahnya ke tubuh saya. Saya juga ingat kamu yang telah membawa saya ke rumah sakit."

"Lalu kenapa Bapak nggak langsung mengenali saya di pesta ultah Bapak?" Charice heran.

"Dengar penjelasan saya Char, saya mau memastikan apa kamu adalah mata-mata Raymond atau bukan. Dan sekarang saya sudah tahu jawabannya."

Dalam benak Charice. Maaf Pak, seharusnya saya panggil polisi waktu itu tapi saya malah sibuk merekam dan memoto aksi Pak Raymond dan anak buahnya memukuli Bapak. Saya tidak bisa mengatakan mengenai foto-foto dan video ini jika ia tahu mungkin Pak David bisa ilfil kepada saya, melihat orang kesusahan bukan ditolongin melainkan hanya direkam saja.

"Char..." David memegang pergelangan tangan Charice, ia mencium aromanya. "Aroma tubuh wanita bisa langsung tercium hanya dari mencium pergelanga tangannya. Kau tahu? Aroma di pergelangan tanganmu sangat manis dan bisa mengundang banyak lebah?"

Charice tidak mengerti akan kiasan yang diutarakan David. "Hmmm?"

"Sejujurnya, saat saya pertama bertandang ke rumahmu, saya merasakan kehangatan yang belum pernah saya dapatkan." David melepaskan tangan Charice yang sedari tadi masih digenggamnya. "Keluarga. Kau punya keluarga lengkap yang selalu ada dan senang berkumpul bersama bahkan hanya untuk bersenda gurau."

"Pak David kan juga punya keluarga?! Nggak ada bedanya dengan saya."

"Iya benar, namun mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri. Lagipula sebenarnya saya..." David mengurungkan diri menceritakan asal-usul dirinya.

"Sebenarnya apa Pak? " Charice heran.

"Sebenarnya saya juga jarang di rumah sehingga jarang bertemu orang tua, terlebih kami sudah tinggal masing-masing."

"Kau dididik seperti anak-anak Amerika ya Pak?! Keluargaku, Asia sekali, kemanapun harus tetap mengabari orang tua."

"Tapi saya suka cara didik keluarga Asia ketimbang Barat."

"Ah benarkah?" Charice memuuskan memberanikan diri menanyakan sesuatu hal lagi. "Pak David, apa korelasi Bapak dengan Pak Raymond? Mengapa sampai dia memukuli anada?"

David mendadak sedikit shock akan pertanyaan berani dan blak-blakan Charice. "Pantas Char, kamu jadi reporter! Kamu sedang menginvestigasi saya kah?"

Charice tersadar jika ia di atmosfer yang salah bertanya hal seperti ini. "Wah Pak tidak kok, tidak. Itu urusan privasi Bapak, maaf saya lancang ingin ikut campur!"

David menggeleng. "Saya akan beritahu kamu. Saya ada urusan di klub Airis dengan Pak Bosmu. Kebetulan saya member VIP di klub tersebut. Untuk itu saya tak bisa jelaskan detail dulu"

Charice mengangguk-angguk dan tak mempertanyakan lebih lanjut.

"Char, jujur saya merasa nyaman di dekatmu."

Charice terdiam dan sedikit shocked. Dia tidak menyangka jika David...

Dalam benak Charice. Saya juga Pak. Hati saya yang kopong ini jadi sedikit terisi pas Bapak lagi di dekat saya.

"Char, saya ingin memulai suatu hubungan denganmu namun saya masih tak berani karena takutnya hal ini akan tak berkenan bagimu. Maukah kau berkencan denganku? Menjadi pacarku?"

Dalam hati Charice. Bagaimana mungkin aku berkencan dengan Pak David.

Charice tak menjawab apapun dari bibir mungilnya.

"Apa yang kau khawatirkan Char?"

"Apa?" Charice terlonjak dari pikirannya.

"Kau masih memikirkan mengenai Ayahmu?"

"Ah tidak, tidak..." sanggah Charice.

"Ah benarkah? Saya kira kau mengkhawatirkan masalah Samkyung."

Charice awalnya tak berpikir sejauh itu namun dia mulai mengingat-ingat mengenai persidangan korupsi ayahnya serta kejadian yang melatari terbongkarnya kasus ayahnya. Ia mulai penasaran sejauh mana David berkonfrontasi dengan ayahnya.

Naluri investigasi Charice bermain. Ia mulai tertarik menyelidiki ulang kasus ayahnya. Dia memang ada perasaan pada Pak David tapi dia juga tak kalah penasaran dengan kasus ayahnya. Seketika itu ia menjawab. "Iya Pak. Saya mau jadi pacar Bapak," ujarnya penuh kepastian.

Siguiente capítulo